Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Warisan Tradisi Batu Bata : Menelusuri Industri Khas Desa Joho
1 Desember 2024 14:23 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Penelitian Lepmafebums tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Batu bata adalah bahan bangunan yang terbuat dari campuran tanah liat yang kemudian dicetak, dikeringkan, dan dibakar hingga mengeras. Umumnya, batu bata digunakan dalam konstruksi untuk membangun dinding, lantai, dan struktur bangunan lainnya.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa jenis batu bata, yaitu batu bata merah yang dibuat dari tanah liat dan batu bata beton yang dibuat dari campuran semen dan agregat. Kualitas dari batu bata dapat dilihat melalui kekuatan, daya tahan, serta kemampuan batu bata untuk menahan panas dan menjadikannya pilihan utama dalam berbagai proyek bangunan.
Pendahuluan
Desa Joho, sebuah desa kecil yang terletak di wilayah pedesaan Sukoharjo, telah lama dikenal dengan salah satu produk unggulannya, yaitu batu bata. Pembuatan batu bata di desa ini bukan hanya sekedar industri kecil yang menopang perekonomian, tetapi juga sebagai warisan budaya yang telah dilestarikan secara turun- temurun oleh masyarakat setempat. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari identitas lokal, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduk desa.
ADVERTISEMENT
Pembuatan batu bata di Desa Joho telah menjadi bagian dari kehidupan sehari- hari masyarakat desa selama beberapa generasi. Selain itu, batu bata ini merupakan kombinasi unik antara warisan budaya dan upaya keras untuk tetap relevan di pasar yang semakin kompetitif.
Sejarah Pembuatan Batu Bata di Desa Joho
Sejarah pembuatan batu bata di Desa Joho berakar kuat pada tradisi masyarakatnya. Sejak puluhan tahun yang lalu, desa ini telah dikenal sebagai salah satu pusat produksi batu bata di daerahnya. Penduduk desa, yang sebagian besar bekerja sebagai petani pada musim tanam, mulai mengalihkan fokus mereka pada produksi batu bata ketika musim kemarau tiba. Namun, dikarenakan tanahnya terus berkurang setiap tahunnya maka generasi muda lebih memilih untuk bekerja di pabrik dan batu bata digunakan sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini tentunya memberikan mereka sumber pendapatan tambahan dan membantu menstabilkan perekonomian desa.
ADVERTISEMENT
Pembuatan batu bata awalnya menggunakan metode tradisional dengan tangan dan alat-alat sederhana. Tanah liat diambil dari lahan sekitar lebih tepatnya tanah di persawahan, dibentuk, dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian dibakar dalam tungku yang terbuat dari kayu bakar. Meskipun teknologi telah berkembang, banyak pengrajin di Desa Joho yang masih mempertahankan cara tradisional ini karena dianggap lebih ramah lingkungan dan terjangkau.
Proses Pembuatan Batu Bata
Membuat batu bata bukanlah pekerjaan mudah. Pembuatan batu bata di Desa Joho melibatkan beberapa tahapan yang memerlukan keahlian khusus. Adapun tahapan dalam pembuatan batu bata yaitu:
1) Penggalian Tanah Liat
Proses ini dimulai dengan penggalian tanah liat sebagai bahan utama yang digunakan dalam membuat batu bata. Tanah liat diambil dari lahan yang telah ditentukan atau lahan persawahan, dan biasanya dipilih berdasarkan kualitasnya. Tanah yang baik untuk pembuatan batu bata harus mengandung cukup banyak lempung agar batu bata nantinya memiliki kekuatan yang baik. Jenis tanah liat yang digunakan harus mengandung kadar lumpur yang rendah dan tidak terlalu berpasir.
ADVERTISEMENT
2) Pencampuran Bahan
Langkah selanjutnya adalah mencampurnya dengan air untuk mendapatkan konsistensi yang tepat. Dalam proses ini, masyarakat setempat dapat melakukannya secara tradisional maupun menggunakan peralatan mesin. Namun, sebagian besar masih banyak yang memilih dengan cara tradisional. Selain campuran tanah liat dan air, terdapat campuran lain yang harus diikutsertakan yaitu kulit gabah dan abu yang mana menggunakan perbandingan 1:1. Tujuannya adalah agar batu bata tidak mengalami keretakan dan berakhir pecah.
