Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Cerita Pesugihan Bodong di Makam Keramat yang Berakhir Kemalangan
31 Agustus 2020 17:29 WIB
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sore itu, banyak pengunjung datang ke Makam Pangeran Segoro. Hal itu sudah biasa mengingat malam ini bertepatan dengan Malam 1 Suro. Maklum, tempat itu memang menjadi langganan para peziarah melakukan pesugihan. Ngadi tentu bersemangat menyambut tamu yang berdatangan.
ADVERTISEMENT
Awal mula munculnya praktik pesugihan itu adalah atas dasar ide Ngadi yang pada dasarnya, bukan penduduk asli daerah situ. Saat pertama kali menginjakkan kakinya, Ngadi bertemu dengan juru kunci makam itu.
Saat itu, juru kunci makam, Mbah Mono mengeluh kepada Ngadi karena pengunjung yang ziarah makam datang setiap tahunnya semakin sedikit. Pasalnya, jika yang datang sedikit, maka yang memberi sedekah kepada Mbah Mono itu juga menjadi sedikit. Intinya, hidup juru kunci itu sedang di ambang masalah.
Mendengar hal itu, Ngadi merasa iba. Terlintas di pikiran Ngadi bahwa Mbah Mono itu setidaknya harus memberi iming-iming agar pengunjung mau datang ke situ. Akhirnya, Ngadi nyeletuk kalau Mbah Mono itu harus memberikan iming-iming bisa kaya mendadak.
ADVERTISEMENT
“Tapi, ada syaratnya, Mbah. Nanti keuntungannya harus dibagi rata dengan saya. Saya akan mengarahkan pengunjung untuk datang ke Mbah. Sisanya, Mbah yang selesaikan,” kata Ngadi waktu itu. Singkat cerita, Mbah Mono itu setuju dan pesugihan Makam Pangeran Segoro segera terkenal di kalangan pengusaha hingga politikus.
Selama praktiknya, pesugihan itu kadang lancar kadang juga tidak. Namanya juga pesugihan bodong, mana mungkin tebakan Mbah Mono selalu benar. Kalau saja ada pengunjung yang kembali dan meminta pertanggungjawaban karena perkataan Mbah Mono tidak kunjung terwujud, mereka sering mengelak itu belum waktunya. Dan tentunya alasan-alasan lainnya agar mereka tidak kembali lagi.
Bahkan, pernah suatu hari mereka didatangi polisi. Mereka ditanyai banyak pertanyaan untuk menguak praktik pesugihan yang sudah mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
“Mana mungkin tempat suci seperti ini dijadikan ladang pesugihan, Pak. Jangan ngarang, ah. Saya ini juga sudah sepuh. Apa kalian tidak kasihan melihat saya hidup cuma mengandalkan sedekah dari peziarah?” kata Mbah Mono mengelak saat itu.
Apa yang dikatakan Mbah Mono itu salah, tapi ada benarnya juga. Dia memang mengandalkan “sedekah” peziarah untuk hidup.
Lalu, sore itu, diantara banyak pengunjung yang datang, ada seorang wanita yang berpakaian glamor mendekati Ngadi. Paras wanita itu sangatlah cantik. Ia memakai tas dan perhiasan yang bling-bling. Ngadi yang sedang bersandar di bawah pohon langsung bergegas bangun. Santapan sedap nih, pikirnya.
“Permisi, Mas. Saya mau mencari orang yang namanya Ngadi. Katanya dia punya channel buat mengantar saya memberikan sedekah kepada juru kunci makam ini ya?” tanya wanita cantik itu.
ADVERTISEMENT
“Oh, kebetulan sekali ibu langsung bertemu orangnya. Saya emang bisa nganterin ibu ke juru kunci makam ini. Tapi, sebelum saya antarkan, saya harus tahu keperluan ibu bertemu dengan beliau untuk apa. Beliau tidak suka kalau berurusan dengan hal tidak penting,” balas Ngadi dengan nada memancing.
“Nganu, Mas. Saya kan punya usaha ayam geprek yang cabangnya sudah di mana-mana. Pas awal buka itu rame sekali. Tapi, sekarang sudah agak sepi. Saya curiga kalau saingan saya ngirimin sesuatu ke saya. Makanya, saya pengin minta tolong buat bikin ayam geprek saya laris lagi,” kata wanita itu.
Ngadi menimbang-nimbang sebentar lalu bertanya tentang omzet per bulan usaha wanita itu. Wanita itu kemudian menjawab omzetnya sebulan 50 juta. Ngadi membelalak, dia membatin, ini mangsa besar.
ADVERTISEMENT
“Oke, saya bisa antarkan ibu ke juru kunci itu. Tapi, ibu harus membayar uang muka dulu sebesar 15 juta. Baru saya bisa mengantar ibu ke juru kunci. Nanti beliau akan memberitahu ritual apa yang bisa dilakukan ibu,” kata Ngadi.
“Loh, maaf sebelumnya, Mas. Saya tidak membawa uang sebanyak itu sekarang,” kata wanita itu.
“Bagaimana sih Bu? Apa ibu tidak mendengar kalau di sini aturannya itu bayar uang muka dulu,” kata Ngadi mulai kesal.
“Maaf, Mas. Saya hanya tahu kalau di sini bisa bikin orang kaya mendadak. Memang biasanya disuruh melakukan ritual apa sih Mas?”
“Waduh, ibu ini kurang riset ya. Lain kali kalau mau melakukan pesugihan itu riset yang banyak dulu, Bu. Saya kasih tau ya, biasanya kalau di sini sih ritualnya ya macem-macem. Kadang ya bertapa di depan makam selama beberapa jam. Atau enggak ngasih persembahan buat Pangeran Segoro. Atau paling beratnya sih harus memberikan seluruh kekayaan kepada juru kunci lalu nanti akan kembali dua kali lipat,” jelas Ngadi panjang lebar.
ADVERTISEMENT
“Wah kalau itu namanya penipuan Mas. Masa harus ngasih kekayaan semuanya sih. Mana ada yang mau,” balas wanita itu ketus.
“Loh, kalau enggak percaya ya sudah. Sudah banyak yang membuktikan kok. Kalau enggak percaya ya sudah pulang saja sana,” kata Ngadi mulai marah.
“Saya tidak mau pulang sebelum membawa Mas Ngadi ke kantor polisi,”
“Loh, apa maksudnya? Saya-“
Belum selesai bicara, wanita itu mengeluarkan borgol di tasnya dan kemudian langsung memborgol kedua tangan Ngadi. Ternyata wanita itu adalah polisi yang menyamar menjadi pengunjung untuk menangkap Ngadi dan Mbah Mono. Pihak kepolisian sudah mendapatkan banyak laporan mengenai penipuan yang dilakukan di makam ini. Ngadi dan Mbah Mono akhirnya diringkus dan dipenjara akibat perbuatannya.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanya kebetulan belaka.