Menelisik Kebijakan Kontroversi Gubernur NTT: Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
Konten dari Pengguna
10 Maret 2023 9:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti apel pagi penerapan aktivitas sekolah mulai pukul 05.00 WITA di halaman SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti apel pagi penerapan aktivitas sekolah mulai pukul 05.00 WITA di halaman SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). Foto: ANTARA FOTO/Kornelis Kaha
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebijakan Gubernur NTT, yang mewajibkan siswa SMA dan pegawai Disdik NTT masuk sekolah dan kantor subuh-subuh buta membuat banyak orang geleng-geleng kepala. Secara nalar dan secara logika sungguh susah diterima akal sehat. Kurang tidur, stres kelelahan akan dialami oleh siswa-siswa yang masih membutuhkan jam tidur yang cukup untuk tumbuh kembang mereka.
ADVERTISEMENT
Menjadi pemimpin memang tidak mudah. Ada begitu banyak kebijakan yang harus dibuat dan diputuskan. Kecerdasan intelektual saja tidak cukup namun diperlukan kecerdasan emosional yang baik. Sudah sejak lama penelitian kepemimpinan pendidikan.
Khusus di bidang pendidikan sudah tidak terhitung berapa skripsi, tesis dan disertasi yang meneliti pola kepemimpinan seseorang. Tidak bisa dipungkiri, apa pun keputusan pemimpin tidak akan lepas dari pemikiran, kepercayaan, latar belakang pendidikan, dan juga karakternya dalam mengambil keputusan.
Untuk pendidikan, harus diperhatikan baik-baik sebab jika salah mengambil kebijakan berpotensi akan menyesatkan dan mempertaruhkan masa depan generasi muda, dan ujung-ujungnya masa depan bangsa yang akan menjadi pertaruhan.
Ilustrasi siswa di Jakarta, berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Ruud Suhendar/Shutterstock
Semua negara maju, tidak main-main berinvestasi dibidang pendidikan. Mereka memiliki cetak biru apa yang akan dilakukan dan apa yang hendak dicapai dalam jangka panjang. Tidak ada kebijakan yang instan-instan dilakukan.
ADVERTISEMENT
Kalaupun kebijakan yang sifatnya urgent semisal ada bencana alam dan juga perang maka keputusan sulit tetap harus diambil yang tentu saja sudah didiskusikan secara matang dan jika tidak dalam keadaan darurat maka hendaknya melalui masa uji coba atau piloting untuk melihat bagaimana kekurangan dan kelebihannya jika diterapkan.
Belum ada kelebihan dari diterapkannya masuk sekolah pagi-pagi buta. Di negara-negara yang sudah maju pendidikannya siswa-siswa sekolah menengah justru masuk di atas jam 08.00 pagi bahkan jam 09.00 pagi.
Kebijakan ini merepotkan dan membuat siswa menderita, sampai bahkan ada yang harus menginap disekolah, takut terlambat. Mereka sudah harus bangun jam 02-04 dinihari untuk bersiap-siap. Jam tidur pukul rata yang diasumsikan oleh gubenrnur NTT dijam 22 malam untuk seluruh siswa tidak bsa diterima.
Ilustrasi siswa di Jakarta, berangkat ke sekolah dengan angkutan umum Foto: Ruud Suhendar/Shutterstock
Bagaimana mereka yang punya habit tidur di atas jam itu? Bagaimana jika ada siswa yang insomnia? Bagaimana dengan keselamatan mereka dijalan? Belum lagi ongkos yang lebih mahal karena kendaraan umum, bagaimana kalau kendaraan umumnya tidak beroperasi? sehingga mereka repot-repot mencari ojek dengan bayaran yang lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Semua itu, berpotensi membuat siswa dan guru stres berjamaah. Alih-alih bahagia disekolah seperti tujuan kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka bertujuan agar pembelajaran terpusat pada siswa. Siswa tidak lagi diharuskan untuk mengikuti materi sama cepatnya dengan teman-temanya.
Semua jenis kecerdasan diakomidir oleh kurikulum ini. No Students left behind, seperti tujuan SDGS PBB. Namun, kebijakan gubernur NTT ini, jangankan berpusat ke siswa mengakomodir saja kenyamanan siswa tidak ditimbang dan dipikirkan.
Kebijakan salah arah ini, sebaiknya dihentikan. Alasan bahwa siswa seminari terbiasa bangun jam 5 subuh, tentu saja tidak bisa dijadikan dasar. Mereka bertempat tinggal diasrama, dan memang mental mereka sudah disiapkan untuk belajar pagi buta.
Ilustrasi santri di pesantren. Foto: Shutter Stock
Mirip boarding school dan pesantren. Siswa-siswa di sana sudah disiapakan tempat tidur, makanan dan segala sesuatu yang perlu. Sehingga kebijakan gubernur NTT ini lebih tepat ditujukan untuk model boarding school.
ADVERTISEMENT
Tentang mendisplinkan siswa dan agar siswa-siswa NTT bisa tembus ke kampus-kampus bergengsi, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa memundurkan jam belajar siswa akan menaikan prestasi siswa. Justru penelitian-penelitian bahwa kurang tidur akan memicu ketidak produktifan lah yang banyak terbukti.
Kebijakan itu juga hanya menyasar sekolah unggulan. Bagaimana yang bukan sekolah unggulan? Mereka juga berhak untuk dipacu memasuki kampus-kampus bergengsi, jelas saja ini akan memicu kasta baru dalam dunia pendidikan NTT.
Apapun itu, hendaknya keamanan dan kenyamanan psikologi belajar siswa diutamakan. Walaupun jabatan gubernur, namun jika tidak paham pendidikan, sebaiknya melibatkan para ahli dan pakar pendidikan dari universitas setempat. Sebab hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan sekadar transfer ilmu, mencerdaskan apalagi sampai terjadi Dehumanisasi dalam pelaksaannya.
ADVERTISEMENT