Konten dari Pengguna

Mengapa Orang Begitu Gampang Terluka

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
14 Juli 2023 10:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Gorodenkoff/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Gorodenkoff/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mengapa orang begitu gampang terluka? Dalam Buku Best Seller “How to Respect My Self yang terjual dua juta copy di Korea Selatan, penulis Yoon Hong Guan—yang juga pakar jiwa atau dokter jiwa—menguraikan panjang-lebar bahwa manusia cenderung marah jika diabaikan, disepelekan, dan tidak dihargai. Buku setebal 342 halaman mengajak kita untuk melihat secara mendalam sisi-sisi melankolis kepribadian manusia.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya manusia itu ingin diakui keberadaannya. Padahal nilai diri kita adalah seberapa kita menghargai diri kita sendiri. Harga diri seseorang di mata orang lain kerap disangkutpautkan dengan berbagai hal, seperti kekayaan, pekerjaan, jabatan, dll.
Sehingga sangat biasa kita melihat betapa seseorang ketika menjabat semua orang tunduk dan ketika jabatannya sudah dibuka bahkan satpam yang menjaga pintu kantornya dulu enggan tersenyum. Hal ini memang dilarang oleh agama memandang seseorang berdasarkan status sosial, namun demikianlah aturan tidak tertulis di masyarakat.
Dalam hubungan antarpersonal, ada beberapa hal yang mengakibatkan harga diri kita jatuh di mata orang lain yang membuat kita gampang terluka.
Yang pertama adalah kebergantungan yang tidak elegan. Orang yang terlalu bergantung akan sangat membutuhkan orang lain diluar batas kewajaran. Pernah dengan kan istilah "jangan terlalu enak bersandar, karena kalau yang disandari geser dikit saja, maka kita akan jatuh”?
ADVERTISEMENT
Satu-satunya tempat bergantung itu, Allah. Manusia sudah terlalu sibuk dengan urusan dan perasaannya sendiri. Kalau mood-nya bagus, dia akan memperlakukan orang dengan bagus, kalau lagi bangun dengan mood berantakan maka bersiaplah untuk mendapatkan perlakuan jutek.
Ilustrasi pria menyendiri saat patah hati. Foto: Shutter Stock
Bergantung boleh tapi di kisaran 30 persen, sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kita masih memiliki ketahanan-malangan di kisaran 70 persen. Yang artinya tidak akan berpengaruh signifikan dalam hidup.
Kuncinya hanya satu, jangan merasa “taken tor grantend” bahwa segala sesuatunya tidak akan berubah. Semua akan terus sama. Orang akan selamanya di hidup kita. Yakin? Kalau orang sudah mau pergi mau bagaimana? Hidup harus berlanjut bukan?
Meskipun berat menyingkirkan banyak sisa-sisa kenangan dan lain sebagainya, suatu hari semua akan kembali pada suatu hari yang telah kita ketahui bersama, kalau kata Soe hoe Gie.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, sulitnya mengontrol perasaan. Faktor ini juga menyebabkan banyak harga diri berjatuhan seperti daun-daun di musim gugur. Kalau kata orang bijak, “emosi adalah fasyen hati”. Orang yang bisa mengendalikan emosinya dan tidak menampakkan emosi berlebihan di depan khalayak adalah orang yang akan kelihatan rapi seperti outfit mahal nan mengesankan.
Banyak hal yang akan membuat kita marah dalam 24 jam kita. Namun, penjara akan penuh seandainya kita semua tidak berkepala dingin. Semua orang pasti punya stok marah dan kemampuan marah. Namun tidak semua bisa mengontrolnya.
Saya sendiri kalau marah lebih baik lewat SMS atau japri, atau bicara empat mata dengan yang bersangkutan. Hal itu lebih kena sasaran ketimbang marah-marah secara terbuka. Marahlah kalau dirasa perlu terlebih jika kita dijadikan semacam permainan. Ketimbang pura-pura kelihatan baik-baik saja namun berakhir dengan tragis.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi. Foto: Kmpzzz/Shutterstock
Ada orang-orang yang sambil tertawa, namun mampu memutilasi dan memotong kepala rekan kerjanya, atasannya dan orang-orang di sekitarnya. Mengapa? Karena mereka memendam marah di samping juga tidak punya nilai agama dan pendidikan yang rendah.
