Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konsekuensi Yuridis Lepasnya Pulau Sipadan & Ligitan Terhadap ZEE Laut Sulawesi
24 Januari 2023 9:22 WIB
Tulisan dari Muhammad Rifqi Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan putusan Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah dari Malaysia, maka timbul efek domino terhadap teritorial laut di Indonesia itu sendiri. Hal ini berimplikasi secara yuridis terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi, di mana terjadi overlapping wilayah laut di antara kedua negara, yakni Indonesia dan Malaysia. Salah satu dampak yang muncul terkait dengan permasalahan dalam konteks hukum internasional ialah problematika perbatasan wilayah antar kedua negara.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya overlapping wilayah tersebut, maka muncul klaim yang sama atas objek yang sama sehingga menimbulkan perspektif yang berbeda di dalam menentukan batasan-batasan wilayah bagi kedua negara, terutama untuk Zona Ekonomi Eksklusif.
Sebelum membahas mengenai problematika yang terjadi, perlu dipahami bahwa Indonesia dan Malaysia termasuk ke dalam klasifikasi negara yang berbeda apabila mengacu pada UNCLOS 1982. Indonesia dinyatakan sebagai suatu negara kepulauan, sedangkan Malaysia merupakan negara pantai.
Berdasarkan penjelasan klasifikasi negara pada paragraf sebelumnya, Indonesia yang berkedudukan sebagai negara kepulauan memiliki legal standing tersendiri dalam mempertahankan teritorial Zona Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi yang diberikan hak-hak khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UNCLOS 1982.
Terkait hak Malaysia dalam memberikan klaimnya, kita merujuk kepada Pasal 55 UNCLOS 1982. Dari pasal a quo, maka dapat ditemukan mengenai hak-hak dan kewajiban yurisdiksi dari Malaysia selaku negara pantai yang diatur pada pasal selanjutnya (Pasal 56).
ADVERTISEMENT
Namun, dari hak-hak khusus yang diberikan terhadap Indonesia selaku negara kepulauan, maka Malaysia sebagai negara pantai tidak berhak untuk menyatakan klaim terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi.
Meskipun demikian, kedua belah pihak tetap berusaha untuk mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi dikarenakan oleh faktor ekonomi yang menawarkan keuntungan bagi negara masing-masing secara eksponensial dalam jangka panjang. Pada dasarnya, konflik antara Indonesia dan Malaysia berlatar belakang perebutan lahan ekonomi yang terdapat di Laut Sulawesi. Keduanya sama-sama mengincar cadangan minyak di Blok Ambalat Laut Sulawesi yang berestimasi mengandung nilai Rp4.200 triliun.
Batas-batas klaim wilayah dari Malaysia menunjukkan ambisinya untuk menguasai kawasan tersebut dengan secara strategis sebagai wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi di Laut Sulawesi, mencakup wilayah Blok Y yang di dalamnya terdapat Blok Ambalat.
ADVERTISEMENT
Kembali kepada permasalahan Pulau Sipadan dan Ligitan, kedua pulau yang telah 'dirampas' dari Indonesia tersebut dapat menjadi medium bagi Malaysia untuk melakukan ekspansi ekonomi ke Laut Sulawesi dengan mengeksploitasi segala kandungan sumber daya ekonomi di dalamnya. Meskipun telah dijelaskan bahwasanya secara yuridis, Malaysia tidak memiliki hak terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Laut Sulawesi, tetapi realita yang ada bahwa Indonesia masih belum mampu mengeksplorasi potensi sumber daya ekonomi dari wilayah tersebut dapat sekali lagi memperlemah posisi Indonesia bilamana kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional.
Berkaca dari lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, maka pemerintah Indonesia harus menaruh perhatian terhadap permasalahan demikian untuk mencegah terjadinya pencaplokan wilayah strategis Indonesia yang memiliki potensi untuk memajukan perekonomian negara meskipun dalam persentase sekecil-kecilnya.
ADVERTISEMENT