Konten dari Pengguna

Cerita Pesugihan: Akhir Kisah Babi Ngepet yang Serakah

6 Mei 2020 21:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pesugihan babi ngepet. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pesugihan babi ngepet. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Marzuki! Keluar kamu!” kata seorang warga yang suaranya menjulang di antara suara pintu yang ditendang-tendang, teriakan, dan umpatan kasar dengan diakhiri namanya.
ADVERTISEMENT
Marzuki hanya terdiam di dalam kamarnya. Rumahnya yang besar malah semakin membuatnya tersesat. Ia tak tahu harus pergi ke mana atau kabur ke mana. Adapun warga di luar sana sudah mengacungkan kepalan tangan, tongkat, golok, dan celurit.
Marzuki adalah seorang juragan di desanya. Bukan suatu hal yang berlebihan jika ditangannya, puluhan warga desa menggantungkan hidup. Aset milik Marzuki meliputi sawah, kebun nanas, dan ladang kentang yang totalnya belasan hektar. Ia juga memiliki tambak ikan gurami dan lele, 30 ekor kambing serta 50 ekor ayam yang selalu menghasilkan daging dan telur berkualitas.
Semua itu dikelola oleh orang-orang yang ia rekrut ataupun yang bertamu sendiri kepadanya untuk meminta pekerjaan. Alhasil, Kerjaan Marzuki setiap harinya hanya mampir untuk melihat-lihat bisnis berjala dan sisanya menikmati uang hasil bisnisnya.
ADVERTISEMENT
Kekayaan membuat ia dan keluarganya menjadi orang nomor satu dan sudah pasti terpandang di desa. Rumah Marzuki seakan terlihat seperti istana jika dibandingkan dengan rumah warga yang lain dengan pagar menjulang dan kola mikan di di depan rumah.
Beberapa orang di desa juga menghormatinya dan menganggapnya sebagai tokoh masyarakat. Setiap seseorang bertemu dengan Marzkui, orang itu menocba bersikap ramah, bahkan ada yang gemar mencium tangannya ibarat orang tua sendiri.
Ia memang terlihat sepeti seorang penyelamat yang membukakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang membutuhka, termasuk pegawai-pegawai di kantor desa. Meski begitu, beberapa orang yang lain merasa bahwa kekayaan Marzuki dan asetnya yang berlimpah tidak diimbangi dengan pemenuhan hak-hak karyawannya.
ADVERTISEMENT
Kenaikan upah yang dipinta petani untuk sawah dan kebunnya belum dipenuhi sejak 6 bulan lalu di saat ia berjanji akan menaikannya maksimal 3 bulan. Buruh-buruh itu semakin tersulut emosinya ketika mendapati Marzuki pergi ke luar kota dan datang dengan mobil baru, sebuah mobil sedang berwarna merah yang sebenarnya tidak cocok jika dipakai di jalanan desa.
“Sialan, mereka gak tau rasa bersyukur apa jadi karyawan. Saya sudah kasih semua buat mereka, tapi mereka malah meminta lebih,” Marzuki naik pitam.
Ia dan istrinya hanya bisa diam di ruang tamu ketika beberap jam sebelumnya perwakilan karyawan mereka duduk di sofa-sofa empuk itu untuk meminta kenaikan upah. Yang membuat Marzkui dan istrinya marah adalah karyawan mereka mengancam melakukan aksi mogok kerja dan meblokade jalan menuju sawah, ladang, tambak, dan peternakan Marzuki jika dalam waktu 2 bulan, Marzuki belum menaikan upah mereka.
ADVERTISEMENT
Hal itu dirasa mustahil bagi Marzuki karena mobil sedan merah yang bersanding dengan 3 mobil Marzuki yang lain masih harus dicicil dengan biaya yang tidak murah.
“Bagaimana caranya kita mendapatkan uang tanpa membuat mereka marah-marah lagi?” tanya sang istri kepada Marzuki.
Pria itu mundar-mandir di ruang tamu dengan mata yang bergerak ke segala arah. Setelah melakukan hal tersebut untuk beberapa menit, ia tersenyum seperti anak kecil yang menemukan uang Rp 100 ribu.
