Minat Baca Rendah, Cerewet di Medsos; Selamat Hari Buku Nasional

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
Konten dari Pengguna
20 Mei 2023 15:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber :Shutterstok Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sumber :Shutterstok Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 17 Mei dikenal sebagai Hari Buku Nasional. Ironisnya negara kita jika berkaitan dengan literasi dan minat baca di dunia masih menyandang status dalam kategori rendah dan di bawah negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
UNESCO pernah merilis dan menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya satu orang yang gemar membaca.
Hasil riset berbeda, namun tidak kalah menyedihkan bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam soal minat baca.
Tidak kalah masygul kemampuan baca siswa Indonesia sejak tahun 2000 sampai tahun 2018 selalu menempati posisi lebih rendah dibanding dengan negara-negara maju.Jumlah jam yang dihabiskan oleh orang Indonesia untuk membaca buku memang membuat kita mengurut dada.
Menurut data BPS tahun 2021, Jogja yang menempati jumlah jam tertinggi hanya mampu membaca selama enam jam seminggu, tidak cukup satu jam satu hari, dengan jumlah lima hingga enam bacaan per bulan. Sementara negara-negara maju bisa menghabiskan durasi membaca delapan jam sehari.
Ilustrasi buku. Foto: Shutter Stock
Anehnya penelitian yang dilakukan perusahaan media asal Inggris, We Are Social. Bekerja sama dengan Hootsuite, keduanya merilis laporan digital 2021 yang berjudul The Latest Insights Inti The State of Digital.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan yang diterbitkan pada 11 Februari 2021 itu menyebutkan bahwa orang indonesia rata-rata menghabiskan waktu delapan jam 52 menit di medsos sehari. Sehingga kelihatan bahwa bukannya orang Indonesia tidak memiliki waktu tapi tidak memiliki minat baca.
Sebelumnya, salah satu lembaga survei media di dunia, menobatkan netizen Indonesia paling cerewet di medsos di tahun 2018 sehingga dengan penelitian yang 2021 di atas, terjawab sudah bahwa faktor penyebabnya bisa jadi adalah lamanya waktu yang dihabiskan di medsos dalam sehari yang begitu fantastis.
Kita bisa maklumi. Jelas saja dengan delapan jam waktu yang dihabiskan di medsos, apa saja dilakukan? tentu saja banyak hal-hal yang unfaedah, mengomentari segala macam yang kurang berguna, komen sana sini yang diluar kapasitas masing-masing, terkadang bahkan hal yang tidak perlu dikomentari secara bar-bar dan membuat heran warga dunia. Lamanya akses internet ini juga mungkin yang menyebabkan banyak orang terjerat UU ITE.
Ilustrasi dampak media sosial. Foto: SrideeStudio/Shutterstock
Mengapa tidak meluangkan waktu satu atau dua jam untuk membaca buku dari waktu delapan jam itu? Jawabannya sederhana saja, tidak ada budaya baca dalam masyarakat kita. Bahkan guru-guru yang harusnya gemar membaca juga belum memperlihatkan kegemaran membaca.
ADVERTISEMENT
Saya pernah tinggal beberapa bulan di Amerika. Perpus di sana selalu ramai. Dalam bus gratis negara bagian Arkansas bahkan disiapkan koran-koran gratis untuk dibaca. Banyak penumpang yang memegang buku walaupun tidak semua.
Bagaimana di kita? Baru-baru ini, toko buku Gunung Agung bahkan dikabarkan melakukan PHK terhadap 300-an karyawannya. Jelas saja ini menggambarkan suramnya industri buku di negara kita.
Orang-orang jarang yang mau mengeluarkan Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu untuk membeli sebuah buku bagus. Padahal isinya membuka wawasan dan investasi kecerdasan.
Meskipun membaca digital semakin tersedia, namun saya tidak yakin akan banyak yang bisa menuntaskan membaca buku digital sampai selesai. Buku fisik masih belum terkalahkan sensasi membacanya. Bangsa yang membaca akan menjadi bangsa yang cerdas, berpikir panjang dan akan tidak rentan termakan hoaks.
Ilustrasi buku puisi. Foto: Shutter Stock
Begitu banyak perpus-purpus megah di kota-kota besar dan daerah yang dibangun dengan dana ratusan miliar namun kosong melompong, sepi pengunjung, Budaya baca belum mengakar dalam diri kita. Sudah saatnya sekolah menanamkan kegemaran membaca dari sekolah dasar.
ADVERTISEMENT
Semoga ke depan, minat baca dan daya beli buku bangsa ini meningkat. Ketimbang menghabiskan waktu berjam-jam di medsos, siswa harus bisa diajarkan untuk mencintai buku.
Anak-anak Finlandia, yang sistem pendidikannya dipuja-puja di dunia adalah anak-anak yang gila baca buku. Saya rasa ini adalah alasan mengapa mereka unggul pada tes PISA dari tahun ke tahun.
Bangsa yang membaca adalah bangsa yang berpikir kritis. Bangsa yang tidak akan gampang dibodoh-bodohi. Bangsa yang cerdas dan tidak akan jadi "kuli" di negara sendiri. Selamat hari buku nasional, jadilah masyarakat yang suka membaca buku sehingga smart society tercipta di bangsa ini.