Panasnya Harga Minyak Goreng

Peggy Kakisina
SEO Writer
Konten dari Pengguna
2 Maret 2022 11:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Peggy Kakisina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sulasmi melayani konsumen yang membeli fried chicken di kedainya, Kamis (17/02/2022). (Foto: Peggy Kakisina)
zoom-in-whitePerbesar
Sulasmi melayani konsumen yang membeli fried chicken di kedainya, Kamis (17/02/2022). (Foto: Peggy Kakisina)
ADVERTISEMENT
Dunia dikejutkan dengan kemunculan varian terbaru virus Covid-19 jelang akhir tahun 2021. Tentunya hal ini bukan kado akhir tahun yang diharapkan semua orang. Indonesia sendiri mendapat satu lagi kado spesial dari dalam negeri, yakni kelangkaan minyak goreng.
ADVERTISEMENT
Dua bulan memasuki tahun 2022 tampaknya tak banyak perubahan besar mengenai hal ini. Di Indonesia sendiri, tingkat pasien aktif varian Omicron terus meningkat. Begitu pula harga minyak goreng yang kian mendidih seiring berjalannya waktu.
Tak terhitung berapa jumlah masakan Indonesia yang diolah dengan cara digoreng. Dengan kelangkaan ini, banyak penjual makanan yang harus merogoh kocek dalam hanya untuk membeli produk kelapa sawit ini. Hal ini dirasakan oleh Sulasmi, penjual fried chicken di Plosokandang, Kedungwaru, Tulungagung.
“Ada saja masalahnya sejak pindah ke sini,” katanya. Sulasmi telah berjualan sejak 14 tahun yang lalu. Bisnis yang ia geluti bermula di Jakarta, dan terus berlanjut meski pindah ke kota kecil ini.
Harga minyak goreng yang semakin meroket seolah-olah juga mengajak kawannya, seperti tepung dan ayam, untuk ikut merangkak naik. Kekhawatiran Sulasmi akan keberlangsungan bisnis yang berada di ujung tanduk kian diperparah seiring datangnya bulan Puasa.
ADVERTISEMENT
“Entah nanti bisa berjualan atau tidak saat Ramadhan,” tuturnya sambil mengambil dua dada ayam untuk dibungkuskan ke pelanggan. Kelangkaan minyak goreng mengharuskannya menaikkan harga sebesar Rp5 ratus, menjadi Rp4 ribu per potong. Untuk kelas Tulungagung, yang mayoritas masyarakatnya menengah ke bawah, mereka harus pikir-pikir ulang hanya untuk menyantap fried chicken.
Sulasmi belum memiliki kesempatan untuk mencicipi manisnya subsidi minyak goreng pemerintah. Satu-satunya barang yang sangat ia perlukan selalu kosong di rak minimarket dan swalayan. Alhasil, ia beralih ke minyak curah, yang ia harap tidak ikut langka di kemudian hari.
Satu-satunya hal yang membuat Sulasmi tetap bertahan adalah konsumen, yang sebenarnya mengalami sedikit penurunan akibat kenaikan harga dagangannya. “Saya berjualan karena pelanggan. Yang paling penting, pelanggan tidak kecewa dengan fried chicken saya,” jelasnya. Ia berharap harga minyak goreng bisa kembali manusiawi. “Kita jalani aja dulu. Siapa tahu harganya turun,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT