Tak Punya Jamban, Warga Lebih memilih Buang Air Besar dari Helikopter

CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives
CISDI adalah sebuah think tank independen yang berfokus pada perbaikan sistem pelayanan kesehatan untuk pencapaian SDGs Goal 3. Salah satu programnya, Pencerah Nusantara adalah gerakan pemuda yang bertujuan untuk memperkuat layanan kesehatan primer di daerah terpencil di Indonesia. Dikelola oleh CISD
Konten dari Pengguna
29 Oktober 2018 13:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CISDI Center for Indonesia Strategic Development Initiatives tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tak Punya Jamban, Warga Lebih memilih  Buang Air Besar dari Helikopter
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebabkan lingkungan, tanah, udara dan air terkontaminasi.
ADVERTISEMENT
Normalnya, setiap orang diperkirakan menghasilkan tinja sekitar 85 – 140 gram kering per hari dan perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 – 270 gram per hari. Dalam keadaan normal, tinja mengandung ¾ air dan ¼ zat padat yang terdiri dari 30% bakteri mati, 10 – 20% lemak, 10 – 20%, zat anorganik, 2 – 3% protein dan 30 % sisa – sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan harus dilakukan rekayasa pada akses ini.
ADVERTISEMENT
Perilaku BABS tidak hanya terjadi di wilayah pedesaan yang minim informasi kesehatan tetapi juga daerah semi urban. Kabupaten Cirebon adalah salah satu kabupaten yang belum ODF. Puskesmas Losari sebagai salah satu puskesmas perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah sangat gencar melakukan kegiatan Pemicuan STBM demi mengejar target bahwa semua desa harus ODF.
Pada saat pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dusun Tuk Sari, salah satu desa di wilayah Puskesmas Losari, petugas sanitasi dan Pencerah Nusantara menemukan hal menarik. Bukan karena kondisi sanitasi yang bagus, tapi karena ada temuan menarik yang seolah memaksa nalar untuk sesegera mungkin percaya dengan kenyataan yang ada di depan mata.
Bagaimana tidak, masyarakat yang tinggal di daerah semi urban ini masih banyak yang belum memiliki jamban. Kegiatan pemicuan STBM Oktober ini dilakukan di empat RT dengan total kehadiran sebanyak 116 Orang. Dari jumlah tersebut, 2 dari 5 orang belum memiliki jamban.
Tak Punya Jamban, Warga Lebih memilih  Buang Air Besar dari Helikopter  (1)
zoom-in-whitePerbesar
Untuk menemukan akar permasalahannya, kami memulai dengan berseloroh dan menanyakan bangunan apa yang berjejer di pinggir sungai itu. “Apakah itu tempat pemancingan?” tanya kami.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan kami sontak direspon dengan gelak tawa. “Itu helikopter pak”, jawab seorang ibu dengan spontan. Nalar saya seketika buntu ketika beberapa bangunan berukuran 2 x 2 meter yang berjejer di pinggir sungai itu mereka sebut sebagai “helikopter”.
Berdasarkan pengamatan kami, “helikopter” adalah istilah sehari-hari yang mereka gunakan untuk menyebut jamban yang berjejeran di pinggiran sungai. Tidak ada kloset, sceptic tank, dinding ataupun atap. Jamban ini adalah jamban yang tidak memenuhi kriteria jamban sehat. Mereka buang air besar di sungai, dan aliran sungai harus melewati beberapa desa lain terlebih dahulu sebelum sampai ke laut.
Penasaran dengan “helikopter” itu, kami pun menanyakan keistimewaannya. “Kami bisa buang air sambil cuci mata, dan anginnya banyak”, jawab mereka.
ADVERTISEMENT
Sepertinya, aktivitas buang air besar di tempat itu tidak hanya dilakukan di malam hari saja tapi rutin dilakukan kapan saja saat mereka ingin buang air besar.
Karena tidak ingin memperdalam masalah ini, tim Pencerah Nusantara bersama Puskesmas Losari mencari solusi untuk mengubah perilaku masyarakat setempat. Bagusnya, masyarakat setempat memiliki gotong royong yang luar biasa. Wujud kerja sama yang sangat masif ini tentu saja berhasil, tetapi perlu dialihkan ke hal yang lebih positif. Misalnya, kerja sama untuk membangun jamban sehat secara bergilir.
Pada akhir kegiatan pemicuan STBM ini, Petugas Sanitasi Puskesmas Losari, Rukmi Sulistiawaty memfasilitasi penggalangan komitmen. Para peserta diminta untuk berkomitmen dalam membangun jamban yang sehat. Nantinya, petugas sanitasi akan melihat perubahan jamban pada waktu yang ditentukan sesuai komitmen masing-masing. Semoga semua komitmen itu akan segera terwujud sehingga masyarakat bisa hidup sehat dan terhindar dari penyakit akibat BABS.
ADVERTISEMENT
Penulis : Gerhard Gunawan (Pencerah Nusantara VI)
Penempatan : Losari, Cirebon, Jawa Barat
***
Pencerah Nusantara adalah program penguatan layanan kesehatan primer di daerah bermasalah kesehatan melalui pendampingan puskesmas oleh tim tenaga kesehatan muda pilihan dan berpengalaman dengan tujuan utama meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di berbagai penjuru Indonesia. Program ini dikelola oleh Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), transformasi lembaga dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs. Saat ini, Pencerah Nusantara terdaftar sebagai inisiatif masyarakat dalam platform online terbuka Track SDGs.