news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sisi Gelap Palestina dan Drama Sejarah Zionisme Internasional

Official PB HMI
Portal Berita Kolaboratif untuk Pemberdayaan Informasi PB HMI.
Konten dari Pengguna
17 Mei 2021 8:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Official PB HMI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Opini oleh Emyr Mochammad Noor - Fungsionaris Pengurus Besar HMI 2021-2023

Seorang anak yang menghadapi agressi tentara Israel di Jalur Gaza. (Sumber: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anak yang menghadapi agressi tentara Israel di Jalur Gaza. (Sumber: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Negara Palestina hari-hari ini tengah mendapat tekanan pada tingkatan yang teramat berat. Hal itu bisa kita saksikan di seluruh media nasional hingga internasional. Negara yang sudah berjuang lebih dari satu generasi untuk mempertahankan hak-haknya dari kependudukan, penjajahan, dan penindasan yang dialaminya, hampir tak kuasa lagi menanggung derita yang menggunung. Untuk bisa berunding dengan pihak Israel ini pun kini diserang tiada henti, dipojokkoan serta dibenturkan dengan faksi-faksi Palestina lainnya, sehingga korban terus bertambah.
ADVERTISEMENT
Semua jalan dirasa buntu mengingat penyerangan yang dimulai oleh kekejaman Zionis Israel melibatkan banyak negara (Proxy) bahkan seluruh dunia menyoroti kejadian ini. Tudingan demi tudingan muncul dari berbagai macam faksi, meminjam istilah George Orwel bahwa hal ini sebagai “newspeak” yang mengarah pada aksi-aksi teroris.
Emyr Mochammad Noor - Fungsionaris Bidang Digital dan Inovasi PB HMI Periode 2021-2023
Berbagai alasan yang terus menerus dipompakan nyaris menjadi mitos-mitos yang membentuk opini/kesadaran masyarakat dunia tentang logisnya keberadaan Zionisme dan negara Israel dengan segala kebijakannya. Dan mitos-mitos tersebut diantaranya sebuah negaera tanpa penduduk untuk penduduk tanpa negara; Negara Israel yang demokratis; keamanan yang merupakan motor kebijaksanaan Israel; terakhir, Zionisme sebagai pengemban amanat penderitaann moral bangsa Yahudi yang telah mengalami pembantaian Nazi. Mungkin hal tersebut bagi penulis sebagai asumsi bahwa Israel terus memberlakukan kebijakan represif.
ADVERTISEMENT
Dalam kenyataan yang terjadi hari-hari ini orang yang diduga sebagai pendukung hak-hak asasi manusia Palestina yang menegaskan penerimaan dan pengakuan Israel, walau masih ditutup-tutupi, sebenarnya bertindak sebagai para ahli hukum dan pembela negara kolonial di Palestina. Pembelaan mereka membawa jaminan atas penentuan nasib sendiri bagi “kedua” bangsa. Tetapi penerapan prinsip nasib sendiri ini berubah menjadi seruan keras amnesti untuk Israel.
Banyak kalangan mendesak bahwa pengakuan negara Palestina terhadap hak apartheid Israel untuk eksis akan mempercepat waktu Ketika sebuah negara Palestina akan diizinkan berdiri oleh orang-orang Zionis. Tetapi perlu diingat dan digaris bawahi rasionalisasi ini tidak terlalu meyakinkan. Zionis tidak tergantung pada penerimaan verbal bagi negaranya, namun berdasar kepada kekuatan militer.
ADVERTISEMENT
Sementara Palestina yang menerima, mengakui dan dengan demikian mengesahkan penaklukan berdarah atas negerinya sekaligus berarti sekedar mengizinkan Zionis untuk menegaskan bahwa sikap tak kenal kompromi dari pihak yang tertindas bertanggungjawab atas penderitaan mereka. Ini akan mengakibatkan bahwa klaim yang dilakukan Israel sejak awalnya merupakan bangunan yang sah.
