Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Konten dari Pengguna
Minat Belajar dan Tingkat Pemahaman Siswa Sekolah Dasar di Fase Mengkhawatirkan!
23 Januari 2025 13:53 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Fifin Anggela Prista tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka, pernah berkata, Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan. Kini apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan itu seolah sirna, digerus teknologi dan perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Zaman yang canggih dan semakin tidak terkendali, memengaruhi disegala sisi dalam menimba ilmu di sekolah hari-hari ini. Para guru yang dulu melihat mata siswanya berbinar saat belajar, kini menghadapi kenyataan pahit bahwa, minat belajar menjadi semakin pudar.
Minat belajar yang kian hari kian menipis memang sangat miris. Bagaimana tidak, Sugilah, seorang guru di salah satu Sekolah Dasar (SD) daerah Bantul, Yogyakarta, melihat ada yang berbeda dari siswanya. Para siswa duduk dengan lesu di bangku mereka, banyak yang tampak tidak fokus, bahkan mata pelajaran Matematika yang seharusnya memicu rasa penasaran justru menjadi ajang kebosanan yang terpendam.
Beberapa dekade yang lalu, antusiasme siswa-siswi Sekolah Dasar saat belajar bukan pemandangan yang sukar untuk didapatkan. Namun, sekarang seolah itu hanya harapan semu di tengah fatamorgana kenikmatan era digital yang semakin sulit dikendalikan. Sehingga, Sugilah mulai menyadari para guru harus terus berinovasi agar dapat mengimbangi situasi ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Sugilah, meskipun kondisi ini tidak terjadi pada semua siswa, tetapi fenomena ini semakin terasa. Alim, yang juga seorang guru agama di sekolah yang berbeda, setuju dengan pernyataan Sugilah, ia menyampaikan bahwa, “Minat siswa terhadap pelajaran yang dulunya penuh semangat kini cenderung menurun. Bahkan, dari segi adab dan sikap juga mengalami kemunduran,” ungkap Alim, ketika dihubungi melalui WhatsApp.
Tentu ada penyebab hal ini bisa terjadi, Sugilah menyampaikan bahwa, salah satunya adalah pengaruh teknologi dan media sosial. Membuat kekhawatirannya memuncak saat mengetahui realita bahwa, anak-anak kini lebih tertarik bermain game atau berselancar di media sosial ketimbang belajar.
Di luar kelas, dunia digital dan teknologi menawarkan hiburan yang begitu menggoda. Anak-anak yang baru saja belajar mengenal dunia luas, kini dihadapkan pada perangkat digital yang penuh dengan euforia dan bisa didapatkan dengan instan seperti game, video, dan media sosial.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan hanya teknologi yang menjadi tantangan. Seorang guru besar Ilmu Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Suciati menuturkan, “Ada beberapa faktor lain yang turut memengaruhi minat belajar siswa, yakni kurangnya kontrol orang tua di rumah dan faktor internal kurangnya motivasi pribadi dari siswa itu sendiri." Banyak orang tua yang sibuk bekerja dan kurang memperhatikan perkembangan anaknya sehingga anak menjadi tidak terkendali dan berujung pada kurangnya motivasi.
Sejatinya, menjadi apa dan siapa seorang anak tergantung pada orang tuanya. Hal ini juga dibuktikan dalam jurnal JSTOR, sebuah penelitian berjudul Cognitive and Pathways in the Transmission of Antisocial Behavior from Parent to Adolescents menunjukkan bahwa, perilaku antisosial pada anak berkembang akibat pengamatan dan penafsiran dari perilaku orangtuanya.
ADVERTISEMENT
Perilaku anti sosial dan malas berlama-lama di luar adalah akibat dari orangtua yang kurang memberi teladan. Seorang siswi kelas lima SD yang duduk dengan raut wajah serius, Fara namanya. Mengungkapkan bahwa, sangat berat menjadikan belajar nomor satu jika tidak ada hal baru disana. “Saya merasa kalo gadget memang jauh lebih menarik ketimbang belajar, bahkan rasanya ingin pulang cepat agar bisa bermain game di rumah,” Fara menimpali.
Hal serupa juga disampaikan oleh Naufal, siswa kelas enam di salah satu SD di Yogyakarta. Orang tuanya tidak pernah membatasi dalam hal penggunaan gadget, bahkan Naufal mengakui ia bisa bermain gadget tiga hingga tujuh jam sehari. Ini perlu menjadi perhatian khusus bagi kita bersama.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, memang tidak semua siswa seperti itu. Karena ada sebuah hal menarik yang saya jumpai, yaitu Akbar, seorang siswa yang juga masih duduk di bangku kelas enam SD. Berbeda dengan Naufal, meski sama-sama tidak di kontrol dalam hal penggunaan gadget, Akbar mengakui jika dia memberi batasan sendiri untuk dirinya dengan maksimal bermain gadget hanya satu sampai 1,5 jam sehari.
Dari dinamika personal yang timbul akibat teknologi yang berimbas pada menurunnya minat dan motivasi siswa, para guru mulai mencari solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satunya adalah dengan memperkenalkan metode pembelajaran yang lebih menarik dan sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti video pembelajaran, yang diharapkan bisa membantu siswa memahami materi dengan cara yang lebih menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Melalui video pembelajaran, tentu akan menghadirkan suasana baru yang harapannya bisa membangkitkan lagi gairah anak-anak dalam belajar. Berbagai usaha akhirnya dilakukan oleh para guru. Kata Sugilah, "Kami mencoba untuk lebih kreatif dalam mengajarkan pelajaran. Dengan menggunakan berbagai media, seperti gambar, video, atau kegiatan yang lebih interaktif, agar anak-anak bisa lebih termotivasi dalam proses belajar."
Motivasi yang kian hari kian pergi dalam diri siswa, berimbas dari faktor eksternal yang mempengaruhinya, seperti faktor teknologi dan orang tua tadi. Tak ayal zaman sekarang orang tua justru kurang memberikan contoh yang baik kepada anaknya, alhasil anak akan menjadi pribadi seperti yang ditampilkan oleh orang tua mereka.
Meskipun, yang menjadi faktor utama dari fenomena kurangnya motivasi dan minat belajar siswa ini adalah karena gadget atau teknologi, kurangnya kontrol orang tua menempati posisi kedua yang menyebabkan hal ini terjadi. Hal itu disampaikan langsung oleh Dr. Suciati guru besar Ilmu Psikologi Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, para guru berharap agar orang tua bisa lebih terlibat dalam mendukung proses belajar anak-anak di rumah. Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi anak belajar, sehingga mimpi-mimpi akan mudah untuk di kejar.
Fenomena yang cukup mengkhawatirkan ini sudah seharusnya menjadi perhatian banyak pihak. Kejadian ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh dunia pendidikan di era digital. Menurunnya minat belajar dan pemahaman siswa adalah masalah yang harus segera diatasi, baik oleh guru, siswa, terlebih orang tua.
Namun, di balik tantangan itu, masih ada harapan. Dengan kreativitas dalam mengajar, dukungan yang lebih dari orang tua, dan pemanfaatan teknologi yang bijak, kita berharap agar gairah belajar siswa kembali terjaga, dan mereka bisa mencapai potensi terbaik mereka.
ADVERTISEMENT