Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Pemuda, Nasib Negeri, dan Bonus Demografi
14 Desember 2022 12:10 WIB
Tulisan dari Pancar Setiabudi Ilham Mukarromah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Undang-undang tentang kepemudaan menyebutkan, pemuda adalah WNI yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 tahun sampai 30 tahun. Oleh sebab itu pemuda memiliki tanggung jawab besar terhadap nasib bangsa Indonesia, sebagaimana harapan Sukarno “aku pun berulang-ulang telah berkata, bahwa di tangan pemuda terletak hari kemudian bangsa”.
ADVERTISEMENT
Benar, berjuang untuk masa depan bangsa tidak hanya tugas pemuda. Namun seorang pemuda memiliki banyak keistimewaan, memiliki fisik sehat dan bugar, pikiran jernih, dan semangat yang kuat dan membara. Tentang kekuatan pemuda juga sudah disebut dalam sebuah pepatah, pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan.
Akhir-akhir ini sering disebut jika Indonesia sedang menyambut bonus demografi. Bonus demografi merupakan kondisi yang mana penduduk suatu negara dengan usia produktif lebih dominan ketimbang usia tidak produktif. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS), usia produktif yaitu rentang usia 15 hingga 64 tahun.
Menurut Bappenas, penduduk dengan usia produktif mencapai angka 64% dari total jumlah penduduk sekitar 297 juta jiwa di tahun 2030 mendatang. Artinya ledakan penduduk usia produktif diperkirakan terjadi di tahun 2030, di sini pemuda harus banyak mengambil peran karena pemuda merupakan sumber daya produktif, inovatif, dan kreatif. Kita harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang untuk kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi kita harus mengenali tantangan-tantangan bonus demografi. Pertama, lapangan kerja. Ledakan usia produktif juga berarti membutuhkan banyak lapangan kerja. Persaingan global semakin sengit, hal itu bisa kita lihat dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Besar peluang ada rakyat dari negara lain di wilayah Asean akan bekerja di Indonesia. Jika kita tidak mampu bersaing jangan heran jika di kemudian hari kita melihat pedagang pecel lele bukan lagi dari Lamongan tetapi dari Brunei Darussalam atau Thailand.
Kedua, keterampilan (skill). Di tengah persaingan global, penduduk usia produktif harus memiliki skill, hal ini penting karena besar kemungkinan penduduk Indonesia akan diisi oleh masyarakat dengan pendidikan menengah. Tanpa keterampilan semua akan sia-sia, jangan sampai ledakan demografi menjadi ledakan pengangguran. Untuk menghindari hal itu, pemuda harus terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, koneksi dan jaringan. Pemuda harus memiliki jaringan yang luas dan kuat ketika menyambut ledakan demografi. Kekuatan jaringan sangat penting untuk mewujudkan tujuan bersama untuk individu dan negara. Di tengah digitalisasi, pemuda membutuhkan komunikasi yang baik dari pelbagai pihak, di tengah persaingan global pemuda Indonesia harus melakukan kolaborasi untuk melawan hal itu.
Keempat, motivasi untuk belajar hal baru. Pemuda hari ini tidak boleh lemas dan malas untuk belajar hal baru. Keterbukaan informasi dan kemajuan teknologi harus menjadi dorongan untuk terus mempelajari hal baru. Jangan pernah menjadi pemuda pesimis yang hanya pandai mengeluh. Bangkit, belajar dari lingkungan dan pengalaman karena pemuda harus produktif dan menghasilkan karya.
Tantangan-tantangan untuk pemuda masih banyak, namun empat poin di atas bisa kita jadikan bahan refleksi untuk segera berubah dan bersiap. Jangan sampai kita menjadi pemuda tanpa makna hanya karena kita lalai tidak melakukan persiapan untuk masa depan. Akhir kata akan saya tutup dengan mahfudzot atau nasihat dalam Bahasa arab yang artinya “barang siapa tau seberapa jauh perjalanan, maka bersiap-siap lah ia”.
ADVERTISEMENT