Menyosialisasikan Bahaya BAB Sembarangan di Aceh lewat Story Telling

CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives
CISDI adalah sebuah think tank independen yang berfokus pada perbaikan sistem pelayanan kesehatan untuk pencapaian SDGs Goal 3. Salah satu programnya, Pencerah Nusantara adalah gerakan pemuda yang bertujuan untuk memperkuat layanan kesehatan primer di daerah terpencil di Indonesia. Dikelola oleh CISD
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2018 14:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menyosialisasikan Bahaya BAB Sembarangan di Aceh lewat Story Telling
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“Ulang melo! Ulang melo! Ise yang na lot wc? Cerokko gat!”
ADVERTISEMENT
Begitulah suara yang menggema saat diadakan edukasi "Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)" di Gampong Lawe Cimanok, salah satu desa siaga yang digagas oleh Puskesmas Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan bersama tim Pencerah Nusantara. Kalimat itu sendiri dapat diartikan “Jangan malu, ayo mengaku siapa yang tidak punya jamban? Ayo mengaku."
Ya, sepotong kalimat berbahasa Kluet yang sambung-menyambung disebut warga sambil tertawa menahan malu karena ketahuan BABS akibat belum memiliki jamban. Kluet Timur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan, alih-alih menggunakan Bahasa Jamu dan Bahasa Aceh yang digunakan oleh mayoritas penduduk, masyarakat di sini menggunakan Bahasa Kluet untuk percakapan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Pagi itu, warga Lawe Cimanok berkumpul untuk melaksanakan senam jantung sehat rutin sekaligus menghadiri edukasi Setop BABS. Lawe Cimanok merupakan salah satu desa di wilayah kerja Puskesmas Kluet Timur yang berjarak 13 kilometer dari pusat kecamatan, terdiri dari tiga dusun yaitu Tapak Aulia, Semegon, dan Teladan. Dari 338 rumah, baru 258 rumah telah memiliki jamban sementara 80 rumah lain belum.
Kegiatan yang dipimpin oleh petugas kesehatan lingkungan Puskesmas Kluet Timur, Nurul Salami, SKM., bersama Pencerah Nusantara ini dimulai dengan pembuatan peta partisipatif. Pembuatan peta diawali dengan menaburkan tepung sebagai batas dusun.
Kemudian, setiap warga yang hadir mendapatkan potongan kertas dan diminta untuk menuliskan nama kepala keluarga di kertas tersebut sebagai lambang rumah yang mereka tempati dan dilanjutkan dengan meletakkan potongan kertas di tanah yang telah ditaburi tepung. Nurul kemudian menanyakan ketersediaan jamban di rumah warga, sehingga akan tampak rumah yang telah dan belum memiliki jamban.
ADVERTISEMENT
Arif Sujagad, SKM., salah seorang Pencerah Nusantara angkatan 6 Aceh Selatan mengambil alih kegiatan dengan melakukan story telling yang melibatkan warga sebagai tokoh utama. Cerita dimulai dengan seorang anak yang melakukan kebiasaan BABS di sungai, feses anak tersebut terurai dan mengalir melewati beberapa ibu yang tengah mandi dan mencuci pakaian. Perjalanan feses tidak terhenti sampai di situ, Tampak di ujung sungai seorang bapak yang mengambil air untuk dibawa pulang ke rumah.
Di akhir cerita, warga dimintai pendapat, apakah mau menggunakan air sungai yang telah tercemar feses walaupun bentuknya sudah tidak tampak? Warga menjawab serentak “Na arok kami, kumuh lawe no”. Ya, tak satupun warga mau menggunakan air tersebut, ‘Tidak mau kami, kotor airnya!’ begitulah kira-kira jawaban kompak warga Lawe Cimanok.
ADVERTISEMENT
Kegiatan edukasi Setop BABS ini memang menggelitik, karena akan menimbulkan kesadaran Setop BABS melalui rasa jijik, malu, takut sakit, aspek agama, dan privacy. Inilah yang membuat warga sepakat untuk menggalang komitmen pembangunan jamban di rumah masing-masing.
Kegiatan edukasi Setop BABS berakhir dengan penandatanganan komitmen bersama oleh Geuchik (Kepala desa), perangkat desa, beserta warga yang akan membangun jamban. Komitmen ini menjadi sebuah pencapaian di Gampong Lawe Cimanok mengingat lebih dari 50 orang Indonesia tidak menggunakan toilet.
Angka ini termasuk yang tertinggi di dunia setelah India. Jika tidak dihentikan, BABS bisa menimbulkan kontaminasi pada air bersih dan lingkungan rumah. Menurut WHO, 4 dari 5 kematian karena diare dipengaruhi oleh tidak tersedianya air bersih, sanitasi, dan lingkungan yang sehat.
ADVERTISEMENT
Puskesmas Kluet Timur didampingi tim Pencerah Nusantara yang terdiri dari seorang dokter, bidan, perawat, dan ahli kesehatan masyarakat akan menindaklanjuti dan memantau komitmen bersama yang telah digalang sehingga pada akhir tahun 2018 Gampong Lawe Cimanok bisa menjadi desa bebas BABS.
Penulis: dr. Imanda Husna Silalahi (Pencerah Nusantara VI Aceh Selatan)