Konten dari Pengguna

Ancaman Pornografi di Era Digital Menjadi Tantangan bagi Indonesia

Panji Siddiqhin
Mahasiswa universitas pamulang yang mengunakan kumparan untuk media pembelajaran dan mengekspresikan pendapat secara bebas namun tanpa menyindir pihak pihak tertentu.
23 November 2024 15:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Panji Siddiqhin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi remaja sedang menonton pornografi (dokumen pribadi) milik Panji Shiddiqin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi remaja sedang menonton pornografi (dokumen pribadi) milik Panji Shiddiqin
ADVERTISEMENT
Pornografi telah menjadi salah satu isu sosial yang terus berkembang di Indonesia. Dengan akses internet yang semakin mudah dan penggunaan perangkat digital yang meningkat, materi pornografi semakin mudah diakses oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak dan remaja. Fenomena ini memunculkan berbagai dampak negatif, baik secara psikologis, sosial, maupun moral, yang memerlukan perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah. apasih
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2017, sebanyak 94% siswa pernah mengakses konten pornografi. Media yang digunakan untuk mengakses konten ini antara lain komik (43%), internet (57%), game (4%), film/TV (17%), media sosial (34%), majalah (19%), buku (26%), dan lainnya (4%). https://kumparan.com/kumparanhits/transgender-isa-zega-dilaporkan-ke-polisi-atas-dugaan-penistaan-agama-23xMtN3knfb

Faktor Penyebab Maraknya Pornografi

1. Kemudahan Akses Internet

Kemajuan teknologi dan penyebaran internet yang luas di Indonesia menjadi salah satu faktor utama. Dengan smartphone, konten pornografi dapat diakses kapan saja dan di mana saja.

2. Kurangnya Literasi Digital

Banyak masyarakat, terutama generasi muda, belum memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menyaring informasi yang mereka temui di dunia maya. Hal ini membuat mereka rentan terhadap paparan konten pornografi.
3. Minimnya Pengawasan Orang Tua
ADVERTISEMENT
Orang tua sering kali tidak memahami atau mengontrol aktivitas digital anak-anak mereka. Hal ini memberikan celah bagi anak-anak untuk mengakses konten yang tidak sesuai dengan usia mereka.
4. Kelemahan Regulasi dan Penegakan Hukum
Meskipun ada undang-undang yang melarang distribusi dan konsumsi pornografi, implementasi dan pengawasan di lapangan masih lemah. Banyak situs atau aplikasi yang masih dengan mudah menyebarkan materi tersebut.
5. Budaya Konsumsi Digital
Kebiasaan masyarakat yang cenderung menghabiskan waktu di internet, terutama media sosial, membuka peluang bagi mereka untuk terpapar iklan atau tautan yang mengarah ke konten pornografi.

Peran Pancasila dalam Menangani Maraknya Pornografi

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Landasan Moral dan Spiritual:
Pornografi bertentangan dengan ajaran agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Sila pertama menegaskan pentingnya kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai agama dan keimanan, yang mengajarkan pengendalian diri dan menjauhkan diri dari perilaku yang merusak moral.
ADVERTISEMENT
Peran Tokoh Agama:
Nilai sila pertama mendorong tokoh agama untuk aktif mengedukasi masyarakat tentang bahaya pornografi dan pentingnya menjaga moralitas dalam kehidupan sehari-hari.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menjaga Martabat Manusia:
Pornografi sering kali mengeksploitasi tubuh manusia sebagai objek, yang merendahkan martabat kemanusiaan. Sila kedua menekankan pentingnya menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan menolak segala bentuk eksploitasi.
Pendidikan Moral:
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup secara beradab dan menolak konsumsi atau produksi pornografi sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Menguatkan Solidaritas Sosial:
Pornografi dapat memecah belah nilai-nilai kekeluargaan dan solidaritas dalam masyarakat. Sila ketiga mendorong masyarakat untuk bersatu melawan ancaman yang dapat merusak nilai sosial dan budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
Kampanye Bersama:
Menggalakkan kampanye anti-pornografi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah, komunitas, dan lembaga pendidikan.
4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kebijakan dan Regulasi:
Pemerintah didorong untuk merumuskan kebijakan yang tegas dan bijaksana dalam memberantas pornografi, seperti memperketat regulasi internet dan memberikan sanksi bagi pelanggar.
Partisipasi Masyarakat:
Melibatkan masyarakat dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait langkah-langkah untuk menangani pornografi, sehingga kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan rakyat.
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pemerataan Akses Pendidikan:
Salah satu penyebab maraknya pornografi adalah rendahnya literasi digital dan pendidikan. Sila kelima menekankan pentingnya keadilan dalam akses pendidikan untuk semua kalangan, termasuk edukasi tentang dampak negatif pornografi.
ADVERTISEMENT
Mendukung Rehabilitasi:
Mendorong pemerintah untuk menyediakan program rehabilitasi bagi individu yang terpapar atau kecanduan pornografi, sebagai bagian dari upaya mencapai keadilan sosial.
Penutup
Pancasila adalah pedoman moral dan etika yang dapat menjadi solusi dalam menangani maraknya pornografi di Indonesia. Dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten, masyarakat Indonesia dapat menjaga moralitas, memperkuat solidaritas sosial, dan membangun generasi yang lebih baik.
Tugas: Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu: Bapak Mawardi Nurullah, S.Pd., M.Pd.