Cerita Pelaku Pesugihan yang Diselamatkan Warga dari Terkaman Siluman Buaya

Konten dari Pengguna
17 September 2020 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi buaya (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi buaya (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Nenek Boni sedang dilanda kebingungan. Ia yang hanya bekerja mencari kerang di sungai untuk dijual itu kerap mengutang untuk membiayai sekolah cucu semata wayangnya, Dinda. Kini, ia terus menerus ditagih untuk membayar utangnya tersebut.
ADVERTISEMENT
Nenek Boni tentu saja tidak punya uang untuk melunasi utangnya. Penghasilannya dari mencari kerang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur. Karena tidak cukup itulah, Nenek Boni terpaksa mengutang.
Semakin hari, utangnya yang tidak bisa ditutup itu terus bertambah. Terlebih, ia mengutang kepada rentenir desa. Sudah pasti terbayang bunga yang membengkak dari utang yang menumpuk itu.
Sore ini, Nenek Boni pergi ke sungai seperti biasa. Di sepanjang perjalanan, Nenek Boni tidak berhenti memikirkan cara untuk menyelesaikan masalahnya itu. Dia takut kalau tidak segera melunasi utangnya, rumah yang jadi harta satu-satunya itu akan disita.
Nenek Boni menyingkirkan sementara masalah itu dari pikirannya. Ia sekarang akan fokus mencari kerang sebanyak-banyaknya agar bisa dijual mahal. Saat mencari kerang, Nenek Boni menemukan banyak ikan besar.
ADVERTISEMENT
Tanpa berpikir panjang, ia menangkap beberapa ikan itu. Sepertinya ikan-ikan itu akan mahal harganya ketika dijual, pikirnya. Tiba-tiba, sungai tempat Nenek Boni mencari ikan bergetar. Air sungai beriak dan bergelombang membentuk pusaran. Di tengah-tengah pusaran itu, muncul seekor buaya.
Melihat itu, Nenek Boni bergidik ketakutan. Ia berniat berlari sekencang-kencangnya tapi buaya itu menghentikannya. Dia ternyata bisa bicara.
“Nek, aku tahu keluhanmu. Sungai ini bisa mencium keresahan orang-orang yang mendatanginya. Kalau kau mau, aku bisa membantumu menyelesaikan masalah itu,” kata buaya jadi-jadian itu.
Nenek Boni masih terlihat ketakutan. Ia mencoba mencerna kata-kata buaya itu. Meski peristiwa yang dialaminya sekarang seperti tidak masuk akal, tapi ia mencoba tenang. Apalagi mendengar kata-kata buaya itu yang dapat membantunya.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana caranya kau bisa membantuku?” tanya Nenek Boni.
“Aku akan memberikanmu kekayaan instan agar bisa melunasi utangmu. Tapi, syaratnya, kamu harus memberikan aku tumbal,” jawab buaya.
Nenek Boni senang sekali mendengar tawaran buaya itu. Tapi, sayangnya dia tidak ingin berbuat jahat dengan menumbalkan seseorang untuk buaya. Terlebih lagi buat Dinda, Nenek Boni tidak akan pernah mengorbankan dia untuk ditukarkan dengan apapun.
“Aku sangat ingin menerima tawaranmu buaya. Tapi, aku tidak ingin menumbalkan siapapun..” Nenek Boni berhenti sejenak.
Dia melanjutkan, “..Tapi aku bisa menyerahkan diri sebagai pengganti tumbalmu,” katanya.
Siluman buaya itu menyetujui tawarannya. Seketika itu pula, karung tempat Nenek Boni menyimpan kerang dan ikannya telah berisi emas berkilo-kilo. Nenek Boni senang bukan kepalang.
ADVERTISEMENT
Namun, kesenangannya tidak akan bertahan lama karena seminggu lagi ia harus kembali ke sungai ini dan kemungkinan, tidak akan pernah kembali lagi.
---
Malam telah tiba. Nenek Boni yang baru saja sampai di rumah disambut hangat oleh Dinda. Memang, cucunya itu sangat menyayangi nenek yang sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri.
Maklum, Dinda telah lama ditelantarkan orang tuanya. Nenek Bonilah yang menyanggupi untuk merawat Dinda sampai sekarang.
