Konten dari Pengguna

Papua Barat Mengalami Krisis Intelektual

PAPUA MENULIS
Papua Menulis Adalah salah satu dari sekian Komunitas Literasi di Papua yang berdiri sebagai Alat penunjang Pendidikan dalam Mewujudkan Manusia Merdeka.
11 Januari 2021 17:53 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PAPUA MENULIS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Jhon Lhaurenz Tabunny, saat Diskusi Mahasiswa Papua, di Asrama Ilaga Tanah Hitam Kota jayapura - Papua
zoom-in-whitePerbesar
Foto Jhon Lhaurenz Tabunny, saat Diskusi Mahasiswa Papua, di Asrama Ilaga Tanah Hitam Kota jayapura - Papua
ADVERTISEMENT
Tulisan jelek ini merupakan resume dari hasil diskusi pada 25 Agustus 2020 di Negeri Utopia, bersama Tuan Maiton Gurik, yang kini menjadi guru jalanan di Kota Jayapura ditambah analisis kecil-kecilan dari Si-Konyol/Penulis yang akan menjadi referensi anda untuk menulis tebih tajam dan lebih dalam pada coretan anda.
ADVERTISEMENT
Topik ini diangkat berdasarkan hasil analisis kecil-kecilan atas kondisi gerakan dan aktivitas intelektual papua hari ini di papua barat.
Langsung to the point...
Contoh paling sederhana adalah Pemuda/Mahasiswa yang mengaku diri sebagai mahasiswa, pemuda intelektual namun title itu tidak terlihat perannya, isinya, gerakannya, aktivitasnya. Yang terlihat hanya kekompakannya, omongannya, memimpin organisasinya di wadah, ikatan, komunitas, persekutuan pemuda, gerakan, himpunan dan lain sebagainya yang sekedar memimpin dengan motivasi, “saya harus belajar berbicara, saya harus belajar berdiri di depan, saya harus pimpin kegiatan, saya harus dapatkan itu dan ini agar nanti begini dan begitu di esok hari”.
Padahal esensi peran mahasiswa/pemuda intelektual sesungguhnya bukan seperti demikian, atau bukan itu pentingnya. Yang penting dan yang di maksud perannya, isinya, gerakan dan aktivitasnya adalah:
ADVERTISEMENT
Beberapa point itu yang tidak terlihat, bila ada lagi yang lain, yang dilihat oleh pembaca, bisa tambahkan sendiri.
Ini yang dimaksud dalam kutipan diatas bahwa: bila tidak melakukan aktivitas ke 15/lebih point diatas itu, maka kesimpulan kasarnya Papua Barat Mengalami Krisis Intelektual. Yang menjadi topik tulisan Si-Konyol ini.
ADVERTISEMENT
Maka aktivitas mahasiswa/pemuda papua termasuk Si-Konyol dan kamu... ya kamu.. kamu yang baca tulisan ini, bukan hanya bertepuk dada atas pimpin organisasi yang tidak mampu mendidik kawanmu dengan pengertian-pengertian dasar yang berbasis konseptual, berbasis referensi real, berbasis argument bukan sentiment dan penuh uruh arah.
ADVERTISEMENT
Boleh berpoyah, boleh bertepuk kaki tapi bukan itu pentingnya. Pentinya adalah sejauh mana virus kecerdasanmu menyebar ke orang siapa saja tanpa pandang bulu: level senior-junior, golongan, kelas sosial, wilayah, daerah, warna kepala, warna otak, warna hati, warna pikiran dan lain sebagainya.
Juga yang pentinnya adalah jiwanya. Jiwa yang peduli atas pikiran, realitas, tindakan, gerakan, aktivitas yang berbasis kemanusiaan dan keintelektualan untuk mewujudkan kemampuan dalam rebut kebenaran, keadilan, kebebasan, dan menciptakan kewarganegaraan yang solid dan bertumbuh kualitas kehidupan bersama.
Atas kondisi itu ada hal dasar yang harus diperbaiki oleh saya, kamu, dia dan mereka semua
ADVERTISEMENT
Jadi untuk perbaiki mental butuh treatment yang khusus untuk berpikir dan berjuang sekeras-keras mungkin.
Hal seperti ini, menurut saya mulai dari diri sendiri, perbaiki mentalitas diri sambil memperbaiki mentalitas orang lain (Sambil Menyelam, Minum Air). Jangan menunggu dia atau mereka akan datang perbaiki dirimu, tapi dirimulah yang harus perbaiki untuk perbaiki mentalitas orang lain, itu namanya Reforming. Tanamkan “Filosofi Reforming dalam Perbaiki Diri/Pribadi, Perbaiki Orang Lain, Perbaiki Daerah/Bangsa” untuk mewujudkan cita-cita leluhur bangsa Papua Barat. Dan untuk mewujudkan cita-cita kita bersama.
ADVERTISEMENT
Tepuk dada, bangga dengan gelar yang isinya penuh kertas dengan tulisan gelar tapi minim isi kepalanya. Inilah kondisi dimana MPM terjadi. (PMP: Papua Makan Papua).
Contoh paling sederhana yang tidak kami lakukan adalah; berliterasi, ya literasi. Literasi bukan tentang afal mengafal, bukan tentang kuasai teori namun tentang mengasah otak dengan berpikir, analisis, membaca, menulis dan berhitung. mengisi kepala dengan pemahaman yang konsepsional.