*
“Mas, kalau kamu nanti kenapa-napa gimana?” tanya sang istri.
“Tenang saja, ini cara yang jenius untuk memecahkan masalah kita,” ujar Marzuki semabri mengenakan jubah.
Agar dapat memecah emosi warga dan mendapat uang sekaligus, Marzuki memutuskan untuk melakukan pesugihan babi ngepet. Dengan adanya isu babi ngepet, ia berharap bahwa seandainya ia terlihat, warga akan mengikuti isu tersebut dan melupakan janjinya Marzuki (yang tidak ingin ia tepati) untuk menaikan upah karyawan.
ADVERTISEMENT
Marzuki juga mengincar orang-orang yang tidak ikut ke dalam golongan pekerja peminta kenaikan upah agar terciptalah sebuah fitnah bahwa pencurian di desa diakibatkan oleh orang-orang yang membutuhkan uang yang tak lain adalah pekerja golongan pekerja peminta kenaikan upah.
Sebagaimana yang diarahkan oleh dukun mereka, sang istri bertugas untuk menjaga lilin agar tidak padam dan Marzuki menyasar rumah sebagai seekor babi. Istrinya kaget bahwa pesugihan babi ngepet ini merubah wujud suami yang ia kenal menjadi seekor babi dalam waktu sekejap saja.
Dengan modal keberanian dan ketangkasan sebagai babi, Marzuki mencuri uang ketika korbannya sedang tertidur pulas. Ia akan menggesekkan hidung babinya ke tembok lalu uang dengan ajaibnya akan muncul di hadapan sang istri.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut ia lakukan setiap 2 kali dalam sebulan. Tak disangka, ekspektasi Marzuki terwujud. Warga terkhusus yang kehilangan harta benda sudah saling menyimpan curiga kepada pekerja yang saban hari membahas kebobrokan Marzuki di kedai kopi, bahkan marzuki mendengar beberapanya bertengkar dan hampir saling bunuh.
Marzuki senang mendengarnya. Ia memiliki jalan keluar dari janjinya-janjinya di saat keuntungan ia dapatkan dengan mudah sebagai babi ngepet.
*
“Marzuki, kamu gak bisa kemana-mana!,” kata salah seorang dari kerumunan di depan rumahnya.
Marzuki dibasahi oleh keringat yang tak mengucur sedari tadi. Ia juga tidak tega melihat istrinya menangis sesenggukan di dalam kamar. Semua ini karena kesalahan kecil yang ia lakukan beberapa sekitar 1 jam lalu.
ADVERTISEMENT
Ketika Marzuki ingin mencuri sebagai babi ngepet, ia tidak sengaja berjalan dengan jumawa melintasi lampu sepeda motor yang lewat. Karena panik, ia malah masuk kembali ke dalam rumah.
Pengendara motor yang melihat seekor babi masuk ke dalam rumah Marzuki sontak kaget dan berhenti di depan rumahnya. Ia melihat seekor babi di depan rumah dengan wajah yang begitu menyeramkan. Orang normal pun tahu bahwa itu bukanlah babi biasa.
“Babi ngepet! Babi ngepet!”
Teriakan tersebut membuat Marzuki seperti orang bodoh, dipergoki sebagai babi di rumahnya sendiri. Mendengar teriakan itu istrinya langsung meniup lilin yang diikuti menghilangnya Marzuki.
“Bu, ini gimana bu, kita ketauan,” ujar Marzuki panik.
Sang istri mulai menangis dan tidak mengatakan apapun lagi. Marzuki mencoba untuk mengunci semua pintu dan mengintip dari balik jendela. di depan rumah, warga berdatangan termasuk pekerja-pekerjanya yang ia tahu tergabung dalam peminta kenaikan upah ataupun tidak.
ADVERTISEMENT
Teriakan, makian, dan pintu yang tak henti-hentinya ditendang mengalahkan Marzuki. Ia tidak memiliki jalan keluar dan tahu bahwa detik itu adalah detik terakhir dia menjadi orang kaya.
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.