Politik Post Truth dan Sandera Elektoral: Lahirnya Pilatus Nusantara

Pemuda Katolik Jawa Barat
Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah Jawa Barat
Konten dari Pengguna
26 Maret 2023 11:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pemuda Katolik Jawa Barat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Eduardo dwin Ramda. (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Eduardo dwin Ramda. (Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tindakan persekusi terhadap kebebasan beragama kelompok minoritas secara masif menggambarkan nihilnya tindakan tegas pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tersandera untuk bertindak secara tegas dan cenderung melakukan pembiaran.
ADVERTISEMENT
Perilaku intoleran secara masif perlahan menjadi magnet potensial untuk menjadi ceruk elektoral yang potensial. Politik post truth semakin berkembang dimana emosi lebih berperan dalam tindakan pemerintah dibandingkan kebijaksanaan.
Politik post truth menjadi landasan fundamental yang kokoh dalam menyuburkan politisasi identitas. Terminologi mayoritas dan minoritas membentuk tipologi elektoral yang berujung pada kerangka berpikir subjektif daripada objektif. Bagi kita tentu tidak asing lagi, sebab pertunjukan sirkus ini sudah ada sejak 2000 tahun lalu dan dimainkan Pilatus.
Kinerja menag patut untuk dikritik sebab keagamaan merupakan urusan pemerintahan absolut artinya kendali berada sepenuhnya di tangan menag. Lemahnya pengaruh menag untuk melakukan penindakan layak dipertanyakan dan dicurigai, apakah menag tersandera juga dengan politik identitas ?
ADVERTISEMENT
Seperti pilatus, menag terkesan cuci tangan dan mencari aman dalam bertindak. Semangat moderasi beragama hanya mentok pada pertemuan perjamuan lintas tokoh agama tanpa adanya dorongan untuk bertindak konkret dalam melindungi hak segenap tumpah darah Indonesia untuk menyembah Tuhan yang mereka percayai.
Sampai kapan ini berakhir? Pertunjukan Pilatus Nusantara nyatanya telah melukai perasaan umat minoritas dan menimbulkan ketakutan. Jelas ini zolim dan lebih banyak mudharatnya. Selama langkah Menag begini-begini saja, maka harapan akan terwujudnya Moderasi Beragama sebagaimana termaktub dalam RPJMN akan mangkrak seperti candi Hambalang.
Berkembangnya politisasi identitas dan kerangka berpikir post truth di masyarakat adalah buah dari ketidakjelasan sikap dan tindakan pemerintah. Percuma jika semangat anti hoax diserukan namun bibit dari pembentukan perilaku hoax tidak diberangus. Ketidaktegasan hanya akan mempertegas tersanderanya menag dan stakeholder terkait dalam jeratan politisasi identitas dan paranoid terhadap potensi ceruk elektoral.
ADVERTISEMENT
Eduardo Edwin Ramda, Alumni Pascasarjana Unhan dan aktif di Pengurus Pusat Pemuda Katolik