Bila hal-hal dasar itu tidak dilakukan oleh kaum intelektual yang ngaku Mahasiswa dan Pemuda tapi tidak ada isi kepalanya dengan pikiran, akan merosot mentalitasnya, akan runtuh pondasi yang dibangun atas dasar solidaritas, kekompakan, dan ramai-ramai. Dengan slogan “yang penting saya yang bikin, bukan dia”. (Si-Konyol ucapkan ini dengan apa adanya, bukan ada apanya. Anda yang menilai, Si-Konyol yang menulis).
ADVERTISEMENT
Lanjut...
Dan Itu artinya, kami benar-benar ingin membiarkan bangsa kami mati. Gelar hanya di atas kertas yang tidak belajar sungguh-sungguh untuk mengerti realitas di Papua Barat. Padahal untuk mengerti realitas butuh abstraksi pikiran yang setajam-tajamnya untuk melampui batas-batas kekuatan penguasa.
Kita lihat hari ini, “ketika orang sekolah (Doktor, Master, dan Sarjana) diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan. Matinya aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa”. (sumber: tak bersumber “JLT”)
Kematian suatu bangsa disebabkan merosotnya inteligensi Mahasiswa/Pemuda/rakyat, dalam catatan kaki ada beberapa faktor yang menjadi sorotan pengaruh negatif tercipta yaitu; Faktor lingkungan yang buruk, pembawaan yang tidak berubah, egoisme yang tidak sadar, tidak mencari tau tentang alat-alat yang menjadi pondasi pembangunan intelektual seperti diskusi, buku, dan kekurangan kosa kata dll.
ADVERTISEMENT
Hal buruk seperti ini tidak bisa kita harapkan siapa-siapa, selain harapkan pada diri sendiri dengan mulai bergerak dan lakukan. Kami mau berharap jakarta, Amerika, Inggris, Eropa yang datang bangun SDM papua?, tapi kumpulan fakta membuktikan, selama aneksasi Papua Barat ke NKRI hanya 1 yang berhasil, ya 1 point atau 1 biji yang benar-benar jakarta mengindonesiakan Orang Papua yaitu “Mengajarkan Bahasa Indonesia kepada Orang Papua dengan baik, benar dan sempurna dengan cara yang saksama”, itu doang. Terima kasih Indonesia.
Yang lain tidak mampu bahkan terlalu lembek kekuatannya untuk mengindonesikan Orang Papua, karena memang beda, ya... beda dari semuanya. Ideologi terutama, cara hidup, sosial budaya, dan tatanan kehidupan lainnya.
Perbedaan itu mau di satukan dan dijaga dengan slogan Bhinneka Tunggal Ika namun sampai detik ini, tidak mampu mewujudkan. Artinya ada alasan, ada cerita, ada latar belakang yang menjadi kekuatan menolaknya pendidikan Bhinneka Tunggal Ika di tanah Papua Barat. (cari tau sendiri alasan itu...)
ADVERTISEMENT
Menolak bukan dengan cara fisik, bukan dengan aksi massa, bukan dengan kata-kata didepan presiden Republik Indonesia, tapi menolak dengan secara alamiah. Tanpa melakukan aksi nyata, ia sendirinya tertolak dan selalu tolak.
Buktinya sejak tahun 1969 hingga sekarang 2020 belum berhasil mengindonesikan Orang Papua dengan bentuk apapun selain ajarkan bahasa Indonesia. Padahal selama 51 tahun ini banyak macam program dan pendekatan yang dibangun pemerintah Indonesia di Papua Barat. Ini buktinya kalau Indonesia ada masalah serius dengan Orang Papua maka tidak mampu menciptakan kemanusiaan di Papua Barat.
“Indonesia tahu kupas kutit kayu tapi tidak tahu tebak kayunya”. Si-Konyol
Artinya: “Indonesia mampu aneksasi pulau Papua Barat dengan orang-orangnya secara paksa, dengan kekuatan ABRI namun tidak mampu aneksasi Jiwa Orang Papua ke dalam Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Si-Konyol nda tau sebabnya, apakah karena terlalu pintar atau karena terlalu bodoh. Inti dari realitas hari ini di tanah Paua Barat bahwa tidak mampu rebut jiwa Orang Papua.
Kalau hari ini ada orang papua yang mengaku saya cinta Indonesia, itu hipokrit. sungguh hipokrit terhadap Indonesia. Kasihan juga Republik Indonesia yang sudah lama-lama bangun Papua dengan berbagai pendekatan dan program tapi masih saja ditipu oleh orang Papua dengan slogan “saya cinta Indonesia”. Penulis percaya sebagian orang di Jakarta memberikan apapun ke Orang Papua ada yang tulus tapi ada yang niat jahat untuk SDA dan SDM, nah.. niat jahat ini akan ditolak keras oleh Alam dan Manusia Papua.
Ujung titik ini sedikit keluar topik tadi sebagai notefootnya. Demikian berjumpa lagi nanti di coretan Si-Konyol berikut. TERIMAK KASIH [JLT]
ADVERTISEMENT
Sumber, Diskusi Mahasiswa Papua
Penulis, Jhon Lhaurenz Tabunny
Edisi, 25 Agustus 2020
Upload, 11 January 2021
Link Telegram: https://t.me/PapuaMenulis