Apa Hukum Menukar Uang dengan Uang Baru dalam Islam?

Konten Media Partner
20 April 2022 13:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Warga menukar uang baru di Jalan Ahmad Yani Kota Tegal, Rabu (20/4/2022). (Foto: Irsyam Faiz/PanturaPost)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Warga menukar uang baru di Jalan Ahmad Yani Kota Tegal, Rabu (20/4/2022). (Foto: Irsyam Faiz/PanturaPost)
ADVERTISEMENT
Salah satu tradisi di hari raya lebaran yaitu berbagi THR kepada saudara dan kerabat. Sebagian besar masyarakat muslim ramai ramai menukarkan uang cetakan lama dengan uang cetakan baru dengan pecahan uang yang lebih kecil.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya di bank, jasa penukaran uang pun marak muncul di tepi jalan kota. Bahkan di masa sekarang tak sedikit yang menawarkan jasa penukaran uang di media sosial.
Para penyedia jasa penukaran uang umumnya memasang tarif tertentu untuk setiap nominal uang yang ditukarkan. Misalnya, untuk setiap seratus ribu dikenakan jasa 10% atau sepuluh ribu.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum menukar uang baru menurut ajaran Islam? Apakah penukaran tersebut masuk dalam kategori riba?
Hukum tukar menukar atau barter telah diatur oleh Islam sejak zaman dahulu.
Terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Yaitu takaran, jenis transaksinya apakah tunai atau non tunai, serta jenis barang yang di tukarkan.
Dalam sebuah hadits dari Abu Sa'id Al Khudri, nabi saw. mengatakan,
ADVERTISEMENT
"Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, syair (gandum kasar) ditukar dengan syair, kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai, siapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan transaksi riba, baik yang mengambil maupun yang memberinya sama sama berada dalam dosa. (H.R. Ahmad dan Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa tukar menukar barang sejenis (dalam hal ini uang rupiah) nilainya harus sama dan tunai. Jika ada selisih di antaranya maka selesihnya adalah riba. Maka jika hendak tukar menukar uang tidak boleh ada selisihnya.
Sedangkan yang banyak terjadi di masyarakat, konsumen dikenakan biaya tambahan atau potongan dalam transaksi yang menjadikan nilainya tidak sama. Misal, uang pecahan seratus ribu dibayar dengan seratus sepuluh ribu, atau dipotong menjadi sembilan puluh ribu. Jika demikian, selisihnya adalah riba dan hal tersebut diharamkan dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari channel Youtube Amroni Munir, Ustadz Ammi Nur Baits selaku dewan pembina KonsultasiSyariah.com menyampaikan, riba merupakan dosa yang sangat besar. Bahkan Allah SWT dalam Al Qur'an menantang orang yang memakan riba dengan tantangan perang yang akan terjadi di padang Mahsyar. Nabi Muhammad saw. juga menyebutkan dosa paling kecil dari transaksi riba adalah seperti berzina dengan ibunya, sebagaimana dalam hadits riwayat Hakim.
Sehingga jelaslah jika menukar uang di jasa penukaran uang yang terdapat selisih, hukumnya adalah haram. Adapun jika tukar menukar di lembaga keuangan dan nilainya sama, artinya tidak ada biaya tambahan maupun potongan maka diperbolehkan.
Oleh karena itu, umat muslim harus lebih memperhatikan syariat agar tidak terjerumus riba yang menjadikan niat baik berbagi justru terbakar karena dosa riba. Wallahu A'lam Bishawab. (*)
ADVERTISEMENT