Surat Terbuka Persakmi kepada Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin

Persakmi
Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Desember 2020 15:33 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Persakmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin yang menjadi Menteri Kesehatan kedua yang bukan dari kalangan tenaga medis
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin yang menjadi Menteri Kesehatan kedua yang bukan dari kalangan tenaga medis
ADVERTISEMENT
Yang kami hormati dan banggakan, Bapak Budi Gunadi Sadikin
Sebelumnya kami sampaikan Selamat Bertugas!! Menjalankan amanah mulia sebagai Menteri Kesehatan RI di Kabinet Maju, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Kami tidak akan mempermasalahkan mengenai latar belakang Pak Menteri, yang bukan dari kalangan kesehatan. Tidak mempunyai background pendidikan kesehatan, bukan berarti tidak mampu memimpin Kementerian Kesehatan. Toh, sebelumnya pernah ada Menteri Kesehatan RI yang bukan dokter, yaitu Mananti Sitompoel, meski menjabat hanya 2 bulan 23 hari.
Menarik yang disampaikan oleh Alm. Kartono Muhammad berikut ini tentang Menteri Kesehatan tidak harus seorang dokter. Misi Kementerian Kesehatan adalah membuat masyarakat Indonesia sehat, bukan untuk menyembuhkan dan mengobati. Beliau justru mengkritik banyaknya dokter yang justru duduk di jajaran Kementerian Kesehatan. Padahal di sisi lain, kebutuhan dokter di Indonesia belum tersebar merata. "Kenapa kepala personalia Kementerian harus dokter, Sekretaris Jenderal harus dokter," Seharusnya, posisi tenaga medis memang untuk hal-hal yang berhubungan langsung dengan medis.
ADVERTISEMENT
Sistem jaminan kesehatan nasional saat ini, mestinya justru memudahkan Kementerian Kesehatan untuk membuat masyarakat Indonesia sehat. Gunakan anggarannya hanya untuk pencegahan. “Toh, untuk penyembuhan dan pengobatan sudah ada mekanisme jaminan kesehatan.” Begitu kata Alm Kartono Muhammad.
Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia tersebut menyampaikan bahwa masyarakat yang sehat merupakan investasi masa depan. Berkaca pada Jepang dan Singapura yang minim sumber daya alam, negara itu justru bisa maju karena sumber daya manusianya. Itu yang harus digenjot Indonesia. "Menteri Kesehatan bukan menteri penyembuhan," begitu pungkasnya.
Kami sependapat dengan pendapat di atas. Teringat pernyataan yang disampaikan oleh Gus Dur, saat menjabat Presiden RI. “Kalau mau menuruti kata hati, Departemen Kesehatan (Depkes) akan saya hapus”, begitu katanya. Pernyataan membubarkan Depkes –kini berubah menjadi Kementerian Kesehatan. Sangat mengejutkan ketika itu. Namun pernyataan Gus Dur tersebut mungkin ada benarnya. Peran Kementerian Kesehatan, alih-alih mengurusi masalah orang sehat, tapi justru asyik sebagai Departemen Kesakitan, bahkan ada yang lebih ekstrem lagi sebagai Departemen Kantong Mayat.
ADVERTISEMENT

Bapak Menteri Kesehatan, yang kami cintai

Kementerian Kesehatan, pada masa pemerintahan Habibie, tepatnya 15 September 1998, telah memperkenalkan paradigma baru dalam pembangunan kesehatan yaitu Paradigma Sehat untuk menggantikan paradigma sakit yang selama ini diterapkan. Paradigma sakit mempunyai cara pandang dalam upaya kesehatan yang mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Hal ini menjadikan kesehatan sebagai suatu yang konsumtif. Sehingga menempatkan sektor kesehatan dalam arus pinggir (sidestream) pembangunan (Does Sampoerna, 1998).
Dengan paradigma sehat, pemerintah berupaya mereorientasi pembangunan kesehatan. Penanganan kesehatan penduduk lebih dititikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa (shaping the health nations) bukan sekadar penyembuhan penyakit, namun termasuk pencegahan penyakit, perlindungan keselamatan, dan promosi kesehatan.
Namun, menurut hemat kami, implementasi paradigma sehat masih sebatas wacana. Paradigma sakit masih menjadi panglima bagi Kementerian Kesehatan, akibatnya kesehatan dipandang sebagai sektor konsumtif, tidak sebagai sebuah investasi.
ADVERTISEMENT

Bapak Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan yang kami harapkan...

