Konten dari Pengguna

Anak-anak Tak Seperti Kertas Kosong yang Dapat Seenaknya Kita Tulisi

Fendi Setiawan
Orang yang berharap dapat memberi manfaat kepada orang lain melalui tulisan. Saat ini menjadi Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP Al Hikmah Surabaya
19 Desember 2022 16:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fendi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anak-anak belajar ditenda darurat di Sumbermujur, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (14/12/2021). Foto: Budi Candra Setya/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak belajar ditenda darurat di Sumbermujur, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (14/12/2021). Foto: Budi Candra Setya/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Dunia ini terus bergerak maju dan sulit diprediksi pengetahuan atau keterampilan apa yang paling relevan di 10-20 tahun ke depan. Hal yang bisa kita lakukan kepada siswa-siswi yakni membekali keterampilan yang dibutuhkan ketika sudah meninggalkan bangku sekolah. Maka, sekolah perlu memfasilitasi siswa secara maksimal agar dapat menemukan bakat dan life skillnya secara tepat sebagai bekal kehidupannya kelak di masa depan.
ADVERTISEMENT
Sekolah sebagai tempat pendidikan harus menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kodrat anak. Sekolah perlu menyelenggarakan pendidikan yang terfokus pada pemenuhan tumbuh kembang anak, mengakomodasi perbedaan individual anak dan memandang anak dengan rasa hormat.
Ki Hajar Dewantara menyebutnya sebagai “menghamba kepada anak”. Anak-anak bukan seperti kertas kosong yang dapat ditulis sekehendak kita. Mereka secara kodrat memiliki bakat dan minat yang berbeda sehingga kita wajib menghargai perbedaan tersebut tanpa menyeragamkan dengan ukuran tertentu yang pada akhirnya melabeli mereka dengan istilah murid pintar atau murid bodoh.
Bermain juga merupakan kodrat anak, karena aktivitas belajar terpadu yang ada pada setiap tahap tumbuh kembang anak. Implementasinya di sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan KBM yang menyenangkan sehingga proses belajar dapat benar-benar atas kesadarannya sendiri dan merdeka atas pilihannya.
ADVERTISEMENT
Berlangsungnya proses pendidikan, tidak terlepas dari komponen-komponen yang di dalamnya, komponen tersebut meliputi pembelajaran ekstrakurikuler (pengembangan aspek bakat minat dan kepribadian) dan intra-kurikuler (bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan akademik siswa) serta ko kuler (memahami materi pengajaran yang telah dipelajari pada intra-kulikuler di kelas).
Hasil belajar dalam angka tertentu yang mencerminkan suatu hasil, sehingga dapat terlihat ada perbedaan kognitif, afektif, serta psikomotor. Jika ketiga perubahan hasil belajar tersebut dapat dicapai siswa maka akan muncul kebiasaan berpikir (habits of mind). Salah satu indikator habits of mind yaitu perilaku cerdas seseorang untuk tidak tergesa-gesa dalam bertindak memecahkan masalah, bertindak dengan demikian sidat pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Habits of mind adalah sifat atau cara berpikir yang mempengaruhi bagaimana seseorang memandang dunia atau bereaksi terhadap suatu tantangan. Kebiasaan berpikir ini meliputi 16 daftar. Di antaranya adalah bertahan, mengelola impulsive, mendengar dengan empati, berpikir fleksibel, metakognisi, berjuang, mempertanyakan, menerapkan pengetahuan ke situasi baru, berpikir dan berkomunikasi, mengumpulkan data, berinovasi, mengambil risiko, serta konsisten belajar.
ADVERTISEMENT
Melatih habits of mind bermula ketika rasa ingin tahu mereka tersulut. Mulai Paud hingga pasca-sarjana ada banyak kesempatan belajar secara bebas dan mandiri yang memberi kesempatan bagi siswa berlatih melakukan kebiasaan berpikir di dalam kehidupan mereka. Salah satu cara mengendalikan impulsivitas siswa melalui mengajarkan keterampilan mengendalikan diri dan memberikan contoh perilaku yang benar serta selalu hadir untuk mendukung anak berproses.
Kegigihan untuk terus berusaha, atau mengulang suatu usaha dengan Tindakan-tindakan tertentu hingga mencapai tujuan atau memperoleh hasil merupakan Latihan kebiasaan berpikir. Siswa perlu mengenal betul diri mereka sendiri, kelebihan atau kekurangan serta potensi yang dimilikinya. Mengenal diri sendiri dengan baik memampukan siswa secara merdeka, membuat keputusan bijak mengulang usaha atau Tindakan yang dibutuhkan. Terlebih Tindakan yang diambil saat mereka menavigasi turbulensi perubahan kehidupan ini yang terjadi dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Ketika sekolah tak lagi menakutkan dengan berbagai aturan yang mengikatnya, anak bisa merasa nyaman dan aman di sekolahnya maka murid akan menjadi manusia yang merdeka dengan tetap memelihara ketertiban dan kedamaian di tengah masyarakat. Profil pelajar Pancasila yang kita cita-citakan bukan lagi menjadi hal yang mustahil.
Pelajar dengan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebinekaan global, bergotong royong, dan kreatif dapat terwujud. Sehingga siswa-siswi sudah merdeka dalam belajar, menemukan Hasrat, minat serta impian mereka saat memperoleh motivasi intrinsik dari apa yang mereka ingin capai.
Kecerdasan manusia tidak hanya dilihat dari pengetahuan yang dimiliki saja, tetapi juga dari bagaimana seseorang individu bertindak. Untuk itu, guru tidak hanya sekadar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak atas kehendak pribadi, melainkan juga harus menjadi pendengar yang baik untuk mengetahui kebutuhan anak. Sekolah juga memfasilitasi anak agar mampu mengenali potensinya, karena bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki minat dan mau berlatih untuk mengasah keterampilannya.
ADVERTISEMENT