3) Pencetakan Batu Bata
Setelah campuran bahan merata, tanah tersebut kemudian dicetak menggunakan cetakan batu bata. Sebelum itu, cetakan harus dibasahi dengan air agar nanti dalam proses pencetakan tidak lengket dan untuk alas yang digunakan untuk mencetak juga didasari dengan abu agar nantinya waktu proses pengangkatan tidak lengket.
ADVERTISEMENT
Dalam satu kali produksi bisa menghasilkan 1.500 buah, tetapi hal ini juga bergantung pada kondisi cuaca. Ketika musim hujan hanya dapat memproduksi 500 buah saja.
4) Pengeringan
Bata yang telah dicetak harus dikeringkan agar kadar air di dalamnya berkurang sebelum dibakar. Proses pengeringan biasanya dilakukan di tempat terbuka selama ± 2 hari 1 malam atau minggu tergantung kondisi cuaca. Pengeringan yang tidak sempurna bisa menyebabkan bata retak atau patah saat dibakar.
Terdapat trik khusus yang dilakukan dalam pengeringan yaitu dengan cara membuat alas dasar kayu sebagai tatanan batu bata, sehingga jika sewaktu-waktu turun hujan langsung bisa ditutup dengan plastik tanpa takut bata basah.
5) Pembakaran
Setelah bata dikeringkan, bata tersebut kemudian dibakar dalam ruangan yang telah disediakan pada suhu tinggi (sekitar 900°C hingga 1200°C). Pembakaran ini bertujuan untuk mengubah sifat fisik dan kimiawi bata, sehingga menjadi keras dan kuat.
ADVERTISEMENT
Kapasitas atau jumlah batu bata yang dibakar sebanyak 20.000 buah, sehingga untuk melakukan pembakaran harus menunggu jumlah batu bata sedemikian rupa. Dalam proses ini membutuhkan waktu 12 jam. Kayu bakar yang digunakan biasanya menggunakan kayu mahoni akasia.
6) Pendinginan
Setelah proses pembakaran selesai, bata harus didinginkan secara bertahap. Adapun cara yang dilakukan dalam proses pendinginan yaitu menggunakan sekam padi yang disiramkan pada susunan batu bata yang dibakar sebelum dibongkar dari dapur pembakaran. Proses pendinginan yang terlalu cepat bisa menyebabkan bata retak.
Tantangan yang Dihadapi Pengrajin Batu Bata
Meskipun pembuatan batu bata di Desa Joho merupakan salah satu industri utama, pengrajin di desa ini menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat produktivitas dan keberlanjutan industri. Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan pada cuaca. Proses pengeringan batu bata yang membutuhkan sinar matahari membuat produksi terganggu saat musim hujan tiba. Ketika hujan turun, pengeringan batu bata menjadi lambat dan kualitasnya bisa menurun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penggunaan bahan bakar untuk pembakaran juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak pengrajin yang masih menggunakan kayu bakar untuk membakar batu bata. Tantangan lain yang dihadapi adalah harga jual batu bata yang cenderung fluktuatif. Harga batu bata sering kali dipengaruhi oleh permintaan pasar dan biaya produksi, termasuk harga bahan baku dan bahan bakar.
Inovasi dan Masa Depan Industri Batu Bata di Desa Joho
Meskipun industri pembuatan batu bata di Desa Joho telah bertahan selama bertahun-tahun, inovasi diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan. Beberapa pengrajin di desa ini telah mulai menggunakan teknologi modern, seperti mesin cetak batu bata, untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. Penggunaan mesin ini tidak hanya mempercepat proses produksi, tetapi juga memungkinkan pengrajin untuk memproduksi batu bata dengan ukuran yang lebih presisi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga berperan dalam mendukung industri ini. Mereka memberikan pelatihan kepada pengrajin tentang teknik produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Selain itu, program-program untuk meningkatkan akses pasar dan memperluas jaringan distribusi batu bata juga sedang digalakkan, sehingga pengrajin dapat menjual produk mereka ke pasar yang lebih luas.
Dalam jangka panjang, industri pembuatan batu bata di Desa Joho diharapkan dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Dengan inovasi dan dukungan yang tepat, tradisi pembuatan batu-bata ini tidak hanya akan bertahan, tetapi juga menjadi sumber kekuatan ekonomi dan identitas budaya bagi desa tersebut.
Penulis : Wiwik Ardiana, Aysa Nur Cahyani, Adhitya Hanutama, Ayu Wahyumi Setioningsih
ADVERTISEMENT