Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Hari Sejarah Nasional: Meretas Sejarah Sulawesi Utara Yang Tersembunyi
2 Desember 2024 11:28 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Patra Mokoginta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
David Hanley menyebutkan bahwa 'Aliansi seperempat milenium dengan Belanda melibatkan banyak distrosi fakta sejarah'. (Mukadimah Celebes Utara hal 469). Pernyataan David Hanley ini untuk Manado dan sekitarnya (Sulawesi Utara).
ADVERTISEMENT
Tulisan ini bersumber dari buku Mukadimah Celebes Utara yang selanjutnya akan disingkat dengan sebutan 'MCU' dalam rangka menyambut hari sejarah nasional yang diperingati setiap tanggal 14 Desember 2024.
'Kitab Tembaga' Celebes Utara
Kata 'kitab tembaga' ini pertama kali saya dengar di Tidore saat saya masih siswa di SDN 2 Indonesiana . Konon kitab tembaga merupakan manuskrip kuno asli Tidore yang mengulas segala kehidupan masa lalu Tidore. Saya sendiri belum pernah melihat langsung kitab ini.
Untuk Sulawesi Utara memang belum ditemukan manuskrip sejenis kitab tembaga ini. Istilah kitab tembaga hanya sebutan saya untuk buku berjudul Mukadimah Celebes Utara, diterbitkan oleh KBM Indonesia , Yogyakarta.
Dinasti Dumoga Sokoguru Kejayaan Manado
Mokodoludut, Raja kelahiran Dumoga (Bolaang Mongondow) tahun 1290 masehi selaku 'founding father' Manado yang seakan dihapus dari sejarah panjang Manado.
ADVERTISEMENT
Syukurlah tradisi lisan baik dari Bolaang Mongondow, kepulauan Sangihe Talaud dan pulau Manado terkait eksistensi pendiri kerajaan Manado, hingga saat ini masih lestari. Bahkan sastra tua yang sering dinyanyikan dalam ritual-ritual adat dengan jelas mengkisahkan sejarah kehidupan dari Mokodoludut.
Dalam buku Mukadimah Celebes Utara diuraikan tentang perjalanan panjang tokoh pendiri Manado ini sejak kelahirannya hingga kepergiannya ke kepulauan Sangihe Talaud.
Perpindahan pusat kerajaan dari pedalaman Dumoga ke Manado sangat erat terkait dengan niaga. Kepulauan Sangihe Talaud merupakan tempat favorit dari Mokodoludut dan rombongannya sebab wilayah ini adalah jalur yang dilewati oleh pedagang rempah-rempah dari China menuju kepulauan Maluku (MCU hal 152).
Tahun 1345, Mokodoludut resmi memindahkan pusat pemerintahannya dari Dumoga ke pulau Manado. Raja Mokodoludut tetap berupaya mempertahankan dominasinya atas kepulauan Sangihe Talaud sehingga pasar barter diwilayah ini tetap dalam pengaruhnya. Disisi lain, Sumber daya alam berupa emas, damar, rotan dan lain sebagainya berasal dari daratan besar Sulawesi Utara terutama Bolaang Mongondow masih dalam penguasaannya. Dengan demikian produsen sumber daya alam sekaligus pemasarannya masih tetap dikendalikan Raja Mokodoludut dari pulau Manado (MCU hal 155).
ADVERTISEMENT
Mokodoludut yang berkolaborasi dengan besannya, seorang Raja Makeang dan juga sekaligus raja Loloda yang bernama Komalo Besi (tradisi sulawesi utara menyebutnya Raja Wintuwintu) membuat kerajaan Manado makin kokoh tak tertandingi di Nusantara Utara.
Keturunan Mokodoludut (dan juga Wintuwintu) kelak menjadi penguasa berbagai kerajaan yang ada di Sulawesi Utara melahirkan ikatan kekerabatan antar raja-raja diberbagai kerajaan di Sulawesi Utara juga kelak sebagai basic munculnya aliansi antar kerajaan walaupun kadang kala sering terjadi konflik antar kerajaan-kerajaan ini.
