Pertempuran Laut Jawa yang Menandai Tumbangnya Belanda di Indonesia

Pangky Saputra
A devoted father, esport and coffee holic.. "Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil", Aku Cinta Indonesia
Konten dari Pengguna
6 Mei 2019 14:56 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pangky Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kapal Belanda Hr. Ms. Ruyter di tahun 1936 (Sumber Foto: Koninklijke Marine.nl)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Belanda Hr. Ms. Ruyter di tahun 1936 (Sumber Foto: Koninklijke Marine.nl)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sahabat, senang sekali saya dapat mengguratkan lagi tulisan di dalam media ini. Dalam kisah kali ini, penulis akan mengulas kisah sejarah tentang pertempuran Laut Jawa di tahun 1942.
“Ik vaal aan, volg mij (Saya akan menyerang, ikuti saya),” merupakan perkataan patriotis yang disampaikan oleh Laksamana Pertama Karel Doorman kepada kapal-kapal sekutu di bawah komandonya. Ia gugur sewaktu kapal perang yang dipimpinnya, Hr. Ms. De Ruyter, tenggelam terkena torpedo Angkatan Laut Jepang dalam Pertempuran Laut Jawa di akhir bulan Februari 1942.
Pertempuran Laut Jawa merupakan salah satu pertempuran laut terpenting saat Perang Dunia II. Walaupun jumlah kapal perang yang terlibat dalam pertempuran laut tersebut bukan yang terbesar, namun hasil dari pertempuran tersebut sangat menentukan nasib wilayah koloni Belanda yang kini bernama Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat Perang Dunia II, Indonesia merupakan salah satu tujuan utama penaklukan Jepang di kawasan Asia Tenggara. Hal itu dikarenakan lokasinya yang sangat strategis serta kekayaan alam yang sangat melimpah yang dapat menjadi bahan baku untuk mendukung jalannya peperangan. Karenanya pula, Indonesia pun menjadi salah satu wilayah vital yang wajib dipertahankan dengan segala cara oleh pasukan sekutu dari serbuan Jepang.
Untuk itu, dalam rangka mengantisipasi serangan Jepang, negara-negara sekutu membentuk suatu komando militer gabungan ABDACOM (American, British, Dutch, and Australia Command). Demi memperkuat kemampuan militernya, ABDACOM menggabungkan kemampuan militernya masing-masing menjadi sebuah pasukan gabungan, termasuk kekuatan Angkatan Laut (AL) Sekutu yang dipusatkan di Surabaya, di bawah pimpinan Doorman.
Kekuatan AL ABDACOM yang ada di bawah pimpinan Doorman di Surabaya, diberi nama Eastern Strike Force. Kekuatan gugus tugas tempur tersebut, terdiri dari: Kapal Perang Belanda (Hr. Ms. De Ruyter; Hr. Ms. Java; Hr. Ms. Kortenaer; Hr. Ms. Witte de With), Kapal Perang Inggris (HMS Exeter, HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter), Kapal Perang Amerika Serikat (USS Houston, USS Pope, USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Fords, USS Paul Jones) dan Kapal Perang Australia (HMAS Perth).
Kapal HMAS Perth yang berangkat dari Port of Sydney menuju ke Laut Jawa di tahun 1939 (Sumber: navy.gov.au)
Eastern Strike Force dipersiapkan sebagai unit cadangan strategis sekutu untuk menghadapi kekuatan invasi utama Jepang ke Pulau Jawa. Sebelumnya pasukan Jepang telah menguasai beberapa wilayah Hindia Belanda di luar Jawa, seperti Balikpapan serta wilayah Koloni Inggris di Malaya. Dari kedua lokasi tersebutlah armada pendarat Jepang yang akan menyerang Pulau Jawa diprediksikan berangkat.
ADVERTISEMENT
Laut Jawa: Medan Laga Sejarah Hegemoni Kapal Perang Sekutu vs Jepang
Pada tanggal 27 Februari 1942, informasi intelijen sekutu menyebutkan bahwa armada pendarat Jepang tengah bergerak dari Selat Makassar menuju Pantai Utara Jawa. Laksamana Doorman segera memerintahkan Eastern Strike Force untuk bergerak dari Surabaya untuk berupaya mencegat armada pendarat Jepang tersebut dan mencegahnya untuk mendaratkan pasukan di Pulau Jawa.
Akan tetapi, armada pendarat Jepang ternyata mendapatkan pengawalan dari gugus tempur Jepang yang jauh lebih superior dari segi jumlah kapal perang maupun dari segi teknologi daripada kapal perang sekutu dalam Eastern Strike Force.
