Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Amalan Wirid yang Memutus Petaka Keris Warisan Pesugihan
13 Agustus 2020 17:30 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keluarga kami punya kenangan yang buruk soal warisan . Dan itu disebabkan oleh kelakuan kakekku di jaman dulu.
ADVERTISEMENT
Dulu, kakek dikenal banyak orang sebagai laki-laki yang kerap berurusan dengan ilmu hitam. Aku pernah mendengar, kakek dikenal punya kesaktian di kalangan tetangga-tetangganya.
Tak hanya sampai di situ, kakek juga betul-betul kaya raya. Ia hidup dikelilingi kemewahan, dan keempat anaknya, yang salah satunya adalah ayahku, diberikan warisan satu-persatu yang tentu membuat hidup masing-masing mereka terjamin.
Tapi, soal warisan ini, ayahku kebagian hal yang begitu memberatkan hidup kami sekeluarga. Berbeda dengan ketiga saudaranya yang mendapat warisan berupa harta, ayahku mendapat warisan dari kakek berupa sebuah keris .
Kepada ayah, kakek bilang bahwa keris itu justru lebih berharga dari harta sebanyak apapun.
"Le, keris ini bisa membuatmu amat kaya, punya jabatan, atau apapun. Pemberian ini tak bisa dibandingkan dengan banyaknya harta yang aku berikan ke adik-adikmu," kakek meyakinkan. Di keluarga kami, ayah memang anak pertama kakek.
ADVERTISEMENT
Jauh setelah pemberian warisan itu, ayah sadar bahwa keris itu membawa tanggung jawab yang amat besar bagi keluarga kami.
Ayahku adalah orang yang religius. Kebeningan batinnya lantas membuatnya mengetahui, bahwa di dalam keris itu, suatu hal yang tak beres lagi membahayakan sedang terjadi.
Dari ayah, aku jadi tahu bahwa keris itu ialah keris pesugihan . Karena ayahku ialah satu-satunya anak kakek yang menerimanya, ayah pulalah yang punya tanggung jawab untuk merawat keris itu sedemikian rupa.
Harusnya, jika menuruti apa yang diwasiatkan kakek, setiap malam Suro, ayah harus pergi ke kuburan terdekat untuk melakukan beberapa ritual menggunakan keris itu. Di kuburan itu, ritual dilaksanakan dengan membasuh keris itu dengan air bunga.
Namun, bagi ayahku yang religius, hal semacam itu terang saya sebuah syirik yang dilarang keras dalam agama. Maka, sepeninggal kakek, ayahku tak pernah melaksanakan ritual itu.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, siapa sangka, sikap ayah yang tegas soal kesyirikan itu ternyata membawa konsekuensi lain.
Suatu hari, ayah hampir meninggal karena terkena serangan jantung. Keluarga kami amat panik. Karena mengetahui bahwa ayah selalu menjalankan pola hidup sehat, penyakit itu rasa-rasanya betul-betul aneh: ia datang tiba-tiba. Jika dirunut, tak ada jejak pula yang memungkinkan ayah menderita penyakit itu sebagai penyakit turunan.
Maka, karena kecurigaan itu, kami sekeluarga menebak bahwa penyakit itu datang sebagai konsekuensi atas sikap ayah kepada warisan keris milik kakek: ayah betul-betul tak pernah merawat keris itu. Bahkan, ia terkesan mengabaikannya.
Dan, hal itu ternyata benar.
Suatu malam, ayah berinisiatif untuk menanyakan penyakit yang menimpanya itu kepada seorang kyai. Kyai itu memanglah guru mengaji ayah. Kepadanya, ayah kerap bercerita tentang banyak permasalahan hidup.
ADVERTISEMENT
Kepada ayah, kyai itu menyatakan bahwa penyakit jantung yang tempo hari menyerang ayah disebabkan oleh warisan keris milik kakek. Itu adalah konsekuensi yang harus ditanggung salah satu keturunan kakek, yang apabila salah satu keturunannya diwarisi keris itu namun tak merawatnya, orang itu akan ditimpa musibah, bahkan kematian. Dan orang itulah ayahku.
Menanggapi permasalahan yang datang ke hidup ayah itu, kyai tersebut memberikan beberapa doa wirid yang harus terus diamalkan ayah untuk menolak bala keris pesugihan itu.
"Baca doa-doa ini selepas salat lima waktu," kata kyai sambil menyodorkan sebuah kertas yang berisi doa-doa kepada ayah.
Ayah pun istikamah mengamalkan doa itu. Seusai salat, aku melihatnya selalu khusyuk.
Sedikit demi sedikit, penyakit pun lantas menjauhi tubuh ayah. Berselang sekitar enam bulan dari saat ketika ayah mengistikamahkan wirid itu, keluhan penyakit jantungnya benar-benar telah hilang.
ADVERTISEMENT
Ketika telah sampai pada kondisi itu, ayah pun lantas kembali mendatangi kyai.
"Kamu sudah bebas. Allah telah menolongmu," kata kyai.
Maka, setelah itu, ayah kembali mendapat ketenangan hidup. Lepas dari tanggung jawab soal keris warisan yang membawa petaka bagi keluarga kami, ayah lantas dengan berani membuang keris itu. Selama-lamanya.
Tulisan ini hanyalah rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.