Masih ingat kan pekerja galon di Jawa Tengah yang memotong kepala bosnya dan menceritakan hal tersebut sambil cengar-cengir? Itulah salah satu contoh tipe orang-orang yang tidak melampiaskan marahnya “secara baik”, namun merancang kesadisan dalam diam.
Untuk meredam hal-hal negatif yang menurut kita menjatuhkan harga diri, mulailah melihat segala sesuatu dengan objektif. Percaya apa yang dilihat oleh matamu. Kalau ada orang yang mengatakan “saya tidak suka dijapri” misalnya, ya tidak usah dijapri. Akibatnyaa apa? Kalau kamu nekat japri atau chat orang itu, dia tidak akan baca.
ADVERTISEMENT
Kamu marah? Merasa diabaikan? Tidak usahlah kita munafik dengan menganggap tidak apa-apa. Akui saja kita apa-apa dengan hal itu. Sehingga saya hari ini tidak menjapri orang-orang yang kemungkinan besar tidak akan membalas chat, telepon, atau apapun itu. Apalagi japri atau chat orang yang menjawab “iya”, “tidak”, atau “ok”, tembus dari pagi ke pagi, siang ke sore, sampai berminggu-minggu serasa ngechat artis saja.
Saya saat ini, lebih mengoptimalkan waktu saya dengan ikut-ikut pelatihan bertaraf internasional di samping juga pekerjaan saya yang berjubel dan juga menulis-nulis buku dan artikel yang belum lagi ditambahi dengan membaca. Rugi waktu saya yang 10 menit saya buang untuk ngechat hal-hal yang tidak penting.
Hal-hal kecil demikian saja, bisa membuat orang merasa tidak dihargai. Sehingga memang kita harus berprinsip bahwa tidak dihargai, bukan berarti kita tidak berharga. Hanya persepsilah yang membuat kita merasa demikian. Di dunia yang makin muram secara ekonomi ini, memelihara sifat-sifat cengeng dan gampang terluka hanya akan menyulitkan hidup kita.
Ilustrasi stalking ketika patah hati. Foto: Shutterstock
Kita perlu berubah ke arah yang lebih baik. Jangan jadikan perasaan mengendalikan kita. Hal-hal baru yang harusnya bisa kita dapat menguap begitu saja karena kelakuan purba kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Saat ini, saya tengah mengikuti kursus kebijakan publik Asean yang diselenggarakan oleh Asean Foundation dan MAPKI atau masyarakat kebijakan publik Indonesia. Banyak pengetahuan baru yang saya dapat tentang kebijakan publik seputar negara-negara ASEAN.
Pemateri-pematerinya juga orang-orang yang sangat kredibel dibidang kebijakan publik. Kursus ini dilaksanakan selama 3 bulan. Satu minggu dua kali dan jumlah total kursus keseluruhan sebanyak 24 kali. Bayangkan jika waktu 5 jam seminggu itu saya pakai untuk hal yang sia-sia.
Semua orang punya masa lalu dan pernah melakukan kebodohan-kebodohan. Namun, semua orang juga bisa bertransformasi menjadi pribadi-pribadi baru yang lebih baik. Namanya juga makhluk sosial yang dilengkapi dengan hati dan perasaan, wajar kalau sering terseret-seret hal-hal drama namun manusia yang baik adalah manusia yang mau berubah dan tidak selamanya berkubang dalam keburukan.
ADVERTISEMENT
Sehingga nilai dirimu tidak ditentukan oleh orang lain. Semua tergantung value yang kita miliki. Menjadi pribadi yang lebih baik bisa diupayakan. Hindari lingkungan toxic! Bagaimanapun, move on-lah dari hal-hal yang tidak memberi kontribusi terhadap perbaikan diri kita termasuk membuang-buang waktu untuk memikirkan yang tidak perlu.
Orang-orang sudah bertamasya ke ruang angkasa, apakah kita mau hanya bertamasya di hal-hal negatif yang hanya ada dalam pikiran kita? Sehingga yang masih kerap terluka karena perilaku orang lain mungkin bisa membaca buku How to Respect My Self.