Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Minimnya Informasi Ciptakan Lubang Emas para Koruptor pada Masa Pandemi COVID-19
16 November 2021 22:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Patricia Citra Pramesthi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah dialami seluruh masyarakat di seluruh dunia. Terdapat banyak dampak yang dialami masyarakat, baik negatif maupun positif. Seperti Indonesia yang juga mengalami kondisi tersebut, dilihat dari adanya peraturan perundang-undangan yang lahir sebagai strategi penyelamatan kondisi perekonomian di Indonesia. Melalui berbagai macam kebijakan, Presiden Joko Widodo merespons atas penurunan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan jaring pengaman terhadap kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kelahiran peraturan yang ada, pada akhirnya mendorong lembaga pemerintahan untuk membentuk sebuah program-program bantuan. Seperti halnya bantuan sosial yang disalurkan pada masyarakat, baik berupa sembako maupun uang tunai yang diatur dalam Keputusan Kementerian Sosial No. 54/HUK/2020. Pada keputusan tersebut, kementerian sosial memberikan sebuah kepercayaan pada Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin untuk menangani dan mengawasi pelaksanaan penyaluran bantuan sosial.
Namun pada 6 Desember 2020 lalu, beredar isu mantan Menteri Sosial, Julian Bahari, menjadi tersangka atas dugaan kasus suap bantuan sosial. Kejadian tersebut akhirnya mengubah cara pandang masyarakat terhadap sikap pemerintah dalam menangani kasus COVID-19 pada aspek ekonomi. Seorang pemberi kepercayaan justru tidak melakukan amanahnya secara benar, sehingga tidaklah menutup kemungkinan bahwa amanat yang diberikannya akan mudah ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Kasus korupsi yang ramai pada masa ini akhirnya sering kali terjadi di dalam program bantuan sosial, salah satunya ialah Julian Bahari yang melakukan kerja sama bersama rekannya untuk menyepakati adanya pembayaran pada tiap paket bansos. Perbuatannya tersebut diduga telah berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 8,2 miliar dari periode pertama dan Rp 8,8 miliar dalam kasus korupsi paket bantuan sosial. Kasus tersebut merupakan perbuatan yang bukan lagi buruk melainkan keji, dengan menggunakan uang rakyat untuk keperluan pribadi.
Kejadian seperti ini memang bukan lagi suatu hal yang harus ditutupi di Indonesia. Setiap orang telah berani melakukan, bahkan terbiasa untuk menanggung risikonya. Lambat laun kasus korupsi pun telah dianggap lumrah karena hampir sering mendengar kasus ini terjadi. Wajib diketahui bahwa kasus korupsi terjadi akibat dari berbagai macam faktornya, seperti yang dijelaskan pada salah satu teori principal agent. Terjadinya korupsi disebabkan oleh hubungan antara pihak yang terlibat untuk melakukan kerja sama sebagai pembentukan bibit korupsi.
ADVERTISEMENT
Kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan korupsi juga sangat mudah terjadi, apabila transparansi dan akuntabilitas tidak diterapkan oleh suatu perusahaan. Kurangnya kesadaran dan perhatian pada hal tersebut akan menghasilkan pandangan yang abu-abu atau kurang transparansi. Oleh karena itu, setiap pelaku akan semakin mudah melakukan korupsi karena kurang tegas dan mengikatnya suatu perusahaan. Maka dari itu, lahirlah prinsip good governance yang menjelaskan bahwa suatu pemerintahan yang baik dilihat dari transparansi dan akuntabilitasnya supaya masyarakat dapat melihat dan menilai kinerjanya secara langsung