Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Transformasi Kerja PNS: Kinerja Melampaui Kehadiran
7 Januari 2025 10:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Patrick Samosir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun ini, hasil rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) diterima secara simultan di berbagai instansi pemerintah. Para PNS teranyar akan merasakan sistem kerja yang mengalami transformasi signifikan, sistem kerja berbasis kinerja. Sistem ini ditandai dengan maraknya istilah kinerja seperti akuntabilitas kinerja, satuan kinerja pegawai, dan tunjangan kinerja. Sistem yang berbeda dengan generasi sebelumnya, sistem ini lebih menekankan pada kinerja dibandingkan kehadiran fisik.
Perubahan paradigma untuk menerapkan sistem kekinian ini semakin menguat ketika pandemi Covid-19 melanda, memaksa pemerintah untuk mengadopsi sistem kerja yang selama ini lebih dikenal di sektor swasta, yang lebih fleksibel dan solutif atas keterbatasan mobilitas. Konsep kerja seperti Work From Home (WFH), Remote, Satellite Office, Coworking Space, dan Flexible Time menjadi familiar dalam dunia kerja pemerintah. Lokasi dan waktu kerja tidak lagi terbatas pada gedung dan jam kantor, pegawai bisa bekerja dari mana saja dan kapan saja, bahkan dari puncak gunung sekalipun, selama hasil kerja tetap dapat dihasilkan.
Sistem kerja kekinian ini menandai berakhirnya era "presenteeism", diantaranya kebiasaan pegawai menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptop atau komputer hanya untuk terlihat kerja di mata pimpinan. Di masa lalu, pegawai yang duduk berjam-jam di depan komputer tanpa benar-benar produktif sering kali dianggap sebagai pekerja keras. Bahkan, ada istilah "cari muka di depan pimpinan" yang mencerminkan budaya kerja terlihat sibuk lebih penting daripada benar-benar menghasilkan sesuatu. Namun, sistem kerja kekinian menghapus budaya ini. Selain itu, paradigma baru ini mengakui bahwa produktivitas tidak diukur dari lamanya waktu yang dihabiskan di kantor, melainkan dari hasil kerja yang dicapai. Mengapa harus memaksakan kehadiran pegawai di kantor jika semua pekerjaan sudah terselesaikan dengan baik? Pegawai yang berhasil menyelesaikan tugasnya lebih cepat tidak perlu berlama-lama di kantor. Seringkali, pegawai terlihat sibuk justru karena menunda-nunda pekerjaan, bukan karena benar-benar produktif.
Sebenarnya secara praktik, konsep fleksibilitas dalam bekerja bukanlah hal yang sepenuhnya baru. Di masa lalu, banyak pegawai yang sudah terbiasa bekerja tanpa batasan waktu dan tempat. Namun, fleksibilitas pada era tersebut cenderung bersifat eksploitatif, pegawai membawa pekerjaan ke rumah atau lembur hingga larut malam tanpa kompensasi. Tidak jarang pula mereka harus menerima panggilan telepon pada akhir pekan atau larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan mendadak. Fleksibilitas semacam ini dilakukan atas nama tanggung jawab atau loyalitas, tanpa memiliki dasar hukum.
Kini, fleksibilitas dalam bekerja di lingkungan pemerintah telah memiliki dasar hukum, meskipun aturan ini masih perlu dijabarkan kembali melalui kebijakan teknis untuk masing-masing instansi pemerintah. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah menggantikan PP Nomor 53 Tahun 2010, terdapat perubahan definisi "Masuk Kerja" yang lebih akomodatif terhadap fleksibilitas. Jika sebelumnya PNS diwajibkan hadir secara fisik di kantor, sekarang "Masuk Kerja" didefinisikan sebagai keadaan melaksanakan tugas baik di dalam maupun di luar kantor, dengan pengaturan lokasi dan waktu yang lebih fleksibel.
Perubahan ini juga didorong oleh implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang semakin masif. Digitalisasi proses kerja pemerintah memungkinkan pegawai untuk tetap produktif tanpa harus hadir secara fisik di kantor. Berbagai aplikasi dan platform daring memungkinkan koordinasi, rapat, dan pengawasan dilakukan dari jarak jauh. Meski demikian, perlu dipahami bahwa fleksibilitas ini tidak berlaku universal. Untuk profesi-profesi tertentu seperti dokter, perawat, dan caraka, kehadiran fisik tetap menjadi keharusan karena ada relevansi yang tidak terpisahkan antara kehadiran dan kinerja.
Penerapan sistem kerja kekinian membawa berbagai dampak positif bagi masyarakat luas. Pertama, pengurangan kemacetan lalu lintas karena berkurangnya mobilitas pegawai ke pusat-pusat perkantoran. Kedua, penghematan biaya operasional kantor seperti listrik dan air karena tidak semua ruangan digunakan secara penuh setiap hari. Ketiga, potensi pertumbuhan ekonomi baru melalui berkembangnya bisnis kedai kopi, kafe, dan ruang-ruang kerja bersama yang menjadi alternatif lokasi kerja. Dalam konteks ini, masyarakat perlu mengubah persepsinya tentang PNS yang bekerja di tempat-tempat publik, hal ini bukan lagi tanda kemalasan, melainkan manifestasi dari sistem kerja modern yang lebih efisien. Jika pegawai swasta dapat bekerja dari kafe tanpa dipertanyakan, seharusnya PNS juga mendapatkan perlakuan yang sama.
Fleksibilitas kerja juga menawarkan solusi untuk permasalahan over capacity di gedung-gedung pemerintahan. Dengan bertambahnya jumlah pegawai setiap tahun melalui rekrutmen, sementara luas gedung kantor tetap, fleksibilitas lokasi kerja menjadi alternatif yang rasional untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana fisik.
Tantangan dalam penerapan sistem ini terletak pada kesiapan budaya kerja dan infrastruktur pendukung. Tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama terhadap fleksibilitas kerja. Sebagian masih “kuno” atau “tertinggal” menganggap bahwa kehadiran fisik mencerminkan loyalitas, dedikasi atau tanda pegawai benar-benar bekerja. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengubah mindset ini. Selain itu, infrastruktur teknologi seperti jaringan internet dan perangkat kerja juga harus dipastikan memadai.
Secara keseluruhan, sistem kerja kekinian bertransformasi dalam memandang produktivitas dan kinerja. Fokus tidak lagi pada kehadiran fisik, melainkan pada pencapaian hasil yang terukur dan bermakna tanpa harus terikat pada ruang dan waktu. Dalam era digital yang semakin maju, kemampuan untuk beradaptasi dengan cara kerja yang lebih fleksibel dan berorientasi hasil merupakan tuntutan zaman dan menjadi kunci keberhasilan organisasi modern.
ADVERTISEMENT
Live Update
PSSI resmi mengumumkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia, Rabu (8/1). Pelatih asal Belanda ini akan menjalani kontrak selama dua tahun, mulai 2025 hingga 2027, dengan opsi perpanjangan kontrak. Kluivert hadir menggantikan STY.
Updated 8 Januari 2025, 17:20 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini