Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Membangun Masa Depan melalui Investasi Pertanian Berkelanjutan
11 April 2025 14:36 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Seputar Pertanian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki modal besar dalam membangun masa depan bangsanya melalui sektor pertanian yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Dikelilingi oleh kekayaan alam tropis yang melimpah, kesuburan tanah, keanekaragaman hayati, dan bonus demografi yang tengah terjadi, negeri ini sesungguhnya berdiri di atas landasan strategis yang kokoh untuk menjadikan pertanian sebagai lokomotif pembangunan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Visi besar Asta Cita dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming menempatkan hilirisasi dan industrialisasi sebagai fondasi strategis dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya kuat, tetapi juga inklusif dan adil. Dalam kerangka inilah, sektor pertanian tidak lagi dilihat sebagai bagian dari masa lalu yang tradisional dan subsisten, melainkan sebagai episentrum masa depan, sebuah basis bioekonomi nasional yang mampu bersaing di panggung global. Meski demikian, potensi besar ini belum sepenuhnya terwujud. Hambatan klasik seperti keterbatasan infrastruktur, rendahnya kapasitas teknologi di tingkat petani, akses pasar yang terbatas, dan kualitas sumber daya manusia yang belum merata terus menjadi batu sandungan dalam mewujudkan visi besar tersebut.
Pemerintah telah menapaki jalur transformasi ini melalui sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah pengalokasian subsidi pupuk sebesar Rp14,3 triliun pada tahun 2024, yang diproyeksikan menjangkau sekitar 14,5 juta petani dan mendistribusikan 9,01 juta ton pupuk. Dukungan ini merupakan upaya taktis untuk mengurangi beban biaya produksi petani, terutama dalam menghadapi tekanan harga pupuk global. Selain itu, pemerintah juga menetapkan anggaran ketahanan pangan dalam RAPBN 2024 sebesar Rp108,8 triliun, yang mencakup program stabilisasi harga pangan, peningkatan produktivitas nasional, dan pengembangan kawasan food estate di daerah potensial. Namun, perlu dicatat bahwa investasi ini masih didominasi oleh subsektor kelapa sawit, yang memang memiliki kontribusi ekspor signifikan, tetapi relatif rendah dalam menyerap tenaga kerja dan kurang menyentuh dimensi pemerataan. Sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan—yang sesungguhnya padat karya dan menyentuh langsung kebutuhan dasar rakyat—masih belum mendapatkan porsi investasi yang seimbang. Padahal, sektor pertanian secara keseluruhan telah berkontribusi sebesar Rp1.134,5 triliun terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2023, dan menyerap lebih dari 29% angkatan kerja nasional, menjadikannya salah satu sektor paling vital dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Untuk membalik ketimpangan tersebut dan mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif, diperlukan strategi investasi yang berbasis pada pemetaan potensi wilayah dan keunggulan lokal. Setiap daerah di Indonesia memiliki kondisi geografis, ekologis, dan sosial yang unik, sehingga pendekatan satu kebijakan untuk semua jelas tidak memadai. Sebagai contoh, wilayah Nusa Tenggara Timur dengan karakter iklim kering dan curah hujan rendah sangat cocok dikembangkan sebagai pusat produksi sorgum, tanaman pangan yang tahan kekeringan dan bernilai gizi tinggi. Di sisi lain, wilayah Jawa Barat, yang memiliki kesuburan tanah dan akses pasar domestik yang kuat, sangat potensial untuk pengembangan hortikultura bernilai tinggi seperti stroberi, cabai, dan bunga potong. Pemanfaatan big data pertanian, analisis spasial berbasis satelit, dan integrasi sistem informasi agribisnis menjadi penting dalam merumuskan kebijakan yang berbasis bukti (evidence-based policy) serta dalam memandu arus investasi ke sektor dan wilayah yang paling produktif.
