Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Waspada Gelombang Deindustrialisasi
13 Mei 2023 18:46 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Pancar Setiabudi Ilham Mukarromah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fase Industri merupakan istilah lama yang sudah dikenal masyarakat, fase industri menunjukkan perubahan pada dunia industri dan perilaku manusia yang mana bidang industri mulai menggunakan mesin sebagai alat produksi barang yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia. Hal itu bertujuan untuk efisiensi dan meningkatkan jumlah produksi barang.
ADVERTISEMENT
Pada awal-awal fase industrialisasi, penggunaan mesin banyak terjadi pada industri manufaktur. Sekarang penggunaan teknologi sudah meluas hingga sektor jasa, keuangan, jual-beli, dan industri padat karya. Hal ini memberi dampak serius yaitu penyerapan tenaga kerja menurun karena investasi didominasi teknologi tinggi seperti yang diungkapkan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Pada lain sisi, sektor industri juga menghadapi deindustrialisasi, yaitu penurunan kontribusi industri bagi perekonomian nasional. Badan Pusat Statistika (BPS) merilis produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II tahun 2022 senilai Rp. 887,9 triliun atau 17, 84%. Padahal pada 2013 sektor industri menyumbang 21, 57% PDB nasional. Hal ini juga memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri.
Kondisi ini harus dipahami oleh pekerja atau para lulusan baru baik tingkat SMA/SMK, diploma, dan sarjana. Hal ini penting karena persaingan dalam dunia kerja bukan hanya dengan sesama manusia namun dengan teknologi.
ADVERTISEMENT
Meningkatkan Kemampuan dan Mampu Melihat Peluang
Profesor Rhenald Kasali seorang akademisi dan praktisi bisnis berpendapat, perkembangan teknologi memang mampu menggantikan pekerjaan manusia, namun pada lain sisi, perkembangan teknologi juga mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi manusia. Hal ini karena tidak semua sektor mampu digantikan oleh robot. Teknologi mesin masih belum mampu menggantikan interaksi antara manusia dengan ilmu pengetahuan.
Setiap orang harus mau belajar hal baru, terkhusus belajar mengontrol dan mengoperasikan teknologi. Selain itu manusia juga bisa mengembangkan kemampuan komunikasi emosional sehingga mampu menjalin kolaborasi dengan sesama manusia dan teknologi. Kreativitas, inisiatif, dan kepemimpinan merupakan kemampuan yang tidak dimiliki oleh teknologi (AI), oleh sebab itu kita harus mulai meningkatkan keterampilan itu melalui pelatihan atau pengalaman magang.
ADVERTISEMENT
Seperti bekerja dalam bidang pendidikan, layanan kesehatan, tata kelola negara, atau pekerjaan sosial. Namun dalam melakukan itu, kita harus memanfaatkan teknologi supaya kita tetap memiliki daya saing.
Integrasi Pendidikan dan Kebutuhan Kerja
Meskipun banyak kritik tentang pendidikan hanya memproduksi manusia untuk kebutuhan industri, namun fakta di lapangan memang banyak yang memilih bekerja setelah lulus sekolah. Karena jumlah angkatan kerja naik setiap tahun maka lulusan baru yang tidak bisa bersaing akan menjadi pengangguran.
Badan Pusat Statistika (BPS) merilis pada Agustus tahun 2022 jumlah pengangguran paling banyak dari kelompok usia 20-24 tahun yaitu 2, 54 juta orang atau 30, 12% dari total pengangguran nasional dengan jumlah 8, 4 juta orang.
Profesor Rhenald Kasali mengungkapkan, rata-rata lulusan baru sulit mendapat pekerjaan karena dalam proses belajar terganggu dengan ponsel pintar sehingga mereka lupa mengasah kemampuan dan keterampilan baru. Oleh karena itu sekolah harus mampu menghadirkan integrasi antara pendidikan dengan perkembangan industri yang sudah mengadopsi teknologi. Misalnya sekolah kejuruan harus memiliki kemampuan augmented reality, artificial intelligence, big data, dan cybersecurity.
ADVERTISEMENT
Integrasi dunia pendidikan dengan perkembangan industri berbasiskan teknologi ini merupakan persiapan untuk menghadapi dunia kerja di masa depan dengan strategi smart proses, smart connectivity, dan smart foundation. Poin dari semua ini adalah pihak sekolah harus memiliki strategi untuk membangun pondasi teknologi yang cerdas sebagai bahan pendukung bagi pembelajaran siswa di sekolah.
Sebagai penutup, hari ini para pekerja dan lulusan baru jangan mau tersingkir oleh deindustrialisasi, meskipun investasi banyak menyentuh teknologi namun sebagai manusia kita masih bisa meningkatkan keterampilan dengan memanfaatkan teknologi.
Jika kemampuan SDM Indonesia naik, maka investasi padat karya akan naik, jika hal itu terjadi maka lapangan kerja akan terbuka lebar. Jika peningkatan keterampilan dengan basis teknologi masuk dalam sistem pendidikan, hal ini tentu lebih efektif untuk menyiapkan SDM berkualitas.
ADVERTISEMENT