Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Menilik Pembuatan Kue Pia, Makanan Khas Tionghoa yang Sudah Meluas
31 Januari 2019 16:15 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
ADVERTISEMENT
TEGAL - Imlek tahun ini jatuh pada 5 Februari 2019 dan sudah tentu dipersiapkan oleh keturunan Tionghoa di berbagai tempat. Banyak tradisi yang dilakukan oleh mereka dalam merayakan dan meramaikan Imlek. Di antaranya menyajikan makanan yang serba manis.
ADVERTISEMENT
Setiap menjelang Hari Raya Imlek, masyarakat luas kebanyakan menandainya dengan berbagai ornamen khas Tionghoa yang serba merah, begitu juga dengan kulinernya. Tak hanya kue keranjang saja, ada kue pia, yang ternyata salah satu jajanan khas Tionghoa.
Berbeda dengan kue keranjang yang tenar hanya saat imlek, kue pia ini diproduksi setiap hari guna memenuhi permintaan pasar. Itulah sebabnya, kita bisa menjumpai kue pia tanpa harus menunggu Imlek tiba.
Di Kota Tegal, ada beberapa perajin kue pia dan mayoritas diproduksi oleh keturunan Tionghoa. Namun dalam perkembangannya, tak sedikit juga warga pribumi yang menekuni usaha jajanan ini.
Kodri (46) merupakan salah satu yang membuka bisnis kue pia yang berada di Jalan Serayu, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Dia mengaku awalnya coba-coba membuat makanan khas tersebut setelah 20 tahun menjadi karyawan pabrik pembuatan kue pia milik warga Tionghoa.
ADVERTISEMENT
"Saya dapat resep pembuatan pia dari Paweden 100 yaitu komplek pembuat kue milik Cina. Dulu kerja di situ. sampai akhirnya pada tahun 2010 saya coba coba bikin sendiri di rumah. Ternyata banyak yang suka dan laku. Akhirnya sampai sekarang," ungkapnya, Rabu 30 Januari 2019.
Lebih lanjut Kodri menjelaskan, supaya mendapat hasil yang memuaskan, pembuatan kue pia juga harus diperhatikan takarannya. Tak hanya sekedar paham tentang resepnya, berat masing-masing komposisi juga menjadi bagian utama dalam menentukan cita rasa akhir.
"Kalau bahannya ya biasa saja seperti terigu, minyak, vanilli. Kalau isinya ada empat macam, ada kacang ijo, coklat, susu, buah kering atau sokade. Tapi semua harus ditimbang sesuai takaran dan harus pas," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Setiap hari, rata-rata Kodri bisa menjual antara 300 sampai 500 kue pia dengan harga satuan Rp.2.500 yang didistribusikan ke toko dan pasar yang ada di Tegal dan sekitarnya. "Kita setiap hari produksi karena memang sudah banyak langganan. Permintaan meningkat kalau Imlek bisa sampai 50 persen," tuturnya.
Sementara itu, Sejarawan Pantura, Wijanarto mengatakan, adanya dinamika tersebut merupakan bukti bahwa terdapat kontribusi dari keturunan Tionghoa yang. Salah satunya di bidang kuliner. "Kita harus mengakui, pengaruh makanan kuliner yang merupakan peradaban Tionghoa seperti taucho, kecap, dan latopya ini sekarang tidak lagi menjadi politik identitas masyarakat Tionghoa. Tetapi sudah menusantara," kata Wijan.
Wijan mencontohkan, salah satu kuliner khas Tionghoa yang kini tersebar luas yakni telur asin. Bahkan menjadi ciri khas kuliner Kabupaten Brebes. Bergulirnya waktu, sekarang ini banyak orang di luar Tionghoa yang memproduksi makanan tersebut. "Ini menandakan adanya proses akulturasi, dan juga persebaran bagaiamana yang dulu kuliner eksklusif masyarakat Tionghoa, dan sekarang menjadi kuliner nusantara khususnya di wilayah Jawa," pungkas Wijan. (*)
ADVERTISEMENT
Reporter : Yunar Rahmawan
Editor : Muhammad Abduh