ADVERTISEMENT
Selain pemetaan potensi, pembangunan infrastruktur menjadi fondasi utama yang tak terpisahkan dari investasi pertanian yang berkelanjutan. Tanpa sistem irigasi yang memadai, jalan produksi yang layak, dan fasilitas penyimpanan hasil panen yang modern, upaya peningkatan produksi akan selalu terbentur pada masalah pascapanen. Saat ini, tingkat kehilangan hasil pasca panen (post-harvest loss) di Indonesia masih berkisar antara 20 hingga 30 persen, angka yang cukup tinggi dan mencerminkan inefisiensi sistem secara keseluruhan. Pembangunan gudang pendingin, rumah pengering, serta sistem logistik berbasis rantai dingin (cold chain) untuk produk segar menjadi investasi prioritas. Di sisi teknologi, penerapan sistem pertanian presisi (precision farming) seperti penggunaan sensor kelembapan, drone pemantau tanaman, sistem irigasi tetes otomatis, dan bibit unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim akan meningkatkan efisiensi lahan sekaligus menekan biaya produksi. Keberhasilan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam mendorong produktivitas perkebunan kelapa sawit nasional hingga mencapai 34,2 juta ton CPO pada tahun 2023 menjadi bukti bahwa intervensi berbasis teknologi dan pendanaan dapat memberikan lompatan produktivitas yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Digitalisasi pertanian juga menjadi elemen krusial dalam menciptakan ekosistem agribisnis modern. Kehadiran sistem perizinan terintegrasi seperti Online Single Submission (OSS) telah menyederhanakan dan mempercepat proses investasi di sektor ini, sehingga investor dapat lebih cepat merealisasikan proyeknya. Di sisi petani, platform digital seperti e-farming, e-RDKK, dan aplikasi pasar tani membantu mereka mengakses informasi harga, cuaca, rekomendasi pemupukan, hingga memperluas akses pasar tanpa harus melalui rantai distribusi yang panjang. Teknologi Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI) mulai diujicobakan untuk memantau kesehatan tanaman secara real time, memperkirakan hasil panen, hingga mengidentifikasi potensi serangan hama dan penyakit sejak dini. Semua ini menunjukkan bahwa pertanian tidak lagi sekadar mencangkul dan menanam, tetapi telah menjadi bidang yang memerlukan kecakapan digital, analitik data, dan adaptasi teknologi tingkat tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun, pembangunan teknologi dan infrastruktur tidak akan efektif tanpa kerangka regulasi dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan. Undang-Undang Cipta Kerja telah membuka peluang melalui penyederhanaan perizinan berbasis risiko, namun langkah tersebut harus diikuti oleh kebijakan perlindungan lingkungan yang kuat. Degradasi lahan yang mencapai 7,5 juta hektare per tahun menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan pertanian Indonesia. Oleh karena itu, praktik pertanian konservasi, pengembangan pertanian organik, pemanfaatan limbah pertanian untuk energi terbarukan seperti biogas, dan skema agroforestri perlu diperluas. Kebijakan yang menggabungkan produktivitas, pelestarian alam, dan kesejahteraan petani menjadi satu kesatuan yang utuh. Dalam konteks ini, insentif fiskal bagi perusahaan yang menerapkan prinsip ESG (environmental, social, governance) dalam investasi pertanian perlu diperluas, begitu pula dukungan terhadap riset-riset terapan yang berorientasi pada solusi iklim.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi multipihak menjadi syarat mutlak untuk memperkuat ekosistem investasi yang sehat dan berdaya tahan. Pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat harus berjalan bersama dalam satu visi transformasi pertanian. Pendidikan vokasi dan pelatihan teknis berbasis teknologi bagi generasi muda desa menjadi langkah awal untuk menciptakan sumber daya manusia yang adaptif dan kompetitif. Dunia usaha dapat menyediakan pendanaan, pembukaan pasar, serta transfer teknologi. Sementara itu, perguruan tinggi dan lembaga riset memainkan peran penting dalam menyediakan hasil-hasil riset aplikatif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Tanpa integrasi ini, investasi pertanian hanya akan menjadi proyek jangka pendek yang rapuh terhadap perubahan pasar dan iklim.
Untuk mencapai pertanian yang bernilai tambah tinggi, hilirisasi produk menjadi strategi utama yang tak bisa ditawar. Transformasi dari komoditas mentah ke produk olahan bernilai tinggi akan memberikan peningkatan pendapatan signifikan bagi petani dan membuka peluang pasar ekspor. Kakao, misalnya, dapat diolah menjadi cokelat premium; singkong bisa menjadi bahan baku bioetanol; dan rempah-rempah seperti pala dan kayu manis, jika dikemas dengan inovatif dan disertai sertifikasi internasional, dapat mendominasi pasar herbal dan makanan organik global. Indonesia sebagai produsen rempah terbesar kedua di dunia memiliki peluang besar untuk menguasai ceruk pasar bernilai tinggi ini.
ADVERTISEMENT
Investasi di sektor pertanian, dengan seluruh kompleksitas dan potensinya, tidak hanya berarti membangun lumbung pangan. Ia adalah jalan untuk membangun ketahanan ekonomi nasional yang tangguh terhadap krisis. Ia adalah jembatan yang menghubungkan desa dan kota, produksi dan konsumsi, manusia dan alam, tradisi dan teknologi. Dengan pendekatan yang menyeluruh, yang mengintegrasikan deregulasi progresif, inovasi teknologi, pembiayaan inklusif, dan keberlanjutan ekologis, sektor pertanian Indonesia memiliki kekuatan untuk menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi yang mencapai 8 persen per tahun, dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat. Di tangan kita, masa depan Indonesia tidak akan ditentukan oleh eksploitasi sumber daya semata, melainkan oleh kemampuan kolektif untuk mengelola dan memuliakan kekayaan alam melalui pertanian yang cerdas, adil, dan lestari.
ADVERTISEMENT