Ungkapan Gus Dur tentang Kementerian Kesehatan begitu genuine, Gus Dur bersikap bahwa masalah kesehatan mestinya dikembalikan pada masyarakat (masyarakat sebagai subyek). Kini, selang sekitar dua puluh dua tahun, banyak kalangan kesehatan mendorong agar Kementerian Kesehatan segera berbenah.
Tugas bidang kesehatan adalah menyehatkan rakyat dan menyembuhkan sebagian yang sakit agar kembali sehat. Semua itu memerlukan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk bersikap bahwa fokus perubahan ke arah promotif/preventif.
Sementara lingkup sehat tidak hanya monopoli dari urusan Kemenkes. Perlu ada kesadaran nyata bahwa sehat adalah urusan banyak sektor. Setiap sektor mempunyai dampak terhadap “sehat”. Data riset kesehatan dasar tahun 2018, proporsi penggunaan helm saat mengendarai/membonceng sepeda motor, terdapat 23,9% yang tidak pernah menggunakan helm. Perilaku tidak menggunakan helm, tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya cidera saat kecelakaan lalu lintas. Perilaku yang menuntun berlalu lintas yang sehat, perlu keterlibatan aktif berbagai pihak, mulai kepolisian, kementerian perhubungan, dan pemerintahan lokal setempat.
ADVERTISEMENT
Persoalan tetap tingginya angka kematian ibu dan bayi melahirkan di Indonesia (masih tertinggi di ASEAN), turut menjadi bukti nyata lain bahwa persoalan kesehatan menjadi bagian pekerjaan dari semua komponen pemerintah.
Belum lagi bila kita membicarakan tentang isu global warming dan wabah bencana non alam, seperti pandemi COVID-19. Semakin membuat bidang kesehatan (Kemkes) harus mengubah diri. Kementerian Kesehatan harus lebih proaktif dan adaptif terhadap segala perubahan. Organisasi kesehatan harusnya menjadi “social engineering” (Purnawan Junaidi, 2009).
Kini saatnya, Kemenkes perlu bersikap lebih jelas apakah melakukan fungsi pembinaan (steering) daripada fungsi pelaksana (rowing). Sebagaimana David Osborne berucap dalam bukunya Reinventing Government, pemerintah yang melakukan fungsi steering sekaligus rowing adalah bukan pemerintahan yang baik.
ADVERTISEMENT
Pidato singkat Bapak saat di Istana Merdeka pada Selasa (22/12/2020) usai dipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Kesehatan yang baru memberikan harapan baru terwujudnya Kemkes yang lebih baik. “Dengan bekerja sama dengan asosiasi, pemerintah daerah, dan seluruh komponen bangsa, sistem pelayanan kesehatan publik yang kuat dapat terbangun. Guna menghadapi COVID-19 ini, harus ada sistem pelayanan kesehatan yang mumpuni agar generasi masa depan dapat menghadapi virus lain yang tidak diketahui kapan datangnya”, menunjukkan tekad dan semangat kesiapan menghadapi sebuah tantangan yang semakin berat.
Kini banyak pihak menunggu, bagaimana bentuk reformasi kesehatan yang akan ditunjukkan oleh Kementerian Kesehatan, di bawah kepemimpinan Budi Gunadi Sadikin yang malang melintang di dunia perbankan dan Badan Usaha Milik Negara.
Ucapan selamat bertugas dari Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) kepada Budi Gunadi Sadikin, sebagai Menteri Kesehatan RI yang menggantikan dr Terawan

