Konten Media Partner

Uang Kertas dan Logam Tak Akan Laku di Pasar Slumpring Tegal

19 November 2018 17:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uang Kertas dan Logam Tak Akan Laku di Pasar Slumpring Tegal
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
TEGAL - Destinasi wisata bernama Pasar Slumpring di Desa Cempaka, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, menerapkan alat tukar menggunakan keping bambu persegi panjang seukuran ibu jari. Masyarakat menyebutnya uang irat.
Untuk bisa mendapatkan uang irat, pengunjung bisa menukarkannya di loket pembayaran saat memasuki area wisata. Dengan ketentuan, setiap 1 keping uang irat sama dengan Rp 2500.
Wisata Desa cempaka Pasar Slumpring ini memiliki nama sesuai tempatnya. Slumpring dalam bahasa Jawa bermakna kebun bambu/daun yang menempel di bambu. Pasar Slumpring buka setiap hari minggu pagi pukul 07.00 WIB hingga siang hari pukul 12.00 WIB.
Di Pasar Slumpring, Anda bisa membeli beragam makanan tradisional khas Tegal. Di antaranya nasi jagung, cetot, serabi, dan aneka minuman tradisional seperti wedang uwuh dan jahe.
ADVERTISEMENT
Pengunjung akan dimanjakan dengan keunikan sistem pembayaran atas transaksi yang mereka lakukan. Contohnya untuk dua potong kue, rata-rata dibanderol dengan harga 1 irat. Untuk makanan ringan dihargai 2 irat dan makanan berat bisa sampai 4 irat.
Penggagas Pasar Slumpring, Abdul Khayi menuturkan, awalnya tak mudah mengkoordinasikan warga Desa Cempaka untuk mewujudkan idenya itu. Namun setelah melalui koordinasi bersama, akhirnya terbentuklah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Sehingga mereka bisa bahu membahu mendirikan OW Tuk Mudal dan disusul dengan Pasar Slumpring.
"Awalnya sepi pengujung dan yang jualan hanya 9 warung, bahkan kalau saat sepi saya membeli uang pring dan menukar uang pring dengan makanan yang jualan di wisata ini," jelas Khayi.
Dengan semangat pantang meyerah dari Pokdarwis Cempaka, kini Pasar Slumpring sudah diisi oleh 60 pedagang. "Alhamdulillah, sekarang sudah berjalan lancar, setiap hari minggu hampir seribuan lebih. Kita kerja tim, jadi akan terus berkembang dengan ide baru," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut dia menerangkan, pasar ini tidak menjadi kegiatan ekonomi sebagai tujuan utama. "Pasar ini hadir untuk mengajak masyarakat kembali menghargai peran penting bambu dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya.
Menurutnya, area hutan bambu seringkali kurang dimanfaatkan oleh warga. Mereka seringkali menjadikannya sebagai tempat membuang sampah hingga buang air besar. "Pasar Slumpring ini juga untuk melestarikan alam supaya tetap terjaga keasrian dan fungsinya," kata Khayi.
Saat awal mula membuka hutan bambu itu, Pokdarwis membersihkannya tanpa merusak ataupun menebang bambu. Ada pemisahan antara tempat berjualan dan area permainan anak. Penjual dan panitia juga mengenakan pakaian adat Tegalan, dengan menampilkan barang yang dijual menggunakan meja yang terbuat dari bambu. Warga setempat menyebutnya lincak.
Setiap kali kegiatan Pasar Slumpring selesai, Pokdarwis selalu melakukan evaluasi. "Para pedagang kami kumpulkan dan kita evaluasi kekuarangan yang nantinya menjadi koreksi dan perbaikan pada minggu berikutnya," pungkas Khayi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, salah satu pengunjung, Aziz (40) mengaku tertarik dengan konsep Pasar Slumpring. Dirinya juga menyempatkan untuk menikmati wedang uwuh. “Saya baru pertama kali datang, kalau penasaran sudah lama. Begitu melihat di sini, rasanya takjub. Menurut saya yang mahal ini konsepnya, kalau lokasi seperti ini di mana saja bisa,” kata Aziz.
Reporter: Bentar
Editor: Yunar Rahmawan/Irsyam