Konten dari Pengguna

Filosofi Teras dan Gonjang-ganjing Dunia di Sekitar Kita

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
11 Maret 2023 17:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Foto: dok. Pribadi penulis
zoom-in-whitePerbesar
Buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Foto: dok. Pribadi penulis
ADVERTISEMENT
Waktu menyelesaikan disertasi, saya dalam kondisi yang katakanlah bagi sebagian orang "terpuruk". Betapa tidak, saya dalam kondisi kurang sehat waktu menulis disertasi. Saya juga harus membayar banyak hal kaitannya dengan penyelesaian studi.
ADVERTISEMENT
Saya bukan penerima beasiswa. Sehingga saya harus melewati yang namanya proses jungkir-balik. Tidak mudah menyelesaikan semuanya dalam kurun waktu satu tahun. Ingin rasanya saya menyerah. Itu adalah pilihan terbaik menurut bisikan setan di kepala saya.
Namun, saya tidak membiarkan pikiran lemah itu menetap. Saya berhenti menulis disertasi seminggu. Merenung dan kemudian memetakan masalah saya. Dengan tertatih-tatih saya ke Gramedia, mencari buku yang sekiranya bisa membuat saya bersemangat.
Saya percaya buku yang baik bisa melecut kembali semangat saya. Saya tidak meminta bantuan siapapun, sebab saya tahu tidak akan ada yang mau membantu. Membantu orang lain, sangat berkaitan erat dengan yang namanya keajaiban dan ketulusan.
Kalaupun mereka mau bantu, tidak banyak yang bisa mereka lakukan ada yang namanya kendala waktu terbatas yang mereka miliki dan sebagainya. Saya mencari dan mencari akhirnya saya sampai di rak buku motivasi. Ada satu buku yang menarik perhatian saya. Judulnya Filosofi Teras.
ADVERTISEMENT
Buku itu, menceritakan bagaimana depresi penulis menghadapi faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya. Macet, suhu, perlakuan orang, perlakuan atasan, karakter teman, semuanya membuat hidupnya menjadi tidak bisa berwarna.
Saya menemukan sedikit semangat di situ, bahwa apapun yang ada diluar kita adalah tidak dalam kendali kita. Itu bukan sekadar teori, karena sudah dialami langsung oleh penulis. Saya kemudian bisa menerima bahwa yang bisa saya lakukan adalah berbuat yang sebaik-baiknya. tidak lupa, satu hal yang saya rasa yang paling tepat yang saya lakukan adalah menghindari medsos. Satu-satunya medsos yang saya pakai adalah WA.
Ada banyak hal yang bisa melemahkan dan bahkan menggagalkan proses penulisan disertasi saya karena medsos. Terlalu banyak berita yang tidak perlu yang bisa saya konsumsi di medsos. Dunia keruh akibat hantaman berita di medsos.
ADVERTISEMENT
Enam bulan saya mencoba tidak bermedsos terutama Facebook dan tidak terasa sampai saat ini, sudah memasuki tahun ketiga. Saat ini saya hanya membaca berita-berita pendidikan saja. Berita lainnya hanya perlu saya ketahui, tidak untuk saya pahami. Sebab terkadang yang kita lihat ternyata sangat jauh berbeda dengan yang sesungguhnya.
Seperti saat ini, banyaknya berita-berita viral namun kurang relevan dengan hidup kita yang di mana banyaknya berita itu akan berpotensi mengganggu ritme hidup yang sudah kita berusaha bangun dengan baik. Sebagai orang kantoran, saya harus menghabiskan waktu saya di kantor dari jam 07.00 pagi sampai jam 16.00 atau jam 4 sore.
Jika ditotal-total paling cepat sampai di rumah jam 5 sore. Membaca masalah-masalah di luaran tanpa terkontrol berpotensi membuat kurangnya konsentrasi terhadap tugas-tugas yang harus kita laksanakan. Tanpa ikut-ikutan nimbrung di berita-berita itupun saya sudah keteteran menghadapi masalah-masalah saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sehingga apa yang ada di buku Filosofi Teras memang bagus untuk mengingatkan bahwa gemuruhnya dunia, tidak perlu kita sikapi secara berlebihan. Kita hanya perlu mengambil porsi peran kita yang sudah ditentukan.