Saat memasuki rumah, Nenek Boni mencium aroma lezat dari arah dapur. Selain penyayang dan pandai, Dinda juga pintar masak. Dia sering membantu neneknya memasak dan bahkan memasak untuk mereka berdua.Ilsutrasi
Ilustrasi makan malam (Foto: Flickr)
“Nek, makan malamnya sedang Dinda masak. Nenek tunggu di meja makan ya. Nanti kalau sudah selesai, Dinda akan langsung taruh di meja makan,” kata Dinda sambil tersenyum kepada nenek semata wayangnya itu.
ADVERTISEMENT
Melihat kasih sayang Dinda, Nenek Boni jadi terenyuh. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana Dinda bisa hidup jika dirinya tidak ada. Tapi, ini semua juga dilakukan Nenek Boni demi Dinda. Setelah dirinya tiada, dia akan mewariskan semua harta dan emas yang didapat dari buaya itu untuk Dinda.
“Nek, kok melamun? Kenapa tidak dimakan nasinya, Nek?” tanya Dinda memecah lamunan Nenek Boni.
“Ah, tidak apa-apa Din. Nenek hanya memikirkan kamu saja. Nanti kalau sudah besar kira-kira jadi apa ya?” balas Nenek Boni jenaka.
Mereka berdua tertawa mendengar celetukan Nenek Boni. Mungkin inilah yang menjadi momen bahagia terakhir bagi Nenek Boni. Ia hanya ingin melepaskan keresahannya itu dengan tertawa bersama cucunya.
---
Dinda merasa ada yang aneh dengan neneknya. Semenjak dia melamun di hari itu, neneknya menjadi murung. Dia seperti sudah kehilangan semangat hidup. Dinda sangat penasaran dengan apa sebenarnya yang sedang terjadi kepada neneknya.
ADVERTISEMENT
Malam itu, Dinda sedang membereskan makan malam. Saat membawa piringnya ke dapur, Dinda samar-samar mendengar suara tangisan yang berasal dari kamar neneknya.
“Ya Tuhan, saya mohon maaf karena sudah melakukan hal sesat. Saya melakukan itu semua demi Dinda. Tolong jaga dia mulai besok Ya Tuhan karena saya tidak akan bisa melindungi Dinda lagi. Saya harus menyerahkan diri kepada buaya di sungai itu,” kata Nenek Boni.
Mendengar itu, Dinda keget setengah mati. Apa maksud nenek tidak bisa melindunginya lagi? Kenapa neneknya harus menyerahkan diri kepada buaya? Ia bingung. Kepala Dinda dipenuhi banyak pertanyaan sekarang. Tapi yang pasti, Dinda akan memastikannya besok.
---
Malam ini, Dinda pura-pura tidak mengetahui rencana neneknya saat makan malam. Dia hanya bilang kalau akan langsung tidur seusai makan. Dinda juga sudah membawa bala bantuan dari warga desa untuk menghentikan apapun yang dilakukan oleh neneknya.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, Nenek Boni terdengar berjalan keluar kamar. Dinda yang mendengar itu dari kamarnya bergegas mengikuti nenek dari belakang. Beberapa warga desa yang bersembunyi di belakang rumah Dinda juga perlahan mengikuti langkah Dinda.
Ilustrasi pusaran air (Foto: Liputan6)
Sesampainya di sungai, Dinda melihat seekor buaya besar. Buaya itu berada di tengah sungai dengan pusaran air di bawahnya. Ternyata, buaya itu juga bisa bicara. Tak salah lagi, itu adalah siluman buaya yang akan mencelakai neneknya.
“Apa kau sudah siap?” tanya buaya itu.
“Iya, aku sudah siap,” balas Nenek Boni sambil menundukkan kepala.
Kemudian, buaya itu perlahan maju untuk menerkam Nenek Boni. Tapi, belum sampai buaya itu mendekati Nenek Boni, terdengar suara ledakan. Ternyata, warga desa yang menyelinap bersama Dinda sedang menembaki buaya itu.
ADVERTISEMENT
Ditembaki habis-habisan, buaya itu akhirnya mati mengenaskan. Nenek Boni selamat dari mautnya. Ia dipeluk dari belakang oleh cucu kesayangannya, Dinda. Emas hasil pesugihan Nenek Boni pun menghilang. Warga desa akhirnya sepakat menggalang dana untuk membantu melunasi utang Nenek Boni.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.