Wasiat-wasiat Sejati Orang Jawa Kuno Melawan Rasa Sakit

Konten Media Partner
5 Agustus 2021 20:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nenek lanjut usia orang kebanyakan suku Jawa. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Nenek lanjut usia orang kebanyakan suku Jawa. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tiap suku bangsa memiliki tradisi pengobatannya masing-masing. Orang China misalnya, menganggap kesehatan berkaitan dengan keseimbangan yin dan yang sehingga pengobatan berusaha menyeimbangkan anasir tersebut. Orang Arab menganggap konsep sehat berhubungan dengan ada tidaknya anasir luar di dalam tubuh. Anasir jahat yang ada di dalam tubuh kemudian dikeluarkan dengan bekam untuk membuang darah kotor atau ruqyah untuk mengeluarkan kekuatan jin atau setan yang berdiam dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan orang Jawa, dengan peradabannya yang memang dikenal adiluhung, masyarakat Jawa juga punya pandangan tersendiri dalam hal kesehatan dan pengobatan. Salah satu pandangan masyarakat Jawa soal kesehatan dan pengobatan terdapat dalam Serat Munsaihat Jati (Wasiat-wasiat yang Sejati) yang berisi nasihat-nasihat cara memelihara keseimbangan hidup seseorang.
Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Komisariat Surakarta yang juga Anggota Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Bani Sudardi, mengatakan bahwa tradisi pengobatan Jawa memiliki kekhasan tersendiri mengingat Jawa merupakan salah satu suku terbesar di dunia. Dalam kajian teks-teks tertulis yang ada, tradisi pengobatan Jawa dihubungkan dengan berbagai hal mulai dari hari lahir orang yang sakit, waktu datangnya sakit, asal penyakit misal karena pernah mengunjungi suatu tempat.
ADVERTISEMENT
“Penjelasan tentang hari lahir, saat datangnya penyakit, dan asal penyakit, akan menuntun pada konsep pengobatannya,” kata Bani Sudardi dalam webinar yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY, beberapa waktu lalu.
Sebenarnya, Serat Munasihat Jati tidak spesifik berisi tentang tradisi pengobatan Jawa, tetapi lebih pada bagaimana supaya manusia mencapai kesempurnaan hidup. Karena itu, naskah ini disebut sebagai ‘ngilmi kasampurnan’ atau ilmu kesempurnaan. Dan salah satu konsep kesempurnaan adalah tentang sehat dan sakit, dimana orang yang sedang sakit disebut sedang dalam kondisi tidak sempurna.
Salah satu yang menjadi perhatian khusus dalam serat ini adalah konsep keseimbangan, dimana hal-hal yang terjadi dalam tubuh dianggap memiliki hubungan dengan kesehatan. Misalnya kedutan, yang dimaknai sebagai sebuah pertanda akan datangnya sakit.
ADVERTISEMENT
“Setiap penyakit pasti ada obatnya. Penyakit yang bersumber dari air, obatnya dari air, penyakit yang berasal dari api, obatnya juga berasal dari api, dan sebagainya,” kata Bani.
Makananmu akan Membentuk Dirimu
Ilustrasi seorang kakek di suku Jawa. Foto: Pixabay
Makanan dalam Serat Munasihat Jati menjadi komponen penting yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan diri. Serat ini mengingatkan bahwa apa yang dimakan oleh seseorang akan membentuk dirinya di kemudian hari. Karena itu, seseorang yang ingin tubuhnya sehat mesti memperhatikan betul apa yang dia makan dan dia minum.
Tak hanya makanan, disebutkan juga beberapa kegiatan yang dapat merusak kesehatan, seperti madat yaitu mengonsumsi candu atau narkoba. Selain itu ada juga madon atau berzina, karena selain menjadikan tindakan tidak baik juga bisa membuat seseorang terkena penyakit kelamin. Kemudian main atau judi serta meminum minuman yang memabukkan.
ADVERTISEMENT
“Selain memabukkan, minum juga bisa merusak organ tubuh seperti ginjal,” ujar Bani.
Serat Munasihat Jati juga mengajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam semua hal termasuk untuk urusan makan dan tidur. Tapi jangan sampai juga kekurangan, karena kurang makan dan tidur juga disebutkan dapat mendekatkan seseorang pada kematian. Sehingga semuanya harus pas atau seimbang.