Dalam pertempuran laut kemudian dikenal sebagai Pertempuran Laut Jawa, 5 kapal perang sekutu yakni Hr. Ms. De Ruyter; Hr. Ms. Java; Hr. Ms. Kortenaer; HMS Electra, dan HMS Jupiter, tenggelam akibat tembakan meriam, atau terkena torpedo serta ranjau laut yang diluncurkan oleh kapal-kapal perang Jepang.
ADVERTISEMENT
Tercatat paling tidak 2.300 pelaut sekutu gugur, termasuk komandannya, Laksamana Karel Doorman akibat pertempuran laut tersebut. Di sisi lain, tidak ada kapal perang Jepang yang tenggelam sebagai hasil Pertempuran Laut Jawa. Kapal-kapal perang Jepang hanya mengalami kerusakan kecil dengan total korban jiwa berjumlah 36 pelaut yang gugur.
Dengan hasil yang sangat tidak berimbang, jelas pendaratan pasukan Jepang ke Pulau Jawa menjadi tidak terbendung yang kemudian mengakibatkan runtuhnya kekuasaan Belanda atas Indonesia.
Kapal-kapal perang sekutu yang berhasil meloloskan diri dari Pertempuran Laut Jawa, mundur kembali ke Pelabuhan Batavia (sekarang Tanjung Priok) dan Surabaya. Selain itu, mereka berupaya untuk menyelamatkan diri ke wilayah-wilayah yang masih dikuasai sekutu, seperti Australia dan Sri Lanka. Namun demikian, dari 10 kapal perang sekutu hanya tersisa 4 kapal perang yang berhasil mencapai Australia, yakni USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Fords, dan USS Paul Jones.
ADVERTISEMENT
Sementara keenam kapal perang sekutu lainnya, USS Houston, HMAS Perth, USS Pope, HMS Exeter, HMS Encounter, dan Hr. Ms. Witte de With, pada akhirnya tenggelam dalam pertempuran-pertempuran lainnya melawan Jepang di Selat Sunda dan Laut Jawa.
Dilema Perlindungan Situs Kapal Perang Tenggelam sebagai Cagar Budaya?
Museum Eereveld Kembang Kuning di Surabaya yang dibangun untuk Mengenang Pertempuran Laut Jawa (Sumber Foto: Naila Aunika/picomico.com)
Monumen memperingati Pertempuran Laut Jawa terdapat di Makam Kehormatan Belanda (Eereveld) Kembang Kuning di Surabaya. Sebagian besar bangkai-bangkai kapal sekutu yang tenggelam akibat Pertempuran Laut Jawa serta pertempuran-pertempuran yang terjadi segera setelahnya juga di Laut Jawa maupun Selat Sunda, tidak diketahui lokasi persisnya hingga awal dekade 2000-an.
Namun, setelah adanya beberapa survei dan upaya pencarian menggunakan teknologi penginderaan dasar laut, di tahun 2002-2008, bangkai-bangkai kapal perang sekutu tersebut, yang masih berisikan jasad para pelaut sekutu yang gugur, berhasil ditemukan.
ADVERTISEMENT
Namun, cerita tidak berakhir di sini, mulai tahun 2015-2016 bermunculan informasi bahwa bangkai-bangkai kapal perang sekutu tersebut telah menghilang dari lokasi temuannya. Setelah diadakan investigasi lebih lanjut, diketahui bahwa bangkai kapal tersebut dijarah untuk dijual sebagai besi tua, oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tindakan penjarahan atas bangkai-bangkai kapal perang tersebut jelas tidak mempertimbangkan pentingnya nilai sejarah dari bangkai kapal perang tersebut serta tidak menghormati jasad para pelaut sekutu yang kemudian diketahui “dibuang” secara tidak hormat di kuburan massal di pantai terpencil.
Hilangnya bangkai kapal perang sekutu yang bernilai sejarah tinggi tersebut tentu mengundang kecaman dunia internasional, terutama dari negara-negara asal bangkai kapal perang tersebut. Namun demikian di sisi lain, hilangnya bangkai kapal perang sekutu tersebut telah menyebabkan munculnya perhatian atas upaya pelestarian bangkai-bangkai kapal perang lainnya yang masih tersisa.
ADVERTISEMENT
Meskipun kini sebagian besar bangkai kapal perang sekutu yang tenggelam akibat Pertempuran Laut Jawa telah hilang, kiranya cerita sejarah atas salah satu pertempuran laut terbesar yang pernah terjadi di dalam wilayah Indonesia harus terus diwariskan ke generasi penerus. Hal ini penting agar cerita suatu peristiwa penting yang mengubah jalan cerita sejarah Indonesia dapat terus terjaga.