Penghilangan Akar Sejarah Manado
Benarlah kata David Hanley, pengaruh Belanda yang terlalu lama berakibat banyak tercipta narasi sejarah yang jauh dari fakta.
Salah satu yang paling nampak adalah perayaan hari jadi Manado. Tahun ini Manado katanya sih, sudah berusia 401 tahun yang berarti Manado lahir pada tahun 1623 . Konon tahun ini pertama kali Manado terdokumentasi. Ini tentu menghilangkan fakta sejarah pekabaran injil di Manado tahun 1563. Dokumen dan data primer mencatat Diogo Magalhaes membaptis Raja Manado (rey de Manado) bersama raja Siau.
ADVERTISEMENT
Raja yang dibaptis ini, baik Siau maupun Manado adalah raja-raja keturunan Mokodoludut. Raja Manado yang dibaptis (Makalalo) adalah generasi ke-4 dari Mokodoludut demikian juga raja Siau (Posumah) adalah generasi ke-4 Mokodoludut (MCU hal 269-267).
Jika Pemkot Manado mengambil dasar ulang tahun sejak pertama kali nama Manado tercatat kenapa dengan sengaja meluputkan catatan Manado tahun 1563? Bahkan lebih jauh lagi pembaptisan raja Manado yang dilakukan oleh Antonio Galvaan tahun 1538 (MCU hal 268) juga diluputkan.
Saat ini berbagai forum diskusi maupun tulisan-tulisan media sosial lagi gencar menyangkal keberadaan kerajaan Manado yang juga didukung oleh oknum yang jika dilihat latar belakang pendidikannya seharusnya paham (atau jujur) tentang sejarah Manado. Mempelesetkan arti 'rey' dalam bahasa Spanyol dan 'Koning' dalam bahasa Belanda yang seharusnya Raja menjadi kepala suku (patria) atau kepala kaum menjadi gaya baru penyangkalan sejarah Manado.
ADVERTISEMENT
Sejarah Perjuangan Raja Loloda Mokoagow
Yang paling fenomenal adalah pengaburan sejarah perjuangan Loloda Mokoagow dalam mengusir penjajahan Belanda. Perang yang tercatat dalam dokumen Belanda 'oorlog en bij en mede-opstand dezer Noord-Celebische volkeren' yang artinya 'Perang dan Pemberontakan umum Rakyat Celebes Utara'. Asal mula peperangan ini akibat penolakan Raja Loloda Mokoagow terhadap Verbond 11 januari 1679 yang diinisiasi Gubernur Belanda dari Ternate (MCU hal 542-549).
Sebelum buku Mukadimah Celebes Utara ini terbit, generasi muda Sulawesi Utara disuguhkan kisah fiktif terkait perang besar yang melibatkan Loloda Mokoagow ini. Novel fiksi karya Taulu yang berjudul Bintang Minahasa menjadi salah satu contoh. Novel ini pertama kali terbit tahun 1920an kemudian diterbitkan berkali-kali oleh Balai Pustaka hingga terakhir tahun 2012.
ADVERTISEMENT
Taulu dalam kata pengantar di novelnya menyebutkan bahwa asal mula peperangan besar di Sulawesi Utara adalah masalah perempuan yang bernama Pingkan, isteri Matindas yang disukai oleh Loloda Mokoagow. Perang suku pun terjadi antara Mongondow dan Minahasa akibat dari terbunuhnya Loloda Mokoagow.
Faktanya sebagaimana ditampilkan dalam buku Mukadimah Celebes Utara. Perang ini dipicu penolakan Loloda Mokoagow selaku raja Manado terhadap verbond 11 januari 1679. Perang melibatkan kekuatan Maluku Utara (Ternate), suku-suku yang berada di wilayah Manado dan sekitarnya (saat ini dikenal sebagai Minahasa) diantaranya Bantik, Ponosakan, Tonsawang, Ratahan dan Passan serta Mongondow yang semuanya bersama raja Bolaang-Manado Loloda Mokoagow melawan Belanda dan aliansinya.
