Makna di Balik Tradisi Kupat Janur dan Makan Lepet di Brebes

Tim PanturaPost
Referensine Wong Pantura | Partner kumparan 1001 Media
Konten dari Pengguna
5 Juni 2019 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tim PanturaPost tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penjual ketupat di Brebes. Foto: Panturapost
zoom-in-whitePerbesar
Penjual ketupat di Brebes. Foto: Panturapost
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BREBES - Perayaan Idul Fitri tak lengkap kiranya jika tidak menyandingkan hidangan berupa ketupat yang menggunakan janur sebagai wadahnya. Janur merupakan daun kelapa yang masih muda berwarna kuning kehijauan.
ADVERTISEMENT
Janur kemudian dianyam sedemikian rupa, hingga menjadi bangun ruang yang nantinya diisi dengan beras dan direbus hingga akhirnya menjadi ketupat lebaran.
Tak seperti hari biasanya, masyarakat mungkin lebih mengenal ketupat menggunakan daun pisang yang umumnya kita sebut lontong. Namun, saat lebaran, hampir semua menggunakan selongsong janur untuk bungkus ketupat.
Selongsong ketupat biasanya dijual pada saat prepegan H-2 dan H-1. Tiap satu urung ketupat janur, penjual biasanya membanderol dengan harga Rp 1.000.
Namun, apakah anda tahu cerita di balik penggunaan daun janur sebagai wadah ketupat? Sejarawan Pantura, Wijanarto, menjelaskan penggunaan janur sebagai selongsong ketupat memiliki makna ngaku lepat (mengakui kesalahan).
Ketupat. Foto: Panturapost
Ketupat yang dibelah dan bersih menyimbolkan jiwa yang fitri. Di Brebes, setelah makan ketupat, biasanya ada kudapan penutup yakni dengan makan lepet (asal kata dari lepat/luput) yang juga menggunakan janur sebagai selongsongnya dengan isian ketan dan kacang merah yang gurih.
ADVERTISEMENT
Makan lepet sebagai simbol jiwa dan raga yang fitri akan direkatkan kembali. Sehingga menjadi manusia yang kembali fitri.
"Maka dari itulah, setiap perjamuan lebaran di Brebes, ada panganan kupat dan lepet yang berbahan dasar ketan dan isinya kacang dengan butiran kelapa yang membuat sensasi lebih gurih," jelas Wijan.
Wijan melanjutkan, filosofi ketupat dan lepet tersebut konon merupakan bagian dakwah dari Sunan Kalijaga, sebagai upaya menjaga kerukunan, silaturahim melalui pesan pesan kultural. Simbol belah ketupat menyimbolkan bangunan Makkah dari 5 penjuru.
"Sunan Kalijaga memadukan antara kebudayaan Islam dan kultur setempat. Hal ini untuk memudahkan dakwahnya," kata Wijan.
Selain itu, dalam beberapa hal, janur mengandung arti keselamatan. Wijan menceritakan tentang Anoman Obong dalam Ramayana di Alengka, di mana agar rumah penduduk selamat, di depannya harus disematkan daun janur kuning.
ADVERTISEMENT
"Tidak hanya itu saja. Ketika kita mengingat sejarah Indonesia pada peristiwa Serangan Umum 11 Maret, pasukan Soeharto mengenakan daun janur kuning di lehernya. Ini menjadi sebuah sejarah di mana janur tak bisa lepas dari kebudayaan Indonesia," pungkas Wijan.
Reporter: Yunar Rahmawan
Editor: Irsyam Faiz