Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerita Pesugihan: Akhir Penyesalan dari Jimat Pembawa Petaka
4 Mei 2020 19:15 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Adi menendang kaleng kosong di depannya dengan gusar, hari itu menjadi pengalaman terburuk yang ia alami karena harus diberhentikan dari pekerjaan sebagai pelayan restoran karena dituduh mencuri uang oleh temannya sendiri, ia tak menyangka bertahun-tahun bekerja di tempat tersebut hanya dalam waktu sehari tanpa mengecek kebenarannya sang bos langsung saja memutuskan untuk memecat Adi.
ADVERTISEMENT
Di tengah kebingungannya, tiba-tiba deringan telepon menyadarkan Adi dari pesaaan kacaunya itu.
“Kamu dimana Di?” tanya sang ibu dengan nada khawatir.
“Baru pulang bu, dari tempat kerja. Ada apa kok suaranya seperti itu,”
“Adik kamu, sekarang pulang cepat ke rumah nak..” ujar ibu
“Adik kenapa? Apa kambuh lagi bu?” tanya Adi tak kalah khawatir.
“Sudah kamu cepat pulang saja”
Adi pun bergegas mempercepat langkah kakinya untuk bisa sampai ke rumah, dalam benaknya saat ini hanya memikirkan Mira, sang adik yang memang sering sekali sakit-sakitan. Namun karena tidak ada biaya, adiknya itu tidak pernah dibawa ke rumah sakit dan hanya dirawat oleh ibunda.
Dari kejauhan ia melihat rumah petaknya sudah dikerumuni oleh banyak warga. Pak Rt dan tetangganya berusaha untuk mengintip apa yang terjadinya di rumah Adi itu hingga terdengar suara jeritan perempuan yang tidak lain adalah Mira.
ADVERTISEMENT
Ia mempercepat langkah kakinya, Pak Dirman, RT di kampungnya mencecar beragam pertanyaan kepada Adi tentang kondisi Mira, terlebih lagi ,mereka penasaran mengapa ibu Adi yang mengizinkan warga datang untuk membantu. Tak mau terlalu lama membuang waktu, Adi lantas pamit kepada sesepuh itu untuk masuk ke dalam rumah.
Di dalam ia melihat sang adik terbaring dengan seluruh tubuh yang kejang-kejang. Matanya melotot dan mengeluarkan sura ketakutan dengan mengucap “jangan ganggu aku” berulang kali.
Ibu Adi hanya menangis melihat anaknya seperti itu, karena tidak mau terlalu mengambil risiko,Adi pun memutuskan untuk membawa Mira ke rumah sakit, lagi pula ia masih mempunyai sisa uang gajian di dompet, agaknya itu tidak menjadi masalah bagi Adi.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di rumah sakit keluarga dibuat bingung karena Mira tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi Mira, bahkan dokter yang menanganinya saat itu berkata jika kejang yang dialami Mira karena pengaruh demam semata. Ingin sekali Adi menanyakan perihal perkataan Mira yang sering melantur, namun hal itu ia urungkan mengingat masalah tersebut bukan ranah dari seorang dokter.
Malam itu ketika hendak mebawa pulang Mira, karena terlalu penasaran dengan adiknya itu, Adi pun meminta izin untuk pergi dahulu ke ibunya. Sebenarnya ia ingin bertanya kepada orang yang dikenal pintar dan sering berurusan dengan dunia klenik di kampung, perihal kejanggalan Mira dan sikap ibunya yang tidak ingin dibantu warga sekitar.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 malam, Adi melewati jalanan sempit yang setiap tapaknya ditutupi dengan tumbuhan lumut, dengan bermodal lampu senter dari hp ia pun sampai ke rumah tua tempat Pak Darto tinggal. Wangi dupa hingga kemenyan sudah tercium dari kejauhan.
ADVERTISEMENT
Di dalam rumah itu terlihat Pak Darto yang memakai pakaian serba hitam lengkap dengan sesajen bunga setaman dan kris di bagian pinggang.
“Kamu kesini ada perlu apa?”
“Hmmm, begini mbah saya ingin mempertanyaan keadaan adik saya. Akhir-akhir ini seringkali kejang dan mengucapkan kata-kata yang membuat saya takut,”
Belum selesai perkataan Adi, tiba-tiba si mbah memotong seperti sudah tahu apa kelanjutan yang akan diceritakan oleh Adi. Lantas ia hanya berkata jika keluarga Adi mempunyai jimat pesugihan yang seharusnya dilepas sebelum memakan sebuah tumbal.
Mendengar perkataan tersebut, tentu membuat Adi heran pasalnya saat ini dia bukan orang kaya, lantas mengapa ada jimat dalam keluarganya.
***
Di rumah Adi mulai menanyakan rasa penasaran itu kepada sang ibunda, dengan derai air mata, akhirnya ibu Adi mengaku jika sebelum anak mereka lahir, ia dan suami melakukan pesugihan kepada buto ijo di Gunung Wijil sampai sekarang jimat yang berbentuk seperti cincin warna hijau masih dipegang olehnya.
ADVERTISEMENT
Menyesali perbuatannya itu, karena tidak ingin membawa dampak yang tidak diingankan mereka bertiga, berniat membuang jimat kembali ke tempat asalnya. Di perjalanan tiba-tiba ada kejadian yang tidak diharapkan, mobil yang keluarga Adi tumpangi mencoba menghindari sebuah truk besar di depan, namun naas mobilnya jatuh ke jurang dan membuat keluarga itu mati seketika.
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.