Bapak Menteri Kesehatan yang baru…

Tak lupa kami sampaikan sedikit permasalahan yang dialami kawan-kawan tenaga Kesehatan masyarakat, khususnya Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Apa yang terjadi sesungguhnya dengan kinerja kesehatan negara ini adalah terjadinya disharmoni antara misi dan tujuan program kesehatan yang berwujud peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan keberpihakan kepada tenaga kesehatan masyarakat. Untuk itu, kami mendorong perlunya mengharmonisasi pada 2 hal penting yaitu penguatan pola model upaya kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kami telah menyampaikan kepada Menteri Kesehatan sebelumnya mengenai beberapa aspek yang terkait dengan penyelenggaraan tenaga kesehatan masyarakat. Berikut telaah dan usulan atas regulasi penyelenggaraan tenaga kesehatan masyarakat yang kami sampaikan :
1. UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, khususnya pasal 11 ayat 1 dan 7, berdasarkan kelompok dan jenis tenaga, menyebutkan bahwa kelompok tenaga kesehatan masyarakat terdiri dari beberapa jenis tenaga kesehatan yaitu ; epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
Sementara itu, dalam filosofi pendidikan kesehatan masyarakat, bahwa seorang disebut sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah harus memiliki dasar ilmu bidang kesehatan masyarakat yang meliputi: administrasi dan kebijakan kesehatan, pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku, biostatistika dan kependudukan, kesehatan lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan dan keselamatan kerja, epidemiologi, dan kesehatan reproduksi). Tidaklah disebut SKM, bila meninggalkan salah satu dasar ilmu tersebut.
ADVERTISEMENT
Sehingga profil lulusan pendidikan kesehatan masyarakat adalah sarjana dan atau profesi yang mampu berfikir sistem dengan memfokuskan kegiatannya pada aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pengendalian faktor risiko untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup sehat dengan mengintegrasikan disiplin dasar ilmu bidang kesehatan masyarakat di atas, dengan sasaran utama keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Kami telah mengusulkan kepada Menteri Kesehatan RI, dapat menggunakan kewenangannya sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 12 yang berbunyi, “Dalam memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri dapat menetapkan Jenis Tenaga Kesehatan lain dalam setiap Kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11”. Jenis tenaga kesehatan yang kami maksudkan adalah Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
ADVERTISEMENT
2. Sampai dengan saat ini, satu-satunya kelompok tenaga kesehatan yang belum dipayungi oleh regulasi (Undang-Undang atau minimal Peraturan Menteri Kesehatan) terkait penyelenggaraan tenaga kesehatan masyarakat (kualifikasi pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat). Keberadaan Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Penyelenggaraan Tenaga Kesehatan Masyarakat sejatinya merupakan amanat dari Undang-Undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Regulasi Permenkes tersebut mengatur lebih lanjut perihal area, kewenangan dan penyelenggaraannya, termasuk perihal Surat Tanda Registrasi (STR), Surat Izin Praktik (SIP), atau apa pun yang terkait dengan tenaga Kesmas (Sarjana Kesehatan Masyarakat)
Sebagaimana diketahui, pada umumnya semua tenaga kesehatan telah memiliki payung hukum dalam penyelengaraannya melalui Peraturan Menteri Kesehatan. Bahkan beberapa telah dilengkapi dan memiliki Undang-Undang seperti Kedokteran, Keperawatan dan Kebidanan.
ADVERTISEMENT
Padahal pengaturan tersebut adalah mandat ketentuan pasal 23 (perizinan SDM) UU 36/2009 tentang Kesehatan dan mandat ketentuan pasal 46 (registrasi dan perizinan SDM) UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dapat dikatakan, satu-satunya tenaga kesehatan sebagaimana disebutkan dalam UU Tenaga Kesehatan yang tidak mempunya payung hukum adalah tenaga kesehatan masyarakat. Untuk itu, kami mendorong Kementerian Kesehatan segera menuntaskan regulasi penyelenggaraan tenaga kesehatan masyarakat.
