Jejak Islam di Brebes, Dari Pesisir hingga Pegunungan

Konten Media Partner
1 Juni 2018 12:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jejak Islam di Brebes, Dari Pesisir hingga Pegunungan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
BREBES - Pengaruh Islam mulai masuk ke Kabupaten Brebes sejak abad 15. Dalam buku Summa Oriental karya Tom Pirres mencatat bahwa wilayah yang pertama kali didatangi saudagar Islam melalui jalur laut adalah daerah Losari.
ADVERTISEMENT
Sejarawan Brebes Wijanarto menjelaskan, wilayah Losari yang dahulu bernama Locarij merupakan sebuah pelabuhan di bawah pimpinan Syahbandar yang masih memiliki pertalian darah dengan penguasa Demak.
"Losari telah ramai oleh kapal-kapal dagang dari berbagai negeri di Nusantara serta dipengaruhi Islam sejak abad 15," jelas Wijanarto kepada Panturapost.id.
Bukti sejarah lainnya, terdapat peninggalan makam Pangeran Angkawijaya (Panembahan Losari) cucu dari Sunan Gunung Jati yang ditengarai dari abad XVI.
"Makam di Pulosaren Losari Lor itu membuktikan pengaruh Islam dan kekuasaan Cirebon," tutur Wijan yang juga merupakan Kasi Sejarah Cagar Budaya dan Permusiuman pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes.
Jejak Islam di Brebes, Dari Pesisir hingga Pegunungan (1)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Pulosaren, Losari, Brebes. (Foto: Wijanarto)
Selai itu, Wijan menyebutkan, jejak lainnya yaitu adanya makam Syekh Junaidi yang berada di Desa Randusanga Wetan yang merupakan wilayah pesisir juga, sebagai tokoh yang banyak disebut sebagai pendakwah dan penyebaran Islam. "Jika melihat tipikal, maka wilayah pesisirlah yang pertama memperoleh pengaruh penyebaran Islam," tutur Wijan.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya, Islam mulai merambah dari pesisir hingga wilayah pegunungan. Hal tersebut dibuktikan dengan mulai berdirinya pondok pesantren di beberapa tempat.
"Selain tokoh patut pula disebut jejak pesantren tua di Kabupaten Brebes seperti pondok pesantren Lumpur di Losari, pesantren Karangmalang di Ketanggungan (Brebes Tengah), Pesantren di Luwungragi, di Benda Sirampog yang merupakan wilayah Brebes Selatan sebagai dataran tinggi yang berdiri dari abad 19 dan awal abad 20," papar Wijan.
Di dalam pusat kota Brebes sendiri terdapat Masjid Agung Brebes yang dibangun pada masa Bupati Aria Singasari Panatayuda II. "Masjid Agung Brebes diperkirakan selesai setelah pembangunan Pendopo permanen," jelas Wijan.
Jejak Islam di Brebes, Dari Pesisir hingga Pegunungan (2)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Agung Brebes. (Foto: Yunar Rahmawan/Panturapost.id)
Penataan ruang saat itu, disebut oleh Wijan, merupakan sebuah kosmologi tradisional yang berpadu dengan Islam. "Konsep masjid agung diletakkan di sebelah barat alun alun. Sementara Pendopo menghadap ke utara (laut Jawa) membelakangi gunung slamet di selatannya. Alun alun adalah ruang kosong yang menjaga keseimbangan ruang lainnya," jelas Wijan.
ADVERTISEMENT
Di belakang Masjid Agung terletak kampung Kauman. Dalam istilah sosiologi kampung ini merujuk pada wilayah yang dihuni kaum Islam saleh. Istilah kaum santri. "Maka sampai sekarang kita masih mendengar kampung Kauman selalu terletak di sekitar Masjid. Di kampung Kauman Brebes, lahirlah Bupati Syatori," terang Wijan.
Dalam perkembangannya, masuknya Islam di Kabupaten Brebes juga dengan perpaduan budaya. "Hal yang menarik adalah, adanya cultural compromize, yakni penerimaan ajaran baru, namun tidak meninggalkan tradisi lama, sehingga bisa diterima dengan baik, tanpa ada konfrontasi sosial," lanjut Wijan.
Jejak Islam di Brebes, Dari Pesisir hingga Pegunungan (3)
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Ngasa, Jalawastu, Brebes. (Foto: Humas Pemkab Brebes)
Salah satu contoh adanya kultural kompromize adalah dengan masih digelarnya tradisi Ngasa di Kampung Adat Jalawastu, Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan. Dimana pada prosesinya terdapat doa doa yang dipanjatkan kepada leluhur. "Doa dalam tradisi Ngasa masih memberikan tempat pada Guriang panutus dan Batara Sakti windu buwana," kata Wijan.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Islam yang semakin besar, ternyata tidak serta merta memudarkan kearifan lokal. Banyak tradisi terdahulu yang disebut merupakan kultur masyarakat Jawa masih bertahan hingga kini. "Penyebaran Islam melalui wayang, adanya kitab kuning dengan tulisan Arab bahasa Jawa, begitu juga dengan perpaduan gamelan dan sholawat merupakan akulturasi budaya yang bersinergi dengan Islam," tandas Wijan.
Penulis: Yunar Rahmawan
Editor: Muhammad Irsyam Faiz