Konten dari Pengguna

Manfaat Biofortifikasi dalam Mengurangi Angka Kejadian Stunting di Indonesia

Yovanny R
Lulus dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Fakultas Administrasi Publik, bekerja sebagai ASN di bidang Kehumasan Pemerintah.
21 Juni 2023 9:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yovanny R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Setiap orang tua pastilah ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya, tak terkecuali dalam urusan gizi anak. Ya meskipun pada kenyataannya asupan gizi yang diterima oleh tiap anak tidak sama.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu bisa karena kemampuan finansial yang dimiliki oleh orang tua, kurangnya edukasi, atau informasi mengenai gizi terhadap pertumbuhan anak.
Buktinya, bisa dilihat apabila kita melihat kondisi tubuh anak – anak di sekolah. Variasi perbedaan tinggi besar badan mereka, selain dipengaruhi faktor genetik, namun juga 2 faktor di atas. Dampak buruk dari kurangnya informasi dan edukasi tentang asupan gizi bagi anak adalah Stunting.
Supaya lebih jelas, berikut informasi lengkap yang bisa Anda ketahui seputar nutrisi untuk anak, dari kebutuhan harian, pilihan makanan, hingga masalah makan yang sering terjadi.
Ilustrasi anak stunting. Foto: Shutter Stock
Stunting menurut Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah usia lima tahun (balita) akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
ADVERTISEMENT
Stunting ditentukan oleh indeks antropometri yang memanfaatkan data panjang badan berdasarkan umur untuk anak usia di bawah 2 tahun dan menggunakan data tinggi badan berdasarkan umur untuk anak usia 2 tahun ke atas.
Angka kejadian stunting di Indonesia pada tahun 2022 berada pada angka 24,4 persen, suatu prestasi yang cukup bagus karena telah berhasil menurunkan angka kejadian stunting dari yang sebelumnya mencapai 30,8 persen pada tahun 2018 dan 37,2 persen pada tahun 2013.
Namun pengurangan jumlah angka kejadian stunting tidak boleh membuat kita cepat berpuas diri karena Indonesia sampai saat ini masih menjadi negara kedua tertinggi di Asia Tenggara dan menempati urutan ke 108 dari 132 negara berdasarkan data dari Global Nutrition Report. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2024 angka stunting diharapkan sudah mencapai 14 persen.
Anak pendek belum tentu stunting. Foto: Shutter Stock
Tingginya angka kejadian stunting di Indonesia bisa jadi merupakan pekerjaan rumah yang sangat penting bagi kelangsungan masa depan suatu bangsa karena mempengaruhi kualitas generasi penerus yang akan memimpin bangsa ini di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Anak-anak kita membutuhkan makanan yang mengandung gizi yang lengkap dan itu dapat bersumber dari bahan pangan yang diimpor dari negara lain atau yang telah dibudidayakan oleh para petani kita.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa cukup banyak produk makanan bergizi tinggi itu diimpor dari negara lain, namun hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa yang akan datang produk pertanian dalam negeri tidak kalah kandungan nilai gizinya dibandingkan produk-produk negara lain.
Sehingga jika produk tersebut dikonsumsi oleh anak-anak kita nantinya, maka dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi yang dibutuhkan mereka.
Ilustrasi makanan 4 sehat 5 sempurna. Foto: Shutterstock
Peningkatan kandungan nilai gizi terhadap suatu produk pangan dapat dilakukan dengan cara fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan ini merupakan proses penambahan mikronutrien seperti vitamin pada makanan supaya dapat mencukupi kebutuhan gizi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ide fortifikasi pangan ini muncul karena banyaknya kasus kekurangan gizi di masyarakat, termasuk yang dialami oleh anak-anak. Program ini kemudian menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengintervensi pemenuhan gizi masyarakat dan mengurangi defisiensi zat gizi serta dampak negatifnya.
Fortifikasi pangan dibagi menjadi empat metode, yaitu sebagai berikut:
1. Biofortifikasi, membudidayakan tanaman dengan peningkatan nilai nutrisinya dengan cara pemuliaan selektif konvensional dan modifikasi genetik modern;
2. Biologis sintetis, menambahkan bakteri pro biotik pada makanan;
3. Fortifikasi komersial dan industri;
4. Fortifikasi rumah, seperti vitamin D tetes dan suplemen zat besi.
Biofortifikasi menjadi salah satu metode yang dapat dilakukan, di mana metode ini merupakan proses penambahan dan/atau peningkatan kualitas nutrisi dalam tanaman bahan pangan sebelum tanaman tersebut diolah atau dikonsumsi secara langsung, bahkan prosesnya dapat dilakukan sebelum tanaman bersangkutan dipanen.
com-Ilustrasi zinc Foto: Shutterstock
Salah satu contoh dilaksanakannya biofortifikasi pangan adalah peningkatan kandungan zat besi, zinc, dan beta karoten pada beras yang dinamakan Golden Rice oleh International Rice Research Institute atau IRRI di Filipina.
ADVERTISEMENT
Keunggulan biofortifikasi pangan terhadap tanaman antara lain adalah:
1. Biaya yang relatif efisien;
2. Mudah untuk dilakukan;
3. Dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap gangguan hama penyakit;
4. Dapat dilakukan dalam jangka waktu yang panjang;
5. Dapat meningkatkan produksi pangan yang kaya akan mineral;
6. Dapat mengurangi kemungkinan defisiensi pangan karena pengolahannya; dan
7. Dapat meningkatkan zat gizi mikro pangan pada tanaman sejak tahap pembudidayaannya.
Sedangkan kelemahan biofortifikasi pangan antara lain adalah:
1. Dapat berisiko pencemaran lingkungan apabila kurang tepat pelaksanaannya;
2. Belum banyak penelitian terkait keamanan pangan hasil biofortifikasi terhadap kesehatan manusia; dan
3. Pembudidayaan tanaman dengan cara biofortifikasi belum lumrah diterima masyarakat sehingga memerlukan penyuluhan intensif terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya keunggulan dan kelemahan dari pembudidayaan tanaman biofortifikasi maka dapat dicermati bahwa program biofortifikasi tetap mempunyai peluang yang besar untuk meningkatkan kandungan gizi pada bahan makanan yang selanjutnya diharapkan dapat mengurangi angka kejadian stunting di Indonesia.
Diharapkan ke depannya pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat memperbaiki kelemahan terhadap pembudidayaan biofortifikasi agar manfaat yang diperoleh dari pembudidayaan biofortifikasi tanaman pangan dapat menjadi salah satu opsi terbaik untuk mengurangi angka kejadian stunting pada anak-anak Indonesia.