Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Efisiensi Anggaran & Makan Bergizi Gratis: Harapan atau Awal Kehancuran?
11 Februari 2025 16:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Panji R A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Foto: BPMI Setpres/Cahyo Sekretariat Presiden - www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-prabowo-tinjau-program-mbg-di-bogor/](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkt3qwcy8vhcbmadery32xj4.jpg)
ADVERTISEMENT
Rasanya sulit, mengulas sesuatu keruwetan dari ambisi seseorang kali ini. Awal tahun 2025, masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan penghematan anggaran sebesar Rp 306,6 triliun. Menindaklanjuti Inpres tersebut, Sri Mulyani kemudian mengeluarkan Surat Menkeu Nomor S-37/MK.02/2025. Lantas, apa tujuan Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) serta transfer ke daerah?
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani, berucap bahwa Presiden menyampaikan dalam instruksi untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien. Dan penggunaan anggaran akan ditujukan kepada langkah-langkah yang memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat langsung, salah satunya seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kalau dilihat lagi, Prabowo tampak berupaya konsisten dengan janji kampanyenya yang kini coba direalisasikan dengan memangkas anggaran berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) hingga pemerintah daerah di awal era kepemimpinannya. Namun, di balik itu, ada indikasi bahwa Prabowo terjebak dalam ambisinya sendiri—menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menjaga inflasi tetap terkendali, serta mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri. Akibat janji dan target yang begitu ambisius, ruang fiskal menjadi semakin terbatas, membuatnya tak memiliki banyak pilihan.
Pikirnya, mungkin salah satu opsi paling sederhana yang akhirnya bisa diambil adalah memangkas hampir seluruh anggaran K/L dan Dana Transfer ke Daerah salah satunya untuk menutupi kebutuhan dana program Makan Bergizi Gratis, yang hingga kini masih memiliki kesenjangan pembiayaan yang cukup besar. Dalam situasi ini, para menteri di kabinetnya, layaknya prajurit, harus mengikuti perintah tanpa banyak ruang pertempuran gagasan dan argumen—ketika komando sudah diberikan, maka harus siap, siap dan laksanakan! Sayangnya, pemangkasan anggaran ini juga menyasar sektor-sektor produktif, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
ADVERTISEMENT
Padahal, sektor-sektor ini memiliki dampak signifikan terhadap keberlanjutan perekonomian dalam jangka panjang. Alih-alih seperti yang dikatakan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro yang mengatakan bahwa instruksi presiden itu, dilakukan untuk menjaga stabilitas, inklusivitas dan keberlanjutan anggaran. Tetapi jika pemangkasan dilakukan secara agresif tanpa perencanaan yang cermat, dikhawatirkan akan memperlambat pemulihan ekonomi dan menurunkan daya konsumsi masyarakat.
Lebih jauh, langkah tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha dan investor, yang pada akhirnya dapat memengaruhi minat mereka untuk berinvestasi di Indonesia. Yang artinya, investasi ke Indonesia akan menurun, maka penciptaan lapangan pekerjaan juga akan berkurang. Sederhananya jika keputusan yang diambil tanpa ada pertimbangan dan telaah yang selektif dapat memberikan efek multiplikatif bagi perekonomian.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana dengan janji yang selama ini kemarin digaungkan oleh Prabowo-Gibran yang akan membuka 19 Juta lapangan pekerjaan baru?? Bagaimana cara mencapai optimisme angka pertumbuhan ekonomi 8%? Dengan sinyal perekonomian saat ini saja mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan ekonomi, hal itu divalidasi ketika Gubernur Bank Indonesia mengumumkan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada pertengahan Januari 2025, karena menilai melambatnya sejumlah indikator seperti ekspor, investasi swasta, hingga konsumsi rumah tangga. Ditambah lagi, ternyata Anggaran Belanja Pemerintah juga dipangkas secara brutal dengan istilah efisiensi anggaran. Yang jadi tanda tanya besar adalah, bagaimana dan dengan apa Prabowo akan meningkatkan merealisasikan target ambisinya tahun ini?
Kalau dilihat penting atau tidak, rasanya efisiensi anggaran memang hal yang seharusnya dan sewajarnya dilakukan di setiap masa kepemimpinan pemerintahan. Prinsip ini memang harus lebih didorong kepada masyarakat untuk transparansi informasi dan literasi politik. Dengan Catatan, efisiensi anggaran yang besar-besaran ini dilakukan secara selektif dan diimbangi juga dengan agenda mencegah defisit anggaran melebar dan kalau perlu menghapuskan ketergantungan kebutuhan utang baru oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kalau melihat ulang pada APBN 2025 masih terdapat defisit anggaran sebanyak Rp 616,2 triliun, ditambah dengan adanya program prioritas oleh pemerintah, nampaknya kalau dipaksa melakukan efisiensi anggaran semata-mata hanya untuk Program Prioritas Makan Bergizi Gratis, rasanya, akan sama saja. Ke depan pemerintah masih tetap defisit di TA 2026 dengan angkanya bahkan bisa melebihi defisit anggaran TA 2025.
Andai aku bisa ikut campur, akan ku tunda atau ku batalkan program itu dan aku coba mengurangi anggaran di sektor yang tidak memberikan dampak nyata dan penguatan bagi ekonomi, lalu memfokuskan anggaran yang ku punya ke sektor riil, sehingga memberikan efek multiplikatif terhadap perekonomian di masyarakat lokal. Karena masyarakat sedang butuh dorongan dari pemerintah untuk bangkit dari hantaman lemahnya daya beli, bukan untuk semakin dikencangkan ikat pinggangnya.
ADVERTISEMENT
Sudah ketiban utang, ditambah termakan ambisi dan janjinya sendiri. Rumus Ekonomi wae ditabrak, ra kanggo. Masih optimis? Ahh, rasanya sulit.
Apakah masyarakat benar-benar akan merasakan manfaat program ini seperti di Tiongkok, atau justru menjadi beban fiskal baru? Padahal, Tiongkok ketika merealisasikan program Makan Bergizi Gratis juga mengalami kesulitan soal anggaran.
Ah sudahlah, paling tidak pemerintah sudah optimis dan berusaha yang terbaik