Konten dari Pengguna

Persakmi Lakukan Telaah Kritis Permenkes No 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas

Persakmi
Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia
13 Mei 2020 23:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Persakmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Screen shoot Permenkes RI No 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
zoom-in-whitePerbesar
Screen shoot Permenkes RI No 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
ADVERTISEMENT
Permenkes No 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas telah ditetapkan Menteri Kesehatan pada tanggal 16 Oktober 2019 dan telah diundangkan oleh pada tanggal 28 Oktober 2019. Permenkes No 43 tahun 2019 ini merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dan hukum di bidang kesehatan.
ADVERTISEMENT
Terbitnya Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas mendapatkan perhatian khusus dari Persakmi (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia), sebagai organisasi profesi insan kesehatan masyarakat, dalam hal ini Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Ada beberapa pertimbangan yang mendasari Persakmi memberikan perhatian khusus atas Permenkes tersebut, yaitu :
1. Mencermati Permenkes No 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, yang dalam bab menimbang menyebutkan salah satu dasar perubahannya bahwa “Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dan hukum di bidang kesehatan”;
2. Tiga pesan penting soal Puskesmas yang disampaikan Presiden Jokowi saat acara pencanangan Gerakan Maju Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030 di Technopark Cimahi, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (29/1/2020) sebagaimana di rilis oleh detikcom, yaitu :
ADVERTISEMENT
a. "Puskesmas itu pusat kesehatan masyarakat, bukan pusat pengobatan masyarakat. Artinya puskesmas itu memang dirancang untuk mencegah penyakit”.
b. "Puskesmas itu dirancang untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, mencegah lebih baik daripada mengobati”.
c. "Jangan ada Puskesmas yang bangga karena incomenya banyak, keliru loh itu,"
3. Pesan Presiden Jokowi pada forum Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) 2017, Presiden menyampaikan 10 pesan kesehatan. Diantaranya 2 pesan khusus soal Puskesmas, yaitu :
a. “Terutama Puskesmas, ini perlu saya ingatkan pada semua Kepala Dinas, arahkan mereka kepada gerakan pencegaham terhadap munculnya penyakit-penyakit. Artinya apa? Mengajak masyarakat untuk hidup sehat”
b. “Tenaga kesehatan harus aktif mendatangi masyarakat. Jangan menunggu di Puskesmas menunggu orang sakit, datangi mereka”.
ADVERTISEMENT
4. Buku yang dirilis oleh Kementerian PPN/Bappenas berjudul “Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas”, diterbitkan pada bulan Juli 2018 yang disusun berdasarkan hasil kajian ini, menyimpulkan bahwa Puskesmas adalah “unit pelayanan kesehatan” paling strategis dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Dinyatakan bahwa Puskesmas merupakan ; 1). Satu-satunya unit pelayanan kesehatan yang output kegiatannya sekaligus berkaitan dengan indikator-indikator program prioritas seperti tercantum dalam SPM, PISPK dan SDGs; 2). Pelayanan kesehatan terdepan yang melakukan kebijakan paradigma sehat secara riil di lapangan; 3). Instrumen pemerataan pelayanan kesehatan untuk seluruh penduduk; 4). Instrumen untuk mengurangi disparitas derajat kesehatan antara wilayah dan instrumen untuk mewujudkan keadilan di bidang kesehatan; dan 5). Berperan besar mengurangi atau mencegah eskalasi biaya kesehatan, karena pelayanan Puskesmas bersifat “intervensi hulu” dalam proses epidemiologi dan patofisiologi gangguan kesehatan penduduk.
ADVERTISEMENT
5. Masih berdasarkan buku kajian dari Bappenas tersebut, disebutkan bahwa sejak era desentralisasi, banyak Puskemas tidak memenuhi standar, terutama tenaga Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Hal ini diperparah dengan adanya kebijakan moratorium pengangkatan ASN, kecuali dokter, perawat, dan bidan. Sejak pelaksanaan JKN, beban kerja Puskesmas untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) meningkat signifikan. Fungsi Puskesmas bergeser dan tereduksi menjadi “klinik pengobatan”. Dampak perubahan fungsi Puskesmas terhadap kinerja UKM cukup memprihatinkan, seperti terlihat pada indikator program-program UKM (cakupan imunisasi dan ASI ekslusif yang menurun, CPR KB dan CDR TB stagnan, serta penurunan stunting pada balita tidak signifikan).
Berdasarkan pertimbangan diatas, Persakmi menyampaikan telaah dan usulan perbaikan atas Permenkes No 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, berikut ini :
ADVERTISEMENT
1. Keberadaan tenaga kesehatan masyarakat saat ini kurang mendapat perhatian. Dalam lingkup Puskesmas, kelompok tenaga kesehatan masyarakat terkena kebijakan moratorium pengangkatan ASN. Pengaturan area dan wewenang kerja tenaga kesehatan masyarakat sampai dengan saat ini belum diatur dalam regulasi (Permenkes atau regulasi perundangan lainnya). Padahal pengaturan tersebut adalah mandat ketentuan pasal 23 (perizinan SDM) UU 36/2009 tentang Kesehatan dan mandat ketentuan pasal 46 (registrasi dan perizinan SDM) UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dapat dikatakan, satu-satunya tenaga kesehatan sebagaimana disebutkan dalam UU Tenaga Kesehatan yang tidak mempunya payung hukum adalah tenaga kesehatan masyarakat.
