Konten dari Pengguna

Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Setara

Muhammad Rifqi Perdana
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
29 Juli 2022 7:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rifqi Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Indonesia merupakan negara yang menganut asas keadilan dan kemanusiaan, sebagaimana yang telah tertuang dalam Pancasila. Namun, sayangnya hal ini tidak tercerminkan dalam kultur maupun hukum di masyarakatnya. Sumber: https://www.shutterstock.com/id/image-photo/gender-equality-concept-woman-hands-holding-1205245405.
zoom-in-whitePerbesar
Indonesia merupakan negara yang menganut asas keadilan dan kemanusiaan, sebagaimana yang telah tertuang dalam Pancasila. Namun, sayangnya hal ini tidak tercerminkan dalam kultur maupun hukum di masyarakatnya. Sumber: https://www.shutterstock.com/id/image-photo/gender-equality-concept-woman-hands-holding-1205245405.
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan kesetaraan gender. Hak asasi manusia yang dianut Indonesia bersumber dari Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Secara konseptual, HAM yang terkandung dalam Pancasila mengakomodasi aspek manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pengakuan tentang HAM secara prinsipiil tercermin dalam sila kedua (Pancasila), sedangkan konsep kesetaraan dituangkan dalam sila kelima. Kedua sila ini menjadi pedoman utama bagi negara untuk senantiasa mengutamakan nilai kemanusiaan yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan nilai keadilan yang berkaitan dengan kesetaraan gender.
Mengenai hak asasi manusia itu sendiri selanjutnya dijelaskan di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, bahwa "Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia."
ADVERTISEMENT
Dalam Universal Declaration of Human Rights, Pasal 1, disebutkan bahwa “Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan,” yang mengindikasikan hubungan erat HAM dengan konsep kesetaraan. Maka dari itu, dalam menganalisis permasalahan mengenai ketidaksetaraan gender atau ketidakadilan sosial secara umum, tentunya perspektif HAM sangat fundamental.
Sebelum memasuki permasalahan ketidaksetaraan gender, terlebih dahulu diperlukan pemahaman mengenai gender serta konsep kesetaraannya. Kata “gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya, gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.
Adapun kesetaraan gender memiliki definisi kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih belum dapat mewujudkan kesetaraan gender dengan baik. Hal ini tercermin dari indeks kesetaraan gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP). Indonesia berada pada peringkat 103 dari 162 negara, atau terendah ketiga se-ASEAN. Adapun mengacu data lain, seperti Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Indonesia per 2018 berada di angka 90,99. Kemudian, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) berada pada angka 72,1. Data tersebut merefleksikan keadaan kesetaraan gender di Indonesia yang belum ideal.
ADVERTISEMENT
Ketidaksetaraan gender yang terjadi dapat ditelusuri penyebabnya dari berbagai aspek. Salah satu aspek krusial dalam hal ini adalah bias gender yang berkembang luas di lingkungan masyarakat. Bias gender terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan di sini adalah apabila salah satu jenis gender lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias gender tersebut bisa saja terjadi pada laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, khususnya di Indonesia, bias gender ini lebih dirasakan oleh kaum perempuan. Faktor ini diakibatkan karena sistem dan struktur sosial yang menempatkan kaum perempuan pada posisi yang merugikan. Pandangan kaum feminis menegaskan bahwa munculnya konsep ini karena konsep gender dan konsep seks dimaknai sama oleh sistem dan struktur itu sendiri. Berbagai bentuk ketidakadilan gender tersebut antara lain: marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence), serta beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden).
ADVERTISEMENT
Terdapat disonansi yang konkret antara kerangka hukum dan kenyataan sehari-hari yang menjadikan kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai suatu masalah domestik, bersifat pribadi, sehingga boleh diabaikan secara hukum. Padahal dari dahulu sampai sekarang, diskriminasi dan penghinaan terhadap perempuan masih mengambil bentuk yang sama seperti berbagai bentuk penganiayaan, pelecehan, perkosaan, pemukulan, penjualan perempuan oleh keluarga-keluarga tidak mampu, serta perlakuan tidak adil lainnya.
Mengenai hal ini, korelasi antara HAM dengan ketidaksetaraan gender itu terletak pada inkompatibilitas antara prinsip dasar keadilan dan kesetaraan yang terletak pada hierarki hukum di Indonesia. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
ADVERTISEMENT
Namun, dalam implementasinya, pasal tersebut masih belum bisa memastikan kesetaraan gender dan penegakan HAM di negeri ini berjalan dengan baik. Oleh karena itu, urgensi kesetaraan gender menjadi bagian penting dari penegakan HAM di Indonesia.
Perlindungan terhadap hak-hak kesetaraan yang telah disusun dalam peraturan perundang-undangan maupun konsep-konsep yang termaktub dalam dasar negara sudah semestinya diimplementasikan di kehidupan sehari-hari. Selain itu, peran advokasi juga penting untuk menyebarkan kesadaran akan isu ini kepada masyarakat luas agar nantinya Indonesia mampu bertransformasi menjadi negara yang ramah terhadap kesetaraan gender serta melindungi HAM seluruh rakyatnya.

Referensi

JURNAL

Afandi, Agus. “Bentuk-Bentuk Perilaku Bias Gender.” LENTERA: Journal of Gender and Children Studies, Vol. 1, Issue 1 (2019). Hlm. 1-18.
ADVERTISEMENT
Krisnalita, Louisa Yesami. “Perempuan, HAM dan Permasalahannya di Indonesia.” Binamulia Hukum, Vol. 7, No. 1 (2018). Hlm.71-81.
Rahminawati, Nan. “Isu Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan (Bias Gender).” Mimbar, No. 3, Th.XVII (2001). Hlm. 272-283.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia. UU NO. 39, LN. 1999/ NO. 165, TLN NO. 3886.
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Universal Declaration of Human Rights.

BUKU

Puspawati, Herien. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Cet. 1. Bogor: PT. IPB Press., 2012.

INTERNET

Winahyu, Atikah Ishmah. “Kesetaraan Gender di Indonesia Masih Rendah.” https://m.mediaindonesia.com/humaniora/351154/kesetaraan-gender-di-indonesiamasih-rendah. Diakses 1 Oktober 2021.