Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Ceritaku Si Gadis Rantau yang Akhirnya Melihat Demo di Depan Mata
8 November 2017 8:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Paulina Herasmaranindar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama hidup, saya belum pernah melihat visualisasi demo secara nyata. Biasanya saya hanya melihat demo melalui siaran televisi saja. Setiap kali melihat berita demonstrasi yang terbesit dipikiran hanya 'demo itu seram, demo itu anarkis, demo itu buat macet, demo itu buang-buang waktu' dan tidak ada keinginan untuk melihat secara langsung atau bahkan menjadi bagian dari aksi demo.
ADVERTISEMENT
Mungkin pikiran ini terbentuk karena saya terbiasa tinggal di kota kecil yang tenang dan belum ada konflik yang begitu serius.
Setelah saya memutuskan untuk hijrah ke Jarkarta, sebuah kota yang memiliki permasalahan sangat kompleks seperti, kemacetan, polusi, kepadatan manusia. Saya harus terbiasa dengan pola kehidupan 'fight'. Seorang sahabat pernah berkata pada saya "kamu yakin mau ke Jakarta? Mentalnya sudah siap? Semua orang merantau di Jakarta, tapi mental 'jago kandang' enggak bakal kuat dengan kenyataan hidup di sana", ujarnya.
Seketika berpikir apakah kenyataan hidup yang dimaksudkan olehnya?
Selang sepekan tinggal di Jakarta, saya mulai tahu apa yang dimaksud dengan kenyataan hidup itu.
Hal yang paling sering saya hadapi adalah jarak tempuh pulang ke rumah, biasanya hanya 5-10 menit, disini saya harus terbiasa dengan jarak tempuh yang memakan waktu kurang lebih satu jam lamanya.
ADVERTISEMENT
Ohh.....derita mana yang kudustakan? Suara klakson bersautan, kendaraan bermotor saling salip-menyalip, kendaraan umum berhenti seenaknya. Ahhh.... suasana ini terkadang membuatku ingin terbang saja. Tapi mungkin kenyataan ini dilalui semua orang yang tinggal di Jakarta ya. He..he
Tapi tunggu dulu, ada satu pengalaman yang mungkin belum semua orang Jakarta rasakan--mungkin sih-- Cuma yang pasti ini pengalaman pertamaku, melihat aksi demo secara langsung.
Ya, baru kemarin, Selasa (7/11), aku melihatnya tepat di depan Pengadilan Jakarta Pusat. Tujuan awalku melakukan liputan persidangan kasus narkoba aktor Ammar Zoni bersama rekan saya Ricky.
Kami tiba di pengadilan sekitar jam 10.30 WIB, suasana nampak seperti hari-hari biasaku melihat pagi. Tak lama, saya melihat orang-orang berkumpul di depan gedung membawa spanduk, bendera, orator berkata "tolak reklamasi"
ADVERTISEMENT
Sontak teriakan itu menyita perhatianku dan Ricky. Kami langsung berlari agar semakin dekat dengan demonstrasi itu. Suasana tenang seketika melebur, lebur dengan semangat orasi para nelayan yang memperjuangkan hak mereka.
"Allahuakbar" "Hakim harus berpihak pada rakyat kecil, setujuuu??" ucap orator yang berdiri di atas mobil. Seruan disambut "setujuuuuuu!!!" oleh para nelayan.
Suasana yang begitu bising membuat saya tidak dapat berbicara dengan orang lain, contohnya saat berbicara dengan Ricky, niat awal saya ingin berkata "Rick, mau nulis beritanya enggak?" tapi Ricky hanya mendengar "Rick, mau n u l s ....... nggak?".
Berulang kali mencoba untuk berbicara, kadang Ricky mendengar tetapi gantian, giliranku yang tidak bisa mendengar jawabannya.
ADVERTISEMENT
Ahhh... berbicara saja sudah harus menggunakan suara 10 oktaf untuk mengalahkan suara dari toa, tenggorokan mulai terasa sakit dan kering, tak lama melihat Ricky membeli es dawet, langsung kutanyakan "Rick beli dimana?", "tuh di depan (sambil menunjuk ke arah tukang es dawet)".
Langsung saya bergegas datang menghampiri, "bang, es dawetnya satu", tak lama es dawet saya pun jadi. Sluruupppp, saya langsung menyedot es dawet itu. Ugh.. moment ini seolah membuktikan bahwa bahagia itu sederhana. Sesederhana minum es dawet di tengah hari bolong, di hadapan seluruh pendemo.
Sembari menunggu sidang Ammar Zoni dimulai, saya terus memperhatikan jalannya demonstrasi. Teriakan terus bersautan "Kami menolak reklamasi, reklamasi tidak berpihak pada nelayan", "ada reklamasi pada ada relokasi", "hakim harus menerima tuntutan kami".
ADVERTISEMENT
Selama saya berada di tengah pada kerumanan massa, saya duduk, tertegun dan berpikir terkadang demo memang dibutuhkan untuk memperjuangankan hak kita sebagai warga negara.
Demo bisa dilakukan untuk menegakkan keadilan. Apalagi saya melihat seorang ibu paruh baya yang dengan semangat mengikuti demo demu kelangsungan hidup keluarganya "Anak saya masih sekolah, kami butuh makan" ujarnya.
Untungnya, demo ini berjalan aman, tertib, dan tidak mengganggu lalu lintas. Demonstran secara tertib mengikutinya. Demo pun tidak berlangsung berlarut-larut setelah menyampaikan aspirasi mereka pulang secara tertib. Saya hanya bisa berharap semoga aspirasi demo ini dapat didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah, mengingat sebenarnya nasib nelayan sangat penting, kalau tidak ada nelayan darimana kita makan ikan kan?
ADVERTISEMENT
Pokonya pengalaman kemarin siang cukup berkesan bagi hidup saya, melihat demo secara langsung dan untungnya tertib ya. Memberikan saya sebuah kesadaran kadang demo itu tidak selamanya negatif dan justru berguna bagi kelangsungan kehidupan orang banyak.
Kira-kira pengalaman baru apalagi ya yang akan saya dapat? We will see!