news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pengakuan Santoso: Diusir dari Rusunawa Kota Tegal, Dituduh Menunggak Rp 2 Juta

Konten Media Partner
31 Maret 2021 16:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rusunawa Kraton, Kota Tegal. (Foto: Setyadi)
zoom-in-whitePerbesar
Rusunawa Kraton, Kota Tegal. (Foto: Setyadi)
ADVERTISEMENT
Santoso pria 61 tahun itu terpaksa keluar dari kamar nomor 202 Blok B Rusunawa Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal pada 28 Februari lalu. Dia tak sendiri. Bersama puluhan kepala keluarga (KK) lainnya, dia dipaksa keluar karena dituding menunggak uang sewa hingga Rp 2 juta dan masa sewa hunian telah habis.
ADVERTISEMENT
"Saya diminta keluar. Kunci kamar dicongkel. Barang-barang dikeluarkan selain alasan masa sewa habis, dianggap menunggak Rp 2.040.000. Padahal saya merasa tidak punya tunggakan, saya menyimpan nota-nota pembayaran," kata Santoso, saat ditemui PanturaPost.com di Rusunawa , Rabu (31/3/2021).
Santoso mengatakan, sempat selama tiga hari tiga malam, terpaksa tidur beralaskan lantai di emperan tak jauh dari unit huniannya. Saat itu, ia mengaku tak tahu harus ke mana lagi.
Ia bersama istri dan keempat anaknya bahkan mengaku masih trauma. Atas tindakan yang dilakukan petugas saat eksekusi berlangsung.
Saat itu setidaknya ada 5 kepala keluarga (KK) lainnya yang tinggal di lantai yang sama Blok B, dan puluhan lainnya di Blok A yang juga dipaksa keluar pada 1 Maret 2021.
ADVERTISEMENT
Santoso mengaku pekerjaannya sebagai tukang parkir tak mampu mendirikan tempat tinggal mandiri untuk anak dan istrinya. Istrinya sendiri saat ini bekerja sebagai asisten rumah tangga.
"Awalnya sebagai tukang parkir di alun-alun sebelum pandemi Covid-19. Karena alun-alun dibongkar (revitalisasi) saya berhenti sampai detik ini," kata Santoso.
Selama 6 tahun terakhir tinggal di rusunawa, ia mengaku rajin membayar uang sewa Rp 120.000 per bulan. Ditambah pembayaran air PDAM Rp 60.000, dan listrik Rp 90.000.
Santoso (61) penghuni Komplek B Rusunawa Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal. (Foto: Setyadi)
"Nota-nota sudah saya buktikan di hadapan pengelola. Tapi mereka pada akhirnya beralasan ada kesalahan komputer saat pencatatan, kan tidak masuk akal. Itu mungkin yang jadi dasar argumentasi agar saya keluar," katanya.
Kini, muncul kabar menyusul 62 KK lainnya yang akan diminta paksa keluar pada Rabu 31 Maret hari ini. Meski belakangan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) menyatakan memberikan perpanjangan waktu hingga 31 Mei untuk keluar.
ADVERTISEMENT
"Kalau bisa yang lain jangan sampai mengalami seperti saya. Kasihan," ucap dengan mata berkaca-kaca.
Menurut Santoso, rata-rata mereka yang tinggal di rusunawa merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Harapannya yang memang masih belum mampu biar bisa tinggal. Sementara yang memang benar-benar sudah mampu atas kesadaran sendiri agar pindah," pungkas Santoso.
Sementara itu, salah satu penghuni Rusunawa lainnya, Andi Surya (39) mengaku tak tahu lagi harus pindah ke mana ketika 31 Mei mendatang dipaksa harus keluar dari rusun.
"Rencana hari ini tidak jadi dikosongkan diundur sampai 31 Mei. Pemberitahuan baru lisan, belum ada tertulis," katanya.
Andi Surya sendiri bekerja sebagai sopir yang hanya berangkat dua kali dalam sepekan. Pendapatannya yang pas-pasan membuat dirinya tak bisa buat mengontrak atau kos tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
"Harapannya masih di sini. Karena kita MBR. Bisa buat makan saja alhamdulillah, tidak bisa sampai buat ngontrak, apalagi beli rumah," katanya.
Andi menyatakan belum punya rencana harus pindah ke mana. Alternatifnya, kata Andi kemungkinan akan bertahan meski harus tinggal di emperan rusun.
"Bingung tidak tahu harus pindah ke mana. Mungkin terpaksa seperti Pak Domiri. Barang-barang masih di sini, hidup penclak penclok. Habis bagaimana lagi ngontrak tidak mampu," katanya.
Sementara itu, puluhan orang dari sejumlah elemen mahasiswa di Kota Tegal tampak berada di kawasan rusun sejak Selasa (30/3/2021) malam hingga Rabu siang. Mereka mengaku berjaga-jaga jika rencana eksekusi paksa jadi dilakukan oleh pengelola.
Mahasiswa menganggap, pengosongan paksa pada 28 Februari dan 1 Maret lalu merupakan tindakan tidak manusiawi dan jangan sampai terulang.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Kepala Disperkim Eko Setyawan mengatakan, pengosongan rusunawa tidak jadi dilakukan dan diundur hingga akhir Mei 2021. (*)