Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Air Susu Kau Balas dengan Air Tuba
11 Maret 2021 21:39 WIB
Tulisan dari Asman Budiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Mansyur S yang berjudul “Air Tuba” menceritakan kisah yang penuh dendam cinta di mana seorang telah memberikan cinta, kepercayaan pada sang wanita, namun kenyataanya ia mengkhianati lelaki tersebut. Hal ini terjadi karena sang lelaki adalah orang yang tidak memiliki apa-apa lagi. Salah satu lirik lagunya kemudian mengatakan “yang lalu biarlah berlalu, lupakanlah semua”.
ADVERTISEMENT
Saya tidak ingin menceritakan lebih jauh tentang lagu ini, namun lagu ini memiliki makna yang begitu luar biasa dengan melihat kejadian demokrasi dan perpolitikan bangsa ini. Teringat dengan kasus-kasus polemik yang sedang viral yaitu mengkudeta dan mengambil alih kepemimpinan seseorang. Namun jika kita menurut sejarah perjalanan bangsa ini diwarnai dengan kudeta mengkudeta, sehingga wajar jika hal ini terjadi karena sejak dulu sudah diajarkan untuk hal seperti ini.
Lagu dari Mansyur S mencoba membuka mata kita, bahwa selama ini kebaikan yang kita tanam, cinta yang kita berikan, pengorbanan itu semua hanyalah sebuah keniscayaan. Sehingga seorang alim ulama mengatakan jangan terlalu mengharap kepada manusia, karena manusia memiliki nafsu yang bisa membuatnya buta jika menuruti keinginan nafsunya. Kejadian ini, menandakan bahwa demokrasi bangsa ini sedang sakit dan salah arah. Politik kepentingan kekuasaan membuat semua lupa akan kebaikan-kebaikan orang lain kepada kita. Namun banyak kemudian netizen mengatakan bahwa ini merupakan karma dan sebagainya. Bukan tanpa sebab hal ini dilakukan, beberapa tahun lalu hal serupa juga terjadi ke beberapa kolega partai yang kemudian diobrak abrik dari dalam untuk melanggengkan kekuasaan. Namun menurut hemat penulis ada agenda-agenda besar yang kemudian sedang direncanakan oleh elite-elite politik untuk di mengokohkan status quo. Sehingga orang-orang yang dianggap berpotensi menghalangi yang harus di eksekusi dan itu dilakukan oleh orang terdekat, agar sakitnya itu lebih sadis.
ADVERTISEMENT
Menghalalkan Segala Cara
Bukan politik namanya jika menggunakan perasaan dalam setiap tindakan politik. Sederhananya politik adalah sebuah proses atau jalan dalam mencapai tujuan baik secara konstitusional maupun inkonstitusional. Untuk mencapai apa yang diinginkan politik harus mengorbankan sesuatu walaupun itu dianggap berat, namun untuk mencapai apa yang di inginkan semua harus dilakukan. Misalnya penggulingan pemerintahan Myanmar yang saat ini dilakukan oleh militer Myanmar menunjukkan kekejaman politik, di mana jika seseorang masih memiliki kekuatan maka ia akan menjadi penguasa yang acapkali menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dalam perpolitikan kekuatan merupakan hal yang diuatamakan, untuk kemudian melanggengkan status quo seseorang.
Maka kemudian ada beberapa pernyataan yang mengatakan walaupun sekelas ulama jika masuk dalam lingkaran politik maka ia akan menjadi setan dalam lingkaran tersebut. Pandangan ini tentunya tidak tanpa alasan, karena melihat elite-elite mempertontonkan sisi keburukan dari politik itu sendri. Akhirnya kesimpulan yang terbesit di benak masyarakat adalah semua kepentingan yang mengatasnamakan rakyat itu adalah omong-kosong, padahal di balik itu ada keuntungan yang didapat untuk kepentingan kelompok dan golongan. Maka sejatinya politik, dengan melihat kasus kudeta di tubuh partai berlambang Mercy itu, membuat sadar bahwa politik sejatinya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dan kejadian ini pula memberikan pelajaran bahwa kebaikan dalam dunia politik hampir tidak ada artinya alias “air susu kau balas dengan air tuba”.
ADVERTISEMENT