3. Mencermati Permenkes No 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, pasal 17 ayat 3c yang justru keberadaan tenaga kesehatan masyarakat direduksi menjadi tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Padahal sejatinya, promosi kesehatan dan ilmu perilaku adalah sub bagian dari keilmuan yang didapat seorang tenaga kesehatan masyarakat (baca: SKM).
Logika sederhananya, mengapa tidak mempertahankan tenaga kesehatan masyarakat (baca: SKM) yang telah memiliki kemampuan yang komprehensif, dengan 8 kompetensi dari 8 pilar keilmuan? Tentunya akan lebih efisien pengadaan dan pendayagunaannya, mengingat peta kemampuan alokasi anggaran SDM kesehatan di berbagai daerah yang terbatas. Lulusan S1 SKM dari sekitar 200 institusi pendidikan tinggi kesmas di seluruh Indonesia adalah jaminan sustainabilitas program Upaya Kesehatan masyarakat (UKM) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
4. Sampai dengan saat ini sistem upaya kesehatan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan (pasal 46), belum ada regulasi turunannya. Hal ini berbeda dengan sistem upaya kesehatan perorangan yang telah diatur secara rinci lebih rinci dalam banyak regulasi. Salah satu contohnya dalam Permenkes No 01 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Oleh karena itu, perlu segera di susun pola model pelayanan dan jenjang rujukan upaya kesehatan masyarakat (UKM).
Hasil Riskesdas tahun 2007, 2010, dan 2018 yang menggambarkan tentang perubahan/transisi penyakit menular ke penyakit tidak menular dan metabolik. Hasil risetnya menunjukkan faktor risiko utamanya adalah; diet, aktivitas fisik dan konsumsi tembakau. Semua berkaitan dengan rekayasa perilaku/sosial. Sementara struktur layanan kesehatan tidak mengalami pergeseran, pada waktu yang bersamaan masyarakat sudah berubah drastis terkait dengan layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Postur tenaga kesehatan yang bongsor ke kuratif tidak sesuai lagi dengan perspective masyarakat modern yang semakin menghargai nilai kesehatan sebagai asset.
ADVERTISEMENT
Konsep penyatuan UKM dan UKP yang selama ini berjalan sudah tidak relevan dengan kemajuan iptek kesehatan, sehinga perlu upaya modernisasi upaya kesehatan masyarakat Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat pada awal tahun 2018 pernah menggagas diskusi/pembahasan tentang pelayanan UKM primer, sekunder dan tersier. Namun tidak berlanjut dan belum ada hasil yang menyertai. Padahal penguatan pola model upaya kesehatan masyarakat adalah sebuah keniscayaan.
5. Persakmi telah menyusun draft jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” sebagai jawaban untuk kebutuhan upaya kesehatan masyarakat (UKM). Keberadaan jenis “pengelola kesehatan masyarakat” yaitu seseorang ASN/PNS yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan/mengelola kesehatan masyarakat pada level desa, kecamatan, kab/kota, provinsi dan pusat. Hal ini sejalan dengan konsep jenjang pelayanan kesehatan perorangan (UKP) yang bersifat umum dengan tenaga utama dari profesi kedokteran
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini tenaga dimaksud berkedudukan sebagai ASN dengan jabatan fungsional tertentu. Adapun tenaga lulusan SKM dan professional kesehatan masyarakat sebagai jenis tenaga kesehatan masyarakat dengan jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” bagi ASN. Hal ini sejalan dengan program reformasi birokrasi bahwa ASN diperluas kesempatan untuk menduduki jabatan fungsional.
Untuk itu, kami mendorong Kementerian Kesehatan RI untuk membuka kesempatan sebagai instansi pembina dari jabatan fungsional “pengelola kesehatan masyarakat” sebagaimana yang telah kami usulkan.

Pak Menteri Kesehatan yang kami muliakan…..

Demikian surat terbuka kami sampaikan. Sekiranya mendapat perhatian dari Pak Menteri. Gerakan Persakmi adalah “Menjadi organisasi profesi kesehatan masyarakat penggerak utama pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia” Untuk itu, Kami selalu siap bersinergi dan berkolaborasi sebagaimana tagline yang selalu dikumandangkan dalam lagu Mars Persakmi, yaitu “Kita Melayani, Kita Mengabdi, Membangun Indonesia Sehat”.
ADVERTISEMENT
23 Desember 2020
Ketua Umum Persakmi : Prof Ridwan Amiruddin, S.KM.M.Kes, Msc.PH
Sekretaris Jenderal Persakmi : Rachmat Pua Geno, S.KM.M.Kes