Konten dari Pengguna

"Rem Darurat" Tanda Jakarta Sekarat?!

Patricia Robin
Sosok yang tertarik dalam bidang Ilmu Komunikasi. Sejalan dengan pekerjaan sebagai pengajar di Universitas, dan sebagai mahasiswa Doktoral. Isu mengenai media dan kehidupan sosial selalu menjadi perhatian Patrice (begitu biasa ia disapa).
11 September 2020 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Patricia Robin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Whoos Whoos Whoos!! Virus Corona silahkan pergi menjauh!
Entah berapa banyak masyarakat “Meng-aduh” karena pekerjaan menumpuk ketika harus “WFH”. Memang, bekerja dari rumah bisa melekatkan tali silaturahmi keluarga yang selama ini terputus karena terlalu lekat dengan kemacetan Ibukota. Tapi mayoritas, para pemegang jabatan bertindak mengalahkan alarm perut yang meminta diiisi 3x sehari. Kerja normal 8 jam justru dilipatgandakan 3x menjadi 24 jam. Wajarkah?
ADVERTISEMENT
Bukan hanya ADUH, tetapi Pandemi ini juga membuat GADUH. Roda perekonomian, Sosial, Politik, Budaya, bahkan ranah pribadi pun terjerembab masuk ke lubang kekacauan. Langkah pemerintah yang awalnya bersifat informatif, beralih menjadi antisipatif. Era New Normal (atau PSBB Transisi Jakarta) berubah menjadi ajang persuasif. Tak kuat nyali masyarakat ini ketika harus sigap berdamai dengan virus corona. Menjaga kebersihan dan kesehatan akhirnya terlupakan karena hasrat bercengkrama dan menikmati sejuknya area perbelanjaan lebih kuat. Pemerintah akhirnya harus koersif memasukkan kita lagi ke dalam “penjara pribadi”.
5 Juni 2020 Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Negara beralih menjadi PSBB Transisi versi Bang Anies Baswedan. Walau negara menerapkan new normal, Pak Gubernur keukeuh menggunakan nama lain supaya terlihat berbeda. Euphoria “para tahanan rumah” keluar dari Gua memang kelewatan, sampai-sampai Tanggal 9 Bulan 9 Tahun 2020, sebuah tanggal kembar cantik, akhirnya menjadi petaka! Jakarta Sekarat, Rem Darurat harus diangkat!
ADVERTISEMENT
PSBB Transisi menjadi PSBB Total lagi. Itulah kilasan sepak terjang Sang Ahli Retorika. Lagi-lagi ia mengumumkan pernyataan kontroversial tanpa sebelumnya merundingkan dengan kota sekitar, sebut saja Bogor, Banten dan Jawa Barat. Langkahnya memang terkesan berani, tapi ketika tidak didukung oleh koordinasi maka hanya seperti panggung parodi. Konferensi persnya terburu-buru, data yang ia paparkan sekedar itu, tanpa memikirkan aspek babibu. Anies mengagung-agungkan tenaga kesehatan yang berjibaku dengan virus corona dalam menangani dan mencegah pasien terinfeksi. Tapi manakah pernyataannya yang berterima kasih kepada para warga yang berjuang di panggung sendiri?
PSBB Total Jakarta versi Anies memang terdepan dalam prestasi. Ia menginginkan roda ekonomi tak terhenti, perputaran uang tetap terjadi, tetapi batasan gerak ia kendalikan sendiri TANPA konsolidasi. Memang kabarnya perkantoran menjadi klaster virus ini, tetapi apakah jajaran pemerintah sudah terjun lapangan ke wilayah dempet sana sini? Berapa banyak dari kita yang melihat adanya pesta warga tanpa protokol kesehatan? Berapa banyak dari kita melihat anak jalanan yang berkeliaran tanpa memikirkan masker, asal mendapat uang untuk makan?
ADVERTISEMENT
Jadi, untuk selanjutnya, ego pribadi untuk tampil itu boleh, loh. Tetapi, pencarian sekutu supaya bisa mendukung juga penting. Jangan menjadi one man show yang akhirnya membuat jengah, bingung atau marah WARGA sendiri. Tidak semua warga siap ketika mimpi mengadakan acara, direnggut oleh kepentingan pemangku kuasa.
========
Patrice memiliki ketertarikan khusus pada tema-tema menyangkut text ataupun audio visual pada khususnya; dan media massa pada umumnya. Tema-tema sosial selalu memancing daya nalar kritisnya untuk menuangkan dalam bentuk tulisan yang lekat dengan Ilmu Komunikasi.