Cerita Pengguna Pengasihan Minyak Duyung yang Langgar Perjanjian

Konten dari Pengguna
22 Oktober 2020 17:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi minyak duyung (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak duyung (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Coba lihat, Ningsih. Bagaimana bisa tak ada satupun pria yang tak menyukaiku? Wajah semulus ini jelas-jelas akan membuat mereka jatuh hati hingga lupa diri."
ADVERTISEMENT
"Haha. Betul, Men. Kalau bisa, kita buat mereka meninggalkan anak istrinya."
Karmen dan Ningsih tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang mereka lakukan itu. Apakah mensyukuri, atau mungkin hanya ungkapan kesombongan saja? Setiap kali mereka memuji wajah, selalu diikuti dengan umpatan.
"Coba kau lihat wajah si Mustika. Memang sih dia istri ketua RW di sini, tapi kok koreng di pipinya tak hilang-hilang ya? Tidak seperti kita yang mulus begini."
"Betul, Men. Untung kau kenalkan aku dengan ramuan minyak duyung itu. Aku jadi kecipratan wajah mulus."
Bukan salon atau klinik kecantikan super mahal yang mereka datangi, melainkan dukun pengasihan untuk membuat wajah mereka mulus dan cantik. Ya, Karmen dan Ningsih kompak melakukan ritual pengasihan minyak duyung dan meminumnya.
ADVERTISEMENT
Minyak duyung itu mereka beli dari Ki Waru, dukun yang biasa membuka praktik kecantikan dengan kekuatan mistis. Kata Ki Duyung, itu bukan susuk, melainkan pengasihan.
"Ini bukan ilmu hitam, Nona-nona sekalian. Ini hanya ajian pengasihan. Hindari sifat sombong untuk mempertahankan kecantikan kalian. Ikan duyung bukanlah hewan buas. Janganlah kalian melebihi sifatnya untuk meminjam kecantikan ikan dewi cantik itu."
Sejak awal Ki Waru sudah memperingatkan Ningsih dan Karmen untuk tidak bersifat sombong. Katanya, inti dari amalan pengasihan ini bukanlah mengejar wajah cantik, melainkan untuk melatih kesabaran dan kesederhanaan.
Namun, sifat manusia tak bisa dibohongi. Ningsih dan Karmen yang sudah menggunakan minyak duyung itu selama setahun ini justru lupa dengan pantangan tersebut. Mereka tak paham akan ada bahaya yang menghampiri mereka jika terus menerus begitu.
ADVERTISEMENT
*
"Dasar lelaki sialan! Kurang cantik apa wajahku ini. Seenaknya saja dia menolak maksud cintaku di hadapan orang banyak. Aku dibuat malu oleh lelaki sialan itu!"
"Tenang dulu, Karmen. Apa yang kau maksud? Lelaki yang mana?"
"Sudah lama ku incar kekayaan si Agung Purnawan itu, si pemilik lahan sawit yang hartanya banyak sekali. Aku sudah mengajak dia untuk menikahiku dan meninggalkan istrinya. Namun kau tahu jawabannya apa, Ningsih?"
"Bagaimana?"
"Katanya, 'Terimakasih telah menyukaiku, tetapi aku tak bisa terus melakukan ini."
"Lelaki sialan!"
Belum sampai matahari terbenam, Karmen mencak-mencak karena cintanya, atau mungkin cinta "tak tulus"-nya, ditolak mentah-mentah oleh seorang lelaki.
Telah lama Karmen mengincar Agung Purnawan untuk menjadi suaminya. Berbagai cara telah ia lakukan, bahkan mungkin saja pengasihan minyak duyung ini dilakukannya demi itu.
ADVERTISEMENT
Namun apa boleh buat. Rasa memang tak bisa dibohongi. Seberapapun cantiknya seseorang, kalau memang tanpa afeksi, maka tak akan pernah tumbuh benih-benih cinta. Seperti itulah mungkin yang dirasakan oleh Agung Purnawan.
"Aku sakit hati, Ningsih. Aku harus membalas apa yang dilakukan lelaki itu padaku."
"Kau mau apa? Aku bisa bantu."
"Aku ada rencana, kau harus membantuku, Ningsih."
"Baik."
*
"Ahhh. Tolong. Wajahku. Tolong."
"Karmen! Di mana kau? Tolong aku, lihat wajahku."
Betapa kaget Ningsih dan Karmen ketika terbangun dari tidur, wajah mereka sudah melepuh bak disiram air keras. Wajah mereka meleleh seperti lilin yang cair. Kulit-kulit mereka terkelupas. Darah mengucur di sekujur wajahnya. Keduanya berlari-lari sembari menangis.
Ilustrasi wajah melepuh (Foto: tonghopbao.com)
Karmen menyiramkan air ke wajahnya tak henti-henti. Begitupun Ningsih. Mereka bingung apa yang telah mereka perbuat sehingga wajahnya menjadi seperti itu.
ADVERTISEMENT
Saat sedang panik, Karmen sedikit menyadari bahwa mereka punya minyak duyung. Buru-buru ia berlari mencari botol minyak pengasihan itu. Setelah ketemu, Karmen lalu menyiramkan semua stok minyak duyung tersebut kepada wajahnya.
Bukannya sembuh, wajahnya justru semakin terbakar. Ia berteriak semakin kencang. Tak ada satupun yang bisa membantunya. Sementara, Ningsih pasrah dan terduduk di kamar mandi.
Ia sudah kelelahan dan tinggal merasakan betapa sakitnya luka bakar di wajahnya. Sembari menangis, Ningsih mengingat-ingat apa yang telah ia lakukan belakangan ini. Tanpa sadar, mulutnya mengucapkan sebuah kalimat yang entah ia lontarkan kepada siapa.
"Ampuni aku. Aku mengakui perbuatan jahatku. Wajah istri sah Agung Purnawan telah aku siram dengan air keras. Ampuni aku. Aku tak akan mengulangi apa yang aku lakukan. Aku akan bertanggungjawab atas apa yang aku perbuat."
ADVERTISEMENT
Kalimat tersebut terus menerus Ningsih ulangi hingga ajalnya tiba. Setelah bergelut dengan luka bakar tersebut, mereka tewas seketika karena tidak tahan dengan rasa sakit yang teramat sakit.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.