news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Makan Bergizi Gratis: Solusi atau Ilusi?

Pauzan Pzn
Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam
9 Maret 2025 12:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pauzan Pzn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah tingginya angka stunting dan kemiskinan di Indonesia, kebijakan makan bergizi gratis sering kali dianggap sebagai solusi ajaib. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak, sekaligus mengurangi beban ekonomi keluarga miskin. Namun, sebagai seorang yang mengamati isu sosial, saya merasa perlu untuk mempertanyakan: Apakah kebijakan ini benar-benar efektif, atau hanya sekadar ilusi yang menutupi masalah struktural yang lebih besar?
ADVERTISEMENT
Potensi Dampak Positif
Tidak dapat dipungkiri, kebijakan makan bergizi gratis memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif. Pertama, program ini dapat meningkatkan status gizi anak-anak, terutama di daerah miskin dan terpencil. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 27,67% balita di Indonesia mengalami stunting pada tahun 2022. Dengan menyediakan makanan bergizi gratis, angka ini diharapkan bisa ditekan.
Kedua, program ini dapat meningkatkan partisipasi pendidikan. Banyak anak dari keluarga miskin terpaksa putus sekolah karena harus membantu orang tua mencari nafkah atau karena tidak mampu membeli makanan. Dengan adanya makan siang gratis di sekolah, anak-anak ini bisa tetap bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak.
Ketiga, kebijakan ini dapat mengurangi beban ekonomi keluarga miskin. Alih-alih menghabiskan uang untuk membeli makanan, mereka bisa mengalokasikan dana tersebut untuk kebutuhan lain seperti kesehatan atau modal usaha kecil.
ADVERTISEMENT
Tantangan yang Sering Diabaikan
Namun, di balik potensi positifnya, ada beberapa tantangan serius yang sering diabaikan. Pertama, masalah distribusi. Di Indonesia, dengan ribuan pulau dan kondisi geografis yang beragam, menjamin distribusi makanan yang merata adalah tantangan besar. Seringkali, daerah terpencil justru tidak terjangkau oleh program ini.
Kedua, kualitas makanan. Tidak jarang, makanan yang disediakan tidak memenuhi standar gizi yang cukup. Misalnya, menu yang hanya terdiri dari nasi dan lauk sederhana tanpa variasi sayur atau protein. Jika ini terjadi, program ini hanya menjadi "formalitas" tanpa memberikan manfaat nyata.
Ketiga, korupsi dan penyalahgunaan dana. Sejarah menunjukkan bahwa program bantuan sosial sering menjadi sasaran korupsi. Dana yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan bergizi bisa saja dikorupsi oleh oknum tidak bertanggung jawab. Akibatnya, masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat justru dirugikan.
ADVERTISEMENT
Apakah Ini Solusi yang Berkelanjutan?
kebijakan makan bergizi gratis bukanlah solusi jangka panjang. Program ini hanya bersifat kuratif, bukan preventif. Artinya, ia hanya mengatasi gejala (kelaparan dan malnutrisi) tanpa menyentuh akar masalahnya, yaitu kemiskinan struktural dan ketimpangan sosial.
Sebagai contoh, alih-alih hanya memberikan makanan gratis, pemerintah seharusnya juga fokus pada pemberdayaan masyarakat. Misalnya, dengan memberikan pelatihan keterampilan, akses ke modal usaha, atau program edukasi tentang gizi seimbang. Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah, tetapi juga mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas. Masyarakat harus dilibatkan dalam monitoring program untuk memastikan bahwa dana digunakan secara tepat sasaran. Tanpa itu, kebijakan ini hanya akan menjadi "proyek" yang menghabiskan anggaran tanpa memberikan dampak nyata.
Makan siang Gratis tahap 2 disalurkan kepada siswa-siswi.