Konten Media Partner

Hasil Pemeriksaan Kejiwaan Ibu Gorok Anak di Brebes, Alami Gangguan Jiwa Berat

18 April 2022 20:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolres Brebes, AKBP Faisal Febrianto dalam konferensi pers di halaman Satreskrim Polres Brebes, Senin (18/4/2022), soal hasil pemeriksaaan kejiwaan Kanti Utami.
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Brebes, AKBP Faisal Febrianto dalam konferensi pers di halaman Satreskrim Polres Brebes, Senin (18/4/2022), soal hasil pemeriksaaan kejiwaan Kanti Utami.
ADVERTISEMENT
BREBES - Hasil pemeriksaan kejiwaan Kanti Utami, terduga pelaku pembunuhan dan penganiayaan kepada tiga anak kandungnya sendiri di Desa Tonjong Kec. Tonjong Kab. Brebes itu, mengalami gangguan jiwa berat. Pemeriksaan dilakukan tim dokter kejiwaan sekitar satu bulan di RSUD Soeselo Slawi Kab. Tegal.
ADVERTISEMENT
"Ya memang berdasarkan hasil pemeriksaan dan observasi tim dokter kejiwaan, terduga pelaku mengalami gangguan jiwa berat. Saat ini, dia (Kanti Utami) menjalani observasi kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang," kata Kapolres Brebes, AKBP Faisal Febrianto dalam konferensi pers di halaman Satreskrim Polres Brebes, Senin (18/4/2022).
Faisal menambahkan, berdasarkan hasil observasi tim dokter kejiwaan, gangguan kejiwaan Kanti Utami sudah terjadi sejak kecil hingga sekarang. Gangguan jiwa ini akibat pelaku sering mendapatkan kekerasan saat ia masih kecil dan dipendam hingga dewasa.
"Saat ini terduga pelaku masih mengalami halusinasi yakni sering mendengar bisikan-bisikan. Atas dasar itu, kami masih berkoordinasi dengan kejaksaan dan pihak terkait, (Hakim dan Jaksa) untuk menetapkan status hukum terduga pelaku," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Kapolres menjelaskan, jika mengacu UU KUHP Pasal 44, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat dihukum atau dipidana.
Sementara itu, Dokter Kejiwaan RSUD Dr. Soeselo Slawi, dr. Gloria Immanuel, Sp.KJ. mengatakan, pemeriksaan oleh tim dokter kejiwaan di RSUD Dr. Soeselo Slawi terhadap terduga pelaku dilakulan sekitar satu bulan lamanya. Pemeriksaan dengan beberapa tahap ini menyimpulkan bahwa terduga pelaku mengalami gangguan jiwa berat yang nyata.
"Pertama, gangguan jiwa berat ini karena terduga pelaku selalu mendengar bisikan-bisikan di telinga yang sudah menetap lebih dari satu bulan. Yang kedua, adanya keyakinan menetap yang tidak sesuai logika atau kami menyebutnya sebagai waham. Sudah enam bulan terduga mengalami gangguan jiwa tersebut," kata dr. Gloria Immanuel, Sp.KJ.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut jika gangguan jiwa ini juga sudah mengganggu terduga pelaku dalam beraktivitas sehari-hari. Kejiwaan ini juga sudah menurunkan kemampuan fungsi, baik fungsi sosial, fungsi ekonomi, maupun fungsi sebagai seorang ibu. Dari hasil pemeriksaan ini, pihaknya menyimpulkan terduga pelaku mengalami gangguan jiwa yang berat.
"Waham yang ada dalam ibu ini sudah menetap enam bulan terakhir. Jadi, ini bukan sebuah kejadian yang baru dialami. Ini bukan gangguan jiwa yang baru dialami. Tapi ini adalah sebuah rangkaian. Bahkan, saat kami melakukan pemeriksaan lebih jauh, ada gangguan gangguan jiwa sejak masa kanak-kanak sampai dewasa," beber dia.
Ia menyatakan, peristiwa penganiayaan dan pembunuhan anak kandung ini merupakan puncak dari gangguan jiwa yang dialami terduga pelaku. Pemeriksaan yang dilakukan melalui beberapa tahap seperti pemeriksaan mental ataupun kejiwaan dan pemeriksaan kepribadian ini, terduga pelaku sudah mengalami gangguan kepribadian sejak masih remaja.
ADVERTISEMENT
"Tetapi saat remaja, terduga pelaku masih bisa mengendalikan gangguan kepribadiannya. Kami menyebutnya dengan istilah sublimasi, di mana saat mengalami gangguan jiwa, ia bisa mengaturnya untuk menjadi hal yang positif. Saat masih mampu mengendalikan gangguan itu, ia masih terlihat seperti orang normal," beber dia. .
Sedangkan berdasarkan teori dan praktik kedokteran, lanjut dia, terduga pelaku bisa sembuh dari gangguan jiwa tersebut. Namun upaya penyembuhan ini membutuhkan waktu sampai bertahun-tahun. Hal ini karena gangguan jiwa yang dialami terduga pelaku sudah berlangsung cukup lama.
"Menurut pengakuan terduga pelaku, saat saat masih kanak-kanak sering mendapatkan kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan juga pelecehan yang ia simpan sendiri," jelasnya.
Bahkan, kata dia, terduga menyimpan kekerasan yang dialaminya itu sejak dulu dan disimpan sendiri. Saat pemeriksaan itu, ia menceritakan kejadian saat masa kecil. Pihaknya terus memeriksa dan jawabannya tetap sama, yaitu menceritakan kejadian saat masih kecil. "Terkait dengan peristiwa pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan oleh terduga pelaku, itu terjadi lantaran terduga pelaku tidak menginginkan kejadian serupa menimpa pada ataupun dialami oleh anak-anaknya," pungkas dia. (*)
ADVERTISEMENT