Menyadari bahwa kita tidak mungkin mengontrol apapun di luar diri kita termasuk sikap orang yang interaksi dengan kita, sungguh menyelamatkan kita di banyak situasi. Kontrol apa yang bisa kita kontrol. Kerjakan yang menjadi tanggung jawab kita.
Biarkan dunia yang riuh berjalan. Jangan letakkan bola dunia di atas kepala kita. Tidak semua masalah ada kaitannya dengan kita. Berbuat maksimal untuk hal yang sudah kita mulai. Jangan berekspektasi berlebihan. Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya.
Jangan dilupakan bahwa Allah bukan ambulans yang bisa kita cari ketika darurat saja. Ingatlah Allah di kala kita lapang dan Allah akan mengingat kita di kala kita susah.
ADVERTISEMENT
Banyak yang ajaib-ajaib yang saya rasakan ketika sudah berusaha mati-matian dan berpasrah. Jangan lupa, untuk berdamai dengan keadaan bahwa orang datang dan pergi semau mereka dalam siklus hidup kita adalah hal biasa. Jangan merasa terlalu kehilangan atas siapapun yang memang tidak mau dan tidak suka ada di circle kita. Batasi penggunaan medsos agar tidak terpapar hal-hal negatif yang bukan urusan kita.
Saat ini, tuntutan dunia kerja makin gila-gilaan. Ancaman PHK juga tidak main-main. Kita tidak bisa bekerja asal-asalan. Sehingga memang diperlukan kearifan untuk bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Biarkan saja semua yang diluar kontrol kita berjalan semestinya, sebab jika kau mencoba memaksa maka kemungkinan kita sendiri yang akan stres.
ADVERTISEMENT
Mungkin Filosofi Teras tidak cocok bagi sebagian orang, namun buku itulah yang banyak mendampingi saya ketika menyelesaikan disertasi yang di mana orang-orang di sekitar saya bahkan sudah menganggap saya gagal.
Saya sendiri, tidak pernah putus asa untuk bangkit walaupun sering jatuh diproses itu. Saya beranggapan sepanjang bukan saya yang mengibarkan bendera kegagalan maka saya belum gagal. Tertunda bukan berarti tidak bisa selesai bukan?
Pada akhirnya, kita yang harus bisa mendefinisikan diri kita. Jangan mau dikontrol oleh apa-apa yang ada diluar kendali kita. Ada saatnya kita menyadari dengan tulus bahwa "kita hanya berusaha dan bisa mengendalikan yang ada dalam diri kita". Di luar itu, let it go!
Saat ini, saya sudah bisa dan terbiasa untuk menyaring berita apa saja yang berpotensi membuat dunia saya riuh. Berita-berita seperti itu hanya saya sekadar tengok, saya konsen di isu-isu pendidikan yang memang ranah saya.
ADVERTISEMENT
Buku-buku yang saya baca pun saya batasi. Hanya buku-buku yang bisa meng-upgrade diri saya. Buku-buku bergizi yang bisa menjadikan saya cerdas secara intelektual dan emosi.
Jika tidak demikian, dunia saat ini adalah dunia yang berkelimpahan informasi yang tidak perlu yang berpotensi mendegradasi kepribadian kita. Jika suatu waktu saya ada di situasi membingungkan, menekan, membuat stres, saya segera membuat pola bertanya seperti yang saya pernah baca di buku Filosofi Teras itu.
Apakah ini dalam kontrol saya? Jika tidak, saya putuskan untuk abaikan. Sekurang-kurangnya dunia saya menjadi lebih jernih.
Buku Filosofi Teras juga membuat kita menyadari bahwa masa lalu adalah masa lalu, kita tidak akan bisa kembali ke sana dan masa depan-adalah masa depan, kita tidak akan bisa ke sana. Yang bisa kita lakukan hanya mengisi hari ini dengan kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat dan percayalah menyaring informasi akan sangat membantu menjalani hari dengan produktif.
ADVERTISEMENT
Be smart, be happy!