Peperangan Celebes Utara ini sejak tahun 1680-1682 yang berakhir dengan kekalahan pihak Loloda Mokoagow. Solimandungan, negeri yang padat penduduk disekitar Bolaang dihancurkan oleh penjajah Belanda. Setelah kekalahan ini, Manado dan sekitarnya berhasil dikuasai Belanda, lepas dari genggaman raja Loloda Mokoagow. Sejak saat itu, Raja Manado ini tercatat dalam dokumen Belanda dengan sebutan Raja Bolaang. Orang-orang Mongondow menyebutnya sebagai Datoe Binangkang (raja yang disegani).
ADVERTISEMENT
Mirisnya perjuangan Loloda Mokoagow yang ditopang oleh suku-suku yang berada di Manado maupun Minahasa untuk melawan penjajahan Belanda, saat ini narasinya telah berubah menjadi peperangan Suku Minahasa melawan suku Mongondow , Belanda selaku penjajah berubah menjadi juru damai atas perang suku ini.
Sejarah Ditulis Oleh Para Pemenang?
Ini merupakan ungkapan pembodohan yang sering kali diterima begitu saja oleh orang-orang bermental apatis. Ungkapan ini dianggap wajar karena memang ada banyak sejarah disesuaikan dengan kepentingan kelompok yang dominan.
Kekeliruan ungkapan ini sulit dibuktikan dalam narasi kesejarahan Sulawesi Utara. Sebut saja sejarah Manado sebagaimana ulasan diatas atau sejarah hari ulang tahun Minahasa yang minim fakta historis. Apakah penulis sejarah ini (kasus hari lahir Manado dan Minahasa) dikatakan sebagai 'para pemenang'? menang dari mengalahkan fakta sejarah? tentu tidak. Contoh sejarah diatas ini ditulis atau dirumuskan oleh orang-orang yang gagal atau kalah dalam memahami ilmu sejarah.
ADVERTISEMENT
Sejarah seharusnya ditulis oleh sejarawan yang jujur serta memiliki keilmuan dalam bidang kesejarahan. Tentang keilmuan sejarah, Sulawesi Utara gudangnya. Banyak sejarawan besar kelas nasional bahkan internasional yang lahir dari bumi Sulawesi Utara namun demikian masih banyak fakta sejarah di Sulawesi Utara yang terbenam dalam distorsi yang akut.
Buku karya saya yang berjudul Mukadimah Celebes Utara boleh dikata anti mainstream dari segala sisi kesejarahan Sulawesi Utara maupun Maluku Utara. Dari segi keilmuan, saya selaku penulis berlatar belakang pendidikan ilmu kehutanan dengan titel akademik sarjana kehutanan (S.Hut). Pekerjaan penulis adalah Pejabat pengawas Lingkungan hidup daerah (PPLHD) di instansi Dinas Lingkungan Hidup pemkab Boltim, dengan tugas berkecimpung dengan pengawasan pelaksaan AMDAL, UKL-UPL serta penindakkan pelanggaran hukum dibidang lingkungan hidup. Sudah menjadi penulis sejarah Mainstream-nya sarjana ilmu sejarah atau Humaniora namun kali ini buku sejarah ditulis oleh sarjana kehutanan.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Mukadimah Celebes Utara, sejarah Sulawesi Utara dan Maluku Utara diungkap dari sisi yang berbeda dengan kebanyakan buku-buku sejarah yang telah beredar luas. Ambil contoh tentang sejarah kerajaan Bolaang dan Manado termasuk pekabaran injil di Manado dan tokoh-tokoh terkait yang berperan dalam peristiwa ini, diulas dengan menggunakan data dan dokumen primer. Untuk Maluku Utara, muncul dalam sejarah eksistensi kerajaan kuno Loloda serta kerajaan Bacan Kuno di Halmahera yang sangat jarang diulas oleh para sejarawan.
Menulis sejarah dengan benar dan jujur sebenarnya bukan hal yang sulit. Ini memang hanya bisa dilakukan oleh penulis 'merdeka'. Syaratnya juga cukup ringan yakni:
ADVERTISEMENT
Untuk Sulawesi Utara, sejarawan harus hadirkan karya yang memutus mata rantai distorsi sejarah sebagaimana disentil oleh David Hanley bahwa 'Aliansi seperempat milenium dengan Belanda melibatkan banyak distorsi fakta sejarah'.