Jangan Mengeluh, Jangan Menjelaskan

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
Konten dari Pengguna
28 Januari 2023 15:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Mengeluh. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mengeluh. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan lalu, saya kehilangan ayah saya. Luar biasa pilu hati saya sampai saat ini. Saya cuma bisa makan sesuap-sesuap selama seminggu. Ketika kita ditimpa musibah terbesar dalam hidup kita, kita ingin berbagi-bagi duka. Namun, beberapa orang menyambut dengan dingin. Kalau bukan disituasi labil, saya bukan orang yang mudah patah hati sebenarnya. Tapi pada akhirnya saya belajar untuk kembali menata puzzle-puzzle hidup saya. Bersedih secukupnya, mendoakan orang yang meninggalkan kita di setiap sujud adalah tindakan yang paling tepat.
ADVERTISEMENT
Jangan mengeluh, jangan menjelaskan. Prinsip keluarga Kerajaan Inggris ini sangat ampuh diterapkan dalam kehidupan kita. Orang yang paling sedikit mengeluh itu yang akan selamat, dan orang yang irit menjelaskan cenderung jauh dari masalah-masalah psikologi.
Mengapa Ratu Elisabeth dua menerapkan prinsip ini? Mengeluh itu menghabiskan energi, menjelaskan yang tidak perlu itu hanya menambah masalah. Gampang terpesona itu, membunuh semua potensi dalam dirimu. Mulailah melihat orang dengan dua sisi. Manusia memiliki sisi baik dan buruk. Manusia, bukan malaikat sampai dia harus sempurna dan juga bukan setan sampai jahat luar biasa meskipun banyak juga manusia-manusia yang lebih menakutkan dari setan. Contohnya para pembunuh berantai dan pemutilasi.
Ilustrasi perempuan bahagia Foto: Shutterstock
Manusia kadang-kadang begitu susah didefenisikan. Masa-masa mengenal seseorang itu enam bulan pertama adalah masa-masa bulan madu semua yang buruk disembunyikan cuma yang baik-baik saja yang ditampakan. Masa setahun dan lebih adalah masa-masa terkuaknya pribadi bawaan. Di sinilah mulai timbul benci-membenci. Di atas dua tahun adalah fase gugur atau end game. Yang sefrekuensi bertahan, yang tidak menghilang. Masa-masa ini adalah masa-masa nista, merasa tertipu, terkadali dan sebagainya. Memasuki tahun ketiga mengenal orang, adalah masa-masa bodoh amat, semua sudah tidak ada yang disembunyikan. Topeng-topeng sudah terbuka dengan sempurna. Fase-fase saling melupakan dimulai. Sudah kembali ke nol, bagaikan tidak pernah mengenal.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu semua, memaafkan adalah hal terbaik. Sebab hidup ini sangat indah kalau dijalani dengan gembira. Mengenal orang lain, sudah takdir, tidak perlu disesali. Tidak ada yang salah, hanya saja Semua pada akhirnya berjalan biasa-biasa saja, waktu kita untuk hal-hal yang tidak berguna sudah tidak ada. Skala prioritas sudah berubah. Resolusi tahun baru, hendaknya dimasukkan juga untuk tidak lagi melakukan kekonyolan-kekonyolan yang tidak perlu. Tidak lagi cengeng, meratap-ratap seolah-olah dunia berhenti berputar. Orang pada dasarnya tidak suka sama orang-orang yang lemah mentalnya. Bukankah semua pada akhirnya baik-baik saja bukan? Segala yang tidak masuk akal, bahwa dunia akan suram, malahan sebaliknya dunia begitu cerah bukan?
Yang paling penting adalah melakukan transformasi perubahan mindset. Jangan mengeluh, jangan menjelaskan, jangan mudah terpesona. Waktu yang senggang dipakai untuk mengembangkan hal-hal positif.
ADVERTISEMENT