Blunder Seorang Raffi Ahmad (The Choosen One)

Patricia Robin
Sosok yang tertarik dalam bidang Ilmu Komunikasi. Sejalan dengan pekerjaan sebagai pengajar di Universitas, dan sebagai mahasiswa Doktoral. Isu mengenai media dan kehidupan sosial selalu menjadi perhatian Patrice (begitu biasa ia disapa).
Konten dari Pengguna
15 Januari 2021 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Patricia Robin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yang Terpilih malah membuat Perih
Gembar gembor Raffi Ahmad sebagai penerima vaksin pertama pada Rabu, 13 Januari 2021 bersama Presiden Jokowi dan jajaran pemerintah sudah menimbulkan pro dan kontra sejak awal. Namanya disandingkan sebagai RI 2 yang dalam hal ini seharusnya adalah Wapres yang memang belum bisa menerima vaksin dikarenakan faktor usia.
ADVERTISEMENT
Pemilihan Raffi Ahmad adalah suatu langkah pemerintah untuk semakin memperkenalkan Vaksin yang aman dan halal untuk masyarakat. Dirinya dikenal sebagai artis (host, penyanyi, bintang iklan, pemain film dll) serta influencer di media sosial (Youtube dan Instagram) dengan puluhan Juta followers yang terdaftar. Bayangkan ketika sosok yang dikenal bahkan kita idolakan saja "mau" menerima vaksin dengan begitu tenang (pasang jempol), tersenyum dan sehat setelah dicek kondisinya. Apakah ini tidak akan menimbulkan kelegaan di hati masyarakat bahwa vaksin memang layak diterima?
Yang menjadi masalah adalah perilaku Raffi Ahmad setelah menerima vaksin pertama tersebut. Ia terlena dan lupa bahwa dirinya disorot terus oleh media (massa dan sosial). Belum ada 24 jam dirinya menjadi seorang pesohor yang terpilih (The Choosen One), ia malah tertangkap basah menghadiri pesta di era PPKM TANPA menegakkan Protokol Kesehatan. Tak salah bila dikatakan ini adalah Blunder dari seorang Raffi Ahmad. Ia seakan lupa bagaimana media sosial bisa meninggikan sekaligus menghancurkan reputasinya. Raffi bukan tidak sadar, tetapi ia hanya terlena dan merasa "karena sudah divaksin, diriku sudah aman.."
ADVERTISEMENT
https://jakbarnews.pikiran-rakyat.com/jakbar/pr-371269656/abis-disuntik-vaksin-covid-19-raffi-ahmad-malah-datang-ke-pesta-dapat-sorotan-ini-dari-sherina
Istana akankah masih dipercaya?
Lantas, istana kini menjadi dipandang buruk citranya oleh masyarakat. Setelah terdahulu dicurigai dengan pemilihan vaksin yang tidak becus, vaksin yang belum halal, vaksin tidak aman, vaksin yang diperjualbelikan, Kini pemerintah dianggap gagal dalam memilih sosok berpengaruh yang bisa merepresentasikan kebijakan / kegiatan / program vaksin ini. Jadi bukan salah rakyat juga ketika semakin antipati terhadap vaksin dan (mungkin) program pemerintah lainnya.
Pemberitaan media hari pertama adalah keberhasilan Presiden Jokowi dalam melakukan vaksinasi. Pemberitaan hari ke-2 penuh dengan permintaan maaf dari Raffi Ahmad dan warning dari pemerintah. Penting diingat bahwa "Bad news is a good news". Masyarakat pun akan lebih mudah mengingat dan terpengaruh dengan pemberitaan yang buruk ketimbang baik.
ADVERTISEMENT
Kans keberhasilan pemerintah dalam proyeksi vaksin mau diterima oleh seluruh masyarakat memang sejak awal tidak terlalu besar. Dengan adanya blunder seorang influencer pilihan pemerintah, hal ini semakin memperkecil lagi kans tersebut.
Langkah tegas yang layaknya dilakukan oleh pemerintah adalah JANGAN memaksakan dan mencekoki masyarakat dengan sosok Raffi ini dulu sementara waktu. Pun jangan terlalu menjejali media dengan keberhasilan vaksin dahulu. Mengapa? Karena masyarakat masih terluka dan marah. Semakin diberikan cerita mengenai vaksin ini, yang ada bukan semakin siap, melainkan semakin menjauh.
Perlahan namun pasti hendaknya pemerintah menggunakan cara ampuh lain untuk mengambil hati masyarakat. Gaya blusukan yang dahulu menjadi kekuatan Pak Presiden tidak ada salahnya dicoba menjadi langkah mendekati rakyat. Tetapi tetap wajib diingat bahwa jangan sampai melahirkan pandangan baru bahwa pemerintah tidak mentaati protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Langkah jitu terakhir yang tak boleh terlupakan adalah Pemerintah menindak tegas, para pelaku yang tidak menerapkan Prokes tersebut. Sehingga menimbulkan efek jera.
====
Patricia Robin, S.I.Kom., M.I.Kom. adalah seorang pengajar dari Universitas Swasta di Tangerang dan sedang mengenyam pendidikan Doktoral di Jakarta. Tema-tema sosial selalu memancing daya nalar kritisnya untuk menuangkan dalam bentuk tulisan yang lekat dengan Ilmu Komunikasi.
Follow Instagram : @_miss_patt