Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Rata-Rata Satu Hari, 13 Orang di Kabupaten Tegal Bercerai
3 Oktober 2019 20:28 WIB

ADVERTISEMENT
SLAWI - Angka perceraian di Kabupaten Tegal tergolong tinggi. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Tegal, selama periode Januari - September tahun 2019 terdapat 3.451 pasangan mengajukan gugatan cerai. Dan didominasi gugatan cerai seorang istri terhadap suami.
ADVERTISEMENT
Humas Pegadilan Agama Kabupaten Tegal Drs. H. Sobirin, MH mengungkapkan, pada periode Januari - September 2019, kasus cerai talak yang dilakukan oleh suami sekitar 735. Dan, cerai gugat dimana perceraian yang diajukan oleh pihak istri sekitar 2394 orang.
Data perceraian priode Januari - September tahun 2019 bisa bertambah. Dikarenakan setiap hari ada yang sidang dan mengajukan perceraian. Rinciannya dalam bulan Januari, ada 490 cerai, Febuari 313, Maret 314, April 307, Mei 197, Juni 576, Juli 479, Agustus 367, September 409.
“Dirata-rata, dalam satu hari bisa ada 13 orang cerai di Kabupaten Tegal. Garis besar masalah perceraian ini, kalau yang digugat oleh pihak istri itu karena masalah perekonomian. Kebanyakan lelaki tidak memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Sobiri mengungkapkan, dilihat dari usia, rata-rata perceraian rumah tangga produktif atau usia produktif kisaran usia 30 ke atas. “Itu masa - masa rawan,” kata dia.
Menurutnya, membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah perlu pemahaman utuh dari dua pasangan suami istri. Sehingga permasalahan rumah tangga mestinya selesaikan dan dikelola oleh kedua pihak.
“Kadang – kadang, yang diajukan ke pengadilan agama, kasusnya tidak besar dan berat. Namun karena tidak mau diurai dan diolah, terjadilah perceraian. “
Sobirin menyatakan, dari tahun ke tahun kasus perceraian di Kabupaten Tegal terus mengalami peningkatan. Padahal, Pengadilan Agama sebelum memutuskan perceraian selalu mediasi terlebih dahulu kepada kedua belah pihak.
“Namun rata-rata mediasi selalu gagal,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam Peraturan Makamah Agung no 1 2008 yang disempurnakan dengan Perma 1 2016, kata dia, kedua belah pihak suami istri itu bisa menyampaikan dalam mediasi itu, apa yang menjadi alasan untuk bercerai. Mediator bisa mengorek-orek masalah kepada pengugat dan terguat, pemohon dan termohon permasalahnya apa.
“Kalau masalah bisa diurai dan menyadari masalah itu serta mau hidup rukun kembali, ya alhamdulillah mediasi berhasil, perkara dicabut.”
Bila mediator sudah berusaha, tapi kedua pihak masih tetep dengan prinsipnya masing-masing, hingga harus bercerai, maka bercerai dengan cara yang baik. Setelah putusnya perkawinan, kedua belah pihak tidak musuhan.
“Kalau talak yang mengajukan suami, ada hak-hak istri. Hak - hak itu harus dipenuh. Di antaranya setelah cerai, si istri pada masa tiga bulan ke depan setelah cerai, tidak boleh nikah. Bahkan dipinang laki-laki lain pun tidak boleh. Itu harus dipastikan. Dan ia masih dijamin oleh mantan suami selama tiga bulan,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Untuk menekan angka perceraian ini, kedepan diharapkan peran penasihat perkawinan harus lebih optimal. Fungsi mediasi lembaga lokal seperti lembaga adat, juga tokoh agama perlu lebih dilibatkan lagi ke depannya. (*)
Reporter : Bentar
Editor : Muhammad Abduh