Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Selisik Buku: Lost Connections
22 Januari 2021 10:47 WIB
Tulisan dari Periplus Bookshop Official tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Deskripsi Buku
ADVERTISEMENT
Penulis: Johann Hari
Penerbit: Bloomsbury
Tahun: 2019
Halaman: 398 hlm.
Dari umur belasan tahun, Hari sudah akrab dengan antidepresan. Di bagian muka Lost Connections, ia menulis begini: “Saya berumur 18 tahun saat menelan antidepresan untuk yang pertama kali. Saya tengah berdiri, dalam balutan cahaya mentari temaram, di depan sebuah apotek di pusat perbelanjaan di London. Tablet itu putih dan kecil, saat ditelan, saya merakan suatu ‘ciuman’ kimiawi.” (hlm. 5)
Demikian ungkapan Hari setelah dirinya menemui seorang dokter. Kepada si dokter, Hari bercerita bahwa sejak belia dirinya sering diliputi kesedihan. Beragam rasa-perasaan berkecamuk di kepalanya. Dari sanalah kecemasan merundungnya, baik di sekolah, di kampus, di rumah, bahkan ketika sedang nongkrong bersama kawan. Menangis adalah ujung dari kecamuk perasaannya. Namun, jika ia tak lagi bisa menangis, monolog keresahan tetap mengiang di kepalanya.
ADVERTISEMENT
Hari adalah seseorang dengan pengalaman panjang hidup berdampingan dengan depresi dan kecemasan. Lost Connections merupakan catatan pribadi sebagai penderita depresi dan kecemasan. Namun demikian, buku ini sekaligus catatan perjalanannya berkeliling dunia mewawancarai dengan para ilmuwan yang mengungkapkan bahwa depresi dan kecemasan bukan disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur-unsur kimiawi dalam otak kita. Hari mencoba mengawinkan pengalaman pribadinya dengan penelusuran akademis dari para pakar medis dan psikolog, bahkan juga dari para penderita lainnya.
Perkara depresi telah menjadi pembahasan yang riuh rendah, baik di kalangan psikolog, psikiater, hingga masyarakat awam. Kehidupan seseorang yang mengidap depresi tidak jarang digambarkan dalam drama novela televisi. Sementara di kalangan komunitas sains arus utama, depresi setidaknya digolongkan ke dalam dua kategori. Yang pertama disebut sebagai depresi endogen (endogenous depression) dan yang lainnya disebut sebagai depresi reaktif (reactive depression). Depresi endogen disebabkan oleh gangguan fungsi dari dari otak maupun tubuh. Di lain sisi, depresi reaktif disebabkan oleh hal-hal buruk atau tidak menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan penderitanya. (hlm. 57)
ADVERTISEMENT
Walaupun demikian, perdebatan tentang depresi tidak jauh-jauh bergerak di antara persoalan bagaimana menemukan antidepresan baru dan mencegah depresi terjadi di dalam sistem otak kita. Apa yang didiskusikan bergeser dari “mencari tahu apa yang membuat kita tidak merasakan kebahagiaan hidup kepada bagaimana mencoba menghalangi neuro-transmiter di otak yang memungkinkan bagi kita merasakan ketidakbahagiaan.” (hlm. 66)
Depresi, dalam penelusuran Hari, menunjuk sembilan penyebab yang secara umum diasosiasikan dengan depresi dan kecemasan. Semua penyebab depresi dan kecemasan yang dijabarkan oleh Hari bermuara pada satu kata: diskoneksi. Menurutnya, masyarakat modern dewasa ini telah mengalami diskoneksi terhadap pekerjaan yang sungguh bermakna, orang lain, nilai-nilai, trauma masa kecil, status dan rasa hormat, alam semesta, maupun harapan atau masa depan yang terjamin. Selain itu, kita juga mengalami diskoneksi terhadap peranan genetik dan perubahan unsur-unsur kimiawi di dalam otak. Kesembilan pokok yang dirasa menjadi bentuk diskoneksi menjadi satu bab tersendiri dan dijalin menjadi bagian kedua Lost Connections.
Ada satu kisah yang menarik coba diangkat oleh Hari dan pengalaman ini menjadi inspirasi yang dipilih Hari untuk menyediakan jalan keluar dari persoalan depresi. Ia berkisah tentang seorang psikiater berkebangsaan Afrika Selatan bernama Dr. Derek Summerfield yang membuat penelitian di Kamboja tentang pengaruh perang pada tingkat kebahagiaan seseorang. Pada masa itu, bayangan akan Kamboja tidak jauh dari negeri-negeri di Asia Tenggara di mana hamparan sawah yang eksotis terbentang di mana-mana. Namun demikian, Dr. Summerfield menemukan hal lain.
ADVERTISEMENT
Kamboja merupakan negara yang dipenuhi sisa-sisa perang pada dekade 1960—70-an. Begitu banyak ranjau darat yang tersisa dan masih aktif. Salah seorang penduduk desa tempat Dr. Summerfield melakukan penelitian kehilangan kaki kirinya akibat ledakan ranjau. Para tetangga kemudian meminta seorang dokter membuatkan kaki palsu untuk orang itu.
Walaupun begitu, setelah mendapat kaki palsu, si korban ranjau mengalami depresi. Si korban tidak lagi dapat bekerja di sawah sebagaimana sebelumnya. Maka dari itu, para tetangga memikirkan ide lain. Mereka lalu membelikan seekor sapi bagi si korban ranjau. Gagasan mereka sederhana. Bekerja menjadi peternak sapi untuk menghasilkan susu jauh lebih mudah daripada mengurus sawah bagi si korban ranjau. Beberapa bulan berikutnya, kehidupan si korban ranjau berubah. Ia tidak lagi mengalami depresi. Orang-orang di lingkungan itu kemudian mengungkapkan kepada Dr. Summerfield bahwa seekor sapi yang mereka beli untuk si korban ranjau adalah sebuah antidepresan! (hlm. 194)
Pengalaman seorang petani di Kamboja ini membuat Hari bertanya-tanya. Jangan-jangan, selama ini kita mendefinisikan antidepresan secara keliru? Bagaimana kalau kita memikirkan antidepresan di luar kebiasaan kita selama ini? Barangkali, mengubah cara kita menjalani kehidupan sehari-hari dapat dilihat sebagai bentuk antidepresan yang baru? (hlm. 195)
ADVERTISEMENT
Pokok inilah yang lalu dieksplorasi oleh Hari. Jika benar yang membuat depresi sebenarnya adalah diskoneksi, maka antidepresan yang tepat adalah: koneksi. Hari, pada bagian ketiga bukunya, menjelaskan bahwa setidaknya ada tujuh hal yang harus dibangun untuk mengatasi depresi.
Pada akhirnya, Hari mengingatkan bahwa tidak semua antidepresan adalah buruk. Ada juga golongan ilmuwan yang membuat rekomendasi antidepresan untuk meringankan penderitaan sebagian kecil pasien depresi. Kita bukanlah sebuah mesin yang onderdilnya rusak. Kita adalah makhluk yang kebutuhan-kebutuhannya kadang tidak terpenuhi. Apa yang kita derita bukan ketidakseimbangan unsur-unsur kimiawi di otak. Penderitaan yang kita alami disebabkan oleh tidak seimbangnya aspek sosial dan spiritual dalam kehidupan kita.(hlm. 313).
Andriyan Permono,
Penikmat buku