Filosofi pendidikan kesehatan masyarakat, bahwa tenaga kesehatan masyarakat atau dikenal juga sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah mereka yang memiliki dasar ilmu bidang kesehatan masyarakat yang meliputi : administrasi dan kebijakan kesehatan, pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku, biostatistika dan kependudukan, kesehatan lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan dan keselamatan kerja, epidemiologi, dan kesehatan reproduksi). Tidaklah disebut SKM, bila meninggalkan salah satu dasar ilmu tersebut.
ADVERTISEMENT
Sehingga profil lulusan pendidikan kesehatan masyarakat adalah mereka yang mampu berfikir sistem dengan memfokuskan kegiatannya pada aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pengendalian faktor risiko untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup sehat dengan mengintegrasikan disiplin dasar ilmu bidang kesehatan masyarakat diatas, dengan sasaran utama keluarga, kelompok dan masyarakat.
Ironisnya, pada Permenkes No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, pasal 17 ayat 3c justru keberadaan tenaga kesehatan masyarakat direduksi menjadi tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Padahal sejatinya, promosi kesehatan dan ilmu perilaku adalah sub bagian dari keilmuan yang didapat seorang tenaga kesehatan masyarakat (baca : SKM).
Berdasarkan sistem informasi SDM Kesehatan yang dilansir http://sisdmk.bppsdmk.kemkes.go.id per 31 Desember 2018, sekitar 30% Puskesmas belum memenuhi standar tenaga kesehatan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Permenkes 75/2014 tentang Puskesmas.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam Permenkes No 33/2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan SDM kesehatan, telah menjelaskan target ratio kebutuhan tenaga SKM terhadap jumlah penduduk adalah 16/100.000 penduduk di tahun 2019 dan 18/100.000 penduduk di tahun 2025. Target ratio itu sampai kinipun belum tercapai.
2. Sampai dengan saat ini sistem upaya kesehatan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 46), belum ada regulasi turunannya. Hal ini berbeda dengan sistem upaya kesehatan perorangan yang telah diatur secara rinci lebih rinci dalam banyak regulasi. Salah satu contohnya dalam Permenkes No 01 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Oleh karena itu, perlu segera di susun pola model pelayanan dan jenjang rujukan upaya kesehatan masyarakat (UKM).
ADVERTISEMENT
Hasil Riskesdas tahun 2007, 2010 dan 2018 yang menggambarkan tentang perubahan/transisi penyakit menular ke penyakit tidak menular dan metabolik. Hasil risetnya menunjukkan faktor risiko utamanya adalah; diet, aktifitas fisik dan konsumsi tembakau. Semua berkaitan dengan rekayasa perilaku/sosial. Sementara struktur layanan kesehatan tidak mengalami pergeseran, pada waktu yang bersamaaan masyarakat sudah berubah drastis terkait dengan layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Postur tenaga kesehatan yang bongsor ke kuratif tidak sesuai lagi dengan perspective masyarakat modern yang semakin menghargai nilai kesehatan sebagai asset.
Konsep penyatuan UKM dan UKP yang selama ini berjalan sudah tidak relevan dengan kemajuan iptek kesehatan, sehinga perlu upaya modernisasi upaya kesehatan masyarakat Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat pada awal tahun 2018 pernah menggagas diskusi/pembahasan tentang pelayanan UKM primer, sekunder dan tersier. Namun tidak berlanjut dan belum ada hasil yang menyertai. Padahal penguatan pola model upaya kesehatan masyarakat adalah sebuah keniscayaan.
ADVERTISEMENT
3. Keberadaan Puskesmas rawat inap perlu dipikirkan kembali (Pasal 29), karena akan mendorong kembali beban kerja Puskesmas untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) meningkat signifikan. Fungsi Puskesmas bergeser dan tereduksi menjadi “klinik pengobatan” sebagaimana yang selama ini telah terbukti.
4. Persakmi telah menyusun draft jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” sebagai jawaban untuk kebutuhan upaya kesehatan masyarakat (UKM). Keberadaan jenis “pengelola kesehatan masyarakat” yaitu seseorang ASN/PNS yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan/mengelola kesehatan masyarakat pada level desa, kecamatan, kab/kota, provinsi dan pusat. Hal ini sejalan dengan konsep jenjang pelayanan kesehatan perorangan (UKP) yang bersifat umum dengan tenaga utama dari profesi kedokteran
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 11, ayat 7 disebutkan bahwa kelompok tenaga kesehatan masyarakat terdiri dari epidemiologi kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan dan tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini tenaga dimaksud berkedudukan sebagai ASN dengan jabatan fungsional tertentu. Adapun tenaga lulusan SKM dan professional kesehatan masyarakat sebagai jenis tenaga kesehatan masyarakat dengan jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” bagi ASN. Hal ini sejalan dengan program reformasi birokrasi bahwa ASN diperluas kesempatan untuk menduduki jabatan fungsional.
Untuk itu, Persakmi mendorong Kementerian Kesehatan RI untuk membuka kesempatan sebagai instansi pembina dari jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” yang telah diusulkan.
5. Persakmi mendorong Kementerian Kesehatan RI segera menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan Masyarakat sebagai amanat pelaksanaan Undang-Undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Telaah dan usulan ini selain disampaikan kepada Menteri Kesehatan, juga disampaikan kepada Menteri Bappenas c.q Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (rpg)
ADVERTISEMENT