“Orang yang menghindari (mengurangi) makan nasi, daging, dan garam akan selalu sehat dan bebas dari segala penyakit. Mungkin kalau sekarang terlalu banyak nasi itu bisa membuat diabetes, daging kolesterol, garam itu bikin darah tinggi,” lanjutnya.
Serat Munasihat Jati juga menjelaskan bahwa hari tertentu dapat menyebabkan penyakit tertentu. Setiap hari memiliki hubungan yang erat dengan penyakit tertentu.
Misalnya penyakit pada hari Minggu banyak disebabkan oleh air karena minum, pada Senin datang dari makanan, pada Selasa disebabkan karena makanan akar-akaran atau umbi-umbian, dan Rabu disebabkan karena daun-daunan. Lebih lanjut, pada hari Kamis penyakit bisa disebabkan karena berbagai hal, penyakit pada hari Jumat disebabkan oleh sepi dan malam hari, sedangkan Sabtu disebabkan oleh jagat raya atau seluruh badan.
ADVERTISEMENT
“Jadi pada hari-hari tersebut, kurangi makan atau minum yang menyebabkan sakit. Misal Jumat, berarti jangan banyak begadang,” ujar Bani.
Pengobatan Tradisional dalam Manuskrip-manuskrip Pengobatan Jawa
Pengobatan tradisional merupakan sistem pengobatan warisan budaya yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan praktik tentang kesehatan dan penyembuhan berdasarkan pengalaman, ilmu titen, kepercayaan, serta teori yang terkait dengan kebudayaan lokal dan diwariskan secara turun temurun. Masyarakat Nusantara menurut Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNY, Sri Harti Widyastuti, memiliki tradisi pengobatan yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya.
Namun saat ini pengobatan tradisional di Indonesia kurang diperhatikan karna dianggap tidak signifikan untuk mengatasi sejumlah penyakit. Berbeda dengan yang ada di beberapa negara, seperti China dan India dimana obat tradisional masih sangat populer di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Padahal, masyarakat Jawa saja punya banyak sekali naskah-naskah lama yang berisi tentang pengobatan tradisional zaman dulu. Sri Harti mencatat, ada sekitar 77 serat Jawa yang berisi tentang metode pengobatan tradisional, beberapa di antaranya adalah Buku Jampi, Buku Primbon Djampi Djawi, Serat Primbon Djawi, Serat Primbon Djawi/Pretelaning Djampi Warna-warni, serta Serat Primbon Saha Wirid.
“Penyakit yang dibahas dalam serat-serta itu ada penyakit umum, penyakit dalam, kulit, mata, THT, syaraf, kelamin, reproduksi, pencernaan, kandungan, personalistik, gigi, tulang, dan sebagainya,” kata Sri Harti.
Adapun cara penanganan penyakit dalam metode pengobatan tradisional, pertama diberi jamu, kemudian diberi rajah yang disertai mantra. Dalam manuskrip-manuskrip lama, setidaknya disebutkan ada 94 jenis tanaman yang bisa digunakan sebagai bahan pembuatan jamu.
ADVERTISEMENT
Sri Harti mengatakan, bahwa obat tradisional sebenarnya memiliki banyak kelebihan dibandingkan obat-obat modern. Kelebihan itu di antaranya efek samping yang rendah karena dimungkinkan telah digunakan oleh masyarakat selama puluhan atau bahkan ratusan tahun. Selain itu, dalam suatu tanaman yang digunakan memiliki lebih dari satu efek farmakologi sehingga bisa dipakai untuk mengobati berbagai jenis penyakit.
“Misalnya alang-alang, bisa untuk pembersih darah, penyakit kelamin, ginjal, luka, pengobatan kurap, dan seterusnya, begitupun dengan tanaman yang lain,” ujarnya.
Selain itu, obat tradisional juga lebih sesuai untuk penyakit metabolik degeneratif yang mengharuskan pengobatan dengan waktu yang panjang dan terus menerus seperti diabetes mellitus tipe I dan II. Sehingga, meski digunakan terus menerus dan dalam waktu yang sama, obat tradisional dinilai lebih aman ketimbang obat-obat pabrikan yang ada saat ini.
ADVERTISEMENT
“Pengobatan-pengobatan tradisional ini banyak sekali terdapat di manuskrip-manuskrip pengobatan Jawa, dan saya kira layak untuk diteliti supaya manfaatnya bisa dipastikan secara ilmiah,” kata Sri Harti Widyastuti.