Cerita Mantan Pelaku Pesugihan yang Berhenti Karena Terkena Kutukan Misterius

Konten dari Pengguna
17 November 2020 19:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pesugihan (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesugihan (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Namaku Mahmudi. Kini profesiku sederhana saja, yakni menjadi takmir masjid. Tugasku mudah, tetapi penting. Setiap pagi, siang, dan sore, aku mesti membersihkan seluruh masjid untuk persiapan shalat.
ADVERTISEMENT
Jika hari Jumat tiba, maka aku akan lebih sibuk dari biasanya, tetapi itu tetap mudah-mudah saja. Sehari sebelum Jumat, aku harus mencuci seluruh karpet masjid untuk persiapan shalat Jumat.
Sejak pagi pada Jumat, aku harus selalu stand by di masjid guna melakukan cek sound yang akan digunakan khutbah dan shalat. Kemudian, tak lupa aku merapikan segala pernak-pernik masjid macam jam dinding, mikrofon, hingga kotak-kotak sedekah.
Aku menikmati pekerjaan baru ku. Pihak masjid bahkan memberikan sebuah rumah milik masjid guna aku tinggal bersama istri dan kedua anakku.
Di sini aku merasa lebih bahagia meskipun tak begitu banyak uang aku dapat. Istriku juga sedikit-sedikit berdagang kerudung. Terkadang, istriku berdagang kue-kue basah. Lumayan untuk menambah pemasukan.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun kini aku bahagia, selalu saja ada nyinyiran dari tetangga dan orang sekitar mengenaiku. Mereka menganggap, aku bangkrut dan memanfaatkan masjid untuk bertahan hidup.
Mereka yang menjelek-jelekkanku tentu saja tak tahu ada gejolak apa yang terjadi di dalam keluargaku. Memang benar, dulu aku termasuk orang terkaya di kampung ini.
Rumahku ada tiga. Rumah utamaku berlantai empat. Padahal, profesiku hanya menjadi kepala desa dan punya beberapa petak sawah. Namun, aku punya harta melimpah yang begitu banyak.
Aku bahkan meminjamkan puluhan juta rupiah untuk banyak orang. Dan, ajaibnya, aku tak menagih utang-utang mereka. Jika mau bayar, silakan, tidak juga tak apa.
Aku tak begitu peduli dengan keuanganku, karena aku punya satu sumber uang yang dahulu aku pikir tak akan mungkin lenyap.
ADVERTISEMENT
Sejak dahulu, aku berpikir sumber itu abadi dan akan selalu ada untukku, tetapi nyatanya lenyap juga. Kehidupanku akhirnya hancur setelah semuanya menghilang.
***
Orang-orang mengira aku kaya karena jabatanku sebagai kades. Namun, mereka tak tahu gaji kades tak besar-besar amat. Aku mempraktikkan beragam amalan pesugihan yang sudah aku lakukan selama dua tahun.
Pesugihan yang aku pratikkan ada berbagai macam. Mulai dari kandang bubrah, bulu genderuwo, uang gaib, hingga tuyul dan babi ngepet. Maka, tak ayal bila aku punya banyak rumah.
Setiap pesugihan punya ruangan khusus untuk melakukan ritual. Maka, pekerjaanku setiap waktu adalah melakukan ritual dan ritual.
Urusan desa sudah ada mengurus. Aku membayar tenaga profesional guna melancarkan pekerjaanku. Jabatan itu aku buru hanya untuk mendapatkan nama baik saja.
ADVERTISEMENT
Semuanya berjalan begitu sempurna dan tak terganggu sama sekali. Kedua anakku yang masing-masing berusia 14 dan 17 tahun bahkan kerap memuji ayahnya karena hebat dalam mencari rupiah.
Istri dan anakku tak mengetahui perihal apa yang ku lakukan. Hingga suatu malam petaka tiba, semuanya runtuh seketika. Aku kehilangan semuanya yang telah aku raih.
***
Pada suatu malam, putraku yang berusia 14 tahun kesurupan. Ketika itu kami sedang bersantai di ruang tengah. Namun, putraku tiba-tiba mencekik lehernya dan berlari ke luar.
Ia berteriak dengan nada yang amat berat. Aku tahu ini tidak beres. Seketika aku langsung mengejar putraku ke luar. Ia sudah menghilang. Aku mencari-cari ke mana ia pergi, bahkan seluruh warga juga turut membantu pencarian.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua hingga tiga jam kami mencari, tiba-tiba istriku mengalami hal yang sama, tetapi kali ini ia tak berlari, melainkan mencekik lehernya hingga pingsan.
Buru-buru aku melarikannya ke klinik terdekat dan membayar orang-orang suruhanku untuk mencari putraku yang hilang tadi.
Aku mencengkeram erat putra pertamaku agar tak mengalami hal yang sama. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Aku pun bingung. Selama ini seluruh pesugihanku berjalan lancar.
Baru kali ini aku mengalami hal demikian. Namun, semua mulai jelas ketika tiba-tiba sekelebat cahaya masuk ke tubuhku dan membuatku jatuh pingsan.
Kala pingsan, aku bermimpi suatu yang aneh. Di dalam mimpi itu, aku sedang berada di tengah-tengah padang rumput yang amat luas. Tak berujung, tetapi begitu panas.
ADVERTISEMENT
Di kejauhan, aku melihat seseorang sedang berjalan menghampiriku. Tubuhnya tinggi, tegap, dan berisi. Ia mengenakan jubah hitam, tampak kontras dengan suasana saat itu.
Di hadapanku, matanya melotot, dan tangannya memegang pundakku. Ia berkata dengan kencangnya: "Berhentilah melakukan semua ini, katakan kepada seluruh wargamu, dan mundur dari kursi kades! Kalau tidak, istri dan anakmu akan lenyap."
Seketika aku terbangun dari pingsanku dan menangis. Semuanya tiba-tiba menjadi begini. Aku tak tahu apa yang tengah terjadi.
Permintaan pria dalam mimpiku itu kemudian aku penuhi. Tak lama, dua hingga tiga hari, istriku sadar dan anakku kembali pulang meski berwajah pucat. Aku menangis hampir setiap hari.
Warga sekitar marah kala mendengar pengakuanku. Mereka membakar seluruh asetku dan mengusirku dari kampung ini. Aku menjadi gelandangan selama hampir satu tahun hingga akhirnya menemukan masjid yang ku diami saat ini.
ADVERTISEMENT
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.