Tak boleh disangkal, peperangan (“abadi”) antara Israel versus Palestina memang bukan konflik agama meskipun kerap kali (perang meletus) dipicu isu agama sebagaimana kejadian al-Aqsa.
Dari perspektif geopolitik, ekspansi Israel ke Palestina merupakan praktik teori ruang (living space) atau lebensraum yang tengah dijalankan oleh Israel. Itu inti geopolitik. Manusia butuh negara dan negara butuh ruang hidup. Frederich Ratzel merumuskan, hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup serta langgeng dan membenarkan (melegitimasi) hukum ekspansi. Agaknya Israel mengamalkan teori Ratzel, ia merasa sebagai ras unggul di muka bumi dan membenarkan (hukum) ekspansi ala Ratzel.
ADVERTISEMENT
Kenapa demikian, telah berulang-kali peperangan meletus antara Palestina melawan Israel, dan sudah berkali pula resolusi DK-PBB —data penulis 2010, ada sekitar 68 resolusi— dilanggar oleh Israel. Uniknya, baik PBB, masyarakat global terutama Dunia Arab selama ini ‘diam-diam’ saja atas pelanggaran tersebut. Entah publik tak peduli, atau karena hebatnya propaganda, lobi dan deception Israel?
Reaksi publik paling sebatas solidaritas lintas agama dan kemanusian dimana dukungan pun akan mereda seiring waktu. Begitu-begitu saja. Tidak ada tindak lanjut serta sanksi riil atas pelanggaran Israel.
Selama ini, tak ada reaksi secara terbuka meskipun sebenarnya ada dukungan secara sembunyi dari beberapa negara di sekitarnya terutama dukungan persenjataan terhadap Palestina; atau, donasi terbuka atas nama kemanusiaan dari berbagai negara dan lain-lain. Sekali lagi, pertanyaannya: “Apakah cuma begitu-begitu saja?” jika kalian mencermati perseteruan antara “keduanya”- pernah ada suatu unsur dalam gerakan Zionis yang dapat kita perhatikan seksama-mulai dari kalangan sayap “kanan” sampai sayap “kiri” yang hendak menerima kenegaraan Palestina dalam bentuk apa pun yang kemudian disetarakan selain dengan penentuan nasibnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Negara palestina akan menjadi negara yang bebas militer. Ia secara menyeluruh akan tertutup oleh Israel. Dan tentunya kebijakan luar negeri negara mini (Palestina) seperti ini akan didominasi oleh keterkaitannya dengan ekonomi Israel dan oleh realitas keamanan nasionalnya. Bagi Israel, negara Palestina bukanlah prospek yang menawan. Ia hanya sekedar alternatif yang lebih baik dari alternatif lainnya.
Ditambah lagi hal ini tidak membuat satu pun nasionalis Palestina ingin mengaitkan dirinya dengan usaha yang begitu memalukan untuk mengkhianati perjuangannya selama berpuluh-puluh tahun demi penentuan nasib sendiri dan pembebasannya. Apalagi dengan mengubah tujuan Palestina yang mengakibatkan pelestarian status quo di kawasan tersebut, dengan kemiskinan yang meremukkan serta eksploitasi tiada henti, dan ketundukkan pada control Amerika Serikat. Oleh karena itu, siapa yang menegaskan bahwa kejadian hari ini merupakan sikap praktis untuk mengusulkan solusi dua negara, sebab rencana ini lebih bisa diterima-adalah salah dan berdosa, dan seperti hal yang diungkapkan C. Wright sebagai “realisme aneh”.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, hendaknya jangan ada kesalahpahaman. Yahudi Timur sebagian besar pengikut Zionisme. Adalah keliru untuk mengatakan tentang mereka tanpa menjelaskan bahwa Israel, seperti semua kekuatan kolonial, menggunakan pendekatan “memecah dan menguasai” untuk mengatasi mereka. Dan Ketika para pemuda Yahudi Timur dikirim untuk bertempur di Tepi Barat Gaza, mereka dengan tangan terbuka menerima